Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal
Setelah mendengar kabar tentang keguguran Sandra, Raffi merasa sangat cemas. Ia ingin memberi dukungan kepada Sandra, tetapi juga tahu bahwa keadaan Langit lebih rumit. Ia memutuskan untuk membuat grup baru di WhatsApp, tanpa menyertakan Langit, untuk mendiskusikan apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk membantu Sandra.
"Teman-teman, gue baru saja mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Ternyata Sandra baru saja keguguran. Kondisinya sangat terpukul, dan gue nggak tahu harus gimana untuk membantu dia tanpa bikin Langit lebih sedih. Gue nggak bisa langsung kasih tahu Langit, karena gue tahu kalau dia juga lagi berjuang dengan perasaannya." tulis Raffi.
Segera beberapa teman-teman Raffi mulai membalas, mereka semua merasa prihatin dengan kabar tersebut, namun mereka juga tahu bahwa situasi ini sangat rumit.
"Ini benar-benar nggak mudah. Sandra pasti lagi hancur banget, tapi kita juga nggak bisa terlalu mendekatkan diri ke dia tanpa membuat Langit merasa lebih terpuruk." balas Gina.
"Gue setuju, kita harus hati-hati. Langit udah cukup berat beban emosionalnya, dan gue rasa kalau kita terlalu peduli sama Sandra, dia bisa merasa nggak nyaman. Tapi kita juga nggak bisa biarkan Sandra dalam keadaan seperti ini." timpal Leo
"Exactly, kita harus bisa bantu Sandra tapi dengan cara yang nggak bikin Langit merasa semakin jauh. Gue tahu kalau Sandra juga butuh dukungan, tapi kita harus hati-hati supaya nggak bikin situasi semakin buruk." sambung Raffi.
"Menurut gue, kita bisa mulai dengan beri Sandra ruang, tapi juga kirim pesan yang penuh dukungan tanpa terlalu mendalam. Sandra butuh waktu buat dirinya sendiri, dan mungkin seiring waktu, kita bisa deketin dia tanpa bikin Langit merasa ditinggalkan." Saran Leo.
"Ya, itu ide bagus, Leo. Gue pikir kita bisa ajak Sandra keluar, tapi tanpa Langit tahu. Kita bicarakan dengan dia, coba buat dia merasa lebih baik tanpa memberi tahu Langit dulu. Jangan sampai dia merasa kecewa karena kita lebih perhatian sama Sandra." balas Raffi.
"Betul, kita juga bisa ajak Sandra ke tempat yang dia suka, mungkin makan bareng atau ngopi di tempat yang tenang. Itu bisa bantu dia sedikit-sedikit pulih." timpal Gina.
"Baik, kita sepakat dengan rencana itu. Kalian siap bantu aku? Kita mulai dari pelan-pelan aja ya." tulis Raffi.
Semua teman-teman Raffi setuju, dan mereka berencana untuk memberi dukungan kepada Sandra tanpa memberi tahu Langit terlebih dahulu. Raffi merasa lebih tenang, meskipun ia tahu ini bukan solusi sempurna, tetapi setidaknya mereka bisa memberikan dukungan dengan cara yang bijaksana.
Malam itu, Sandra duduk sendiri di ruang tamu rumahnya. Tangisannya pecah saat ia memandangi perutnya yang kini terasa kosong. Rasa bersalah dan kesedihan terus menghantuinya. Dalam kepanikan dan kesedihan, ia memutuskan untuk menelepon Rani, ibu kandungnya, satu-satunya orang yang bisa memberinya pelukan yang menenangkan.
"Halo, Bu..." ucap Sandra.
"Sandra? Kenapa, Nak? Suara kamu kenapa? Kamu nangis?" jawab Rani.
"Bu... aku... aku keguguran..." rintih Sandra
"Apa? Kamu keguguran? Astaga, Sayang... Kamu di mana sekarang? Kamu baik-baik aja?" tanya Rani.
"Aku di rumah, Bu. Tapi aku nggak kuat... Aku nggak tahu harus gimana. Aku merasa semuanya salah aku." jawab Sandra.
"Tunggu di situ, ya. Ibu akan ke sana sekarang." sambung Rani.
Sandra tidak bisa menjawab, ia hanya menangis semakin keras. Tidak lama kemudian, ibunya datang ke rumah. Ia langsung memeluk Sandra yang terlihat begitu rapuh.
"Sayang, kamu nggak sendirian. Jangan salahkan diri kamu, ya. Ini bukan salah kamu." jelas Rani.
"Tapi, Bu... aku nggak bisa jadi ibu yang baik. Aku bahkan nggak bisa menjaga anakku." ucap Sandra.
"Sayang, jangan bilang begitu. Kamu kuat. Ini cuma cobaan. Ibu ada di sini buat kamu." balas Rani.
Rani, Ibu kandung Sandra, memutuskan untuk menginap selama tiga hari di rumah Sandra untuk membantu putrinya yang sedang terpuruk. Selama tiga hari itu, ia merawat Sandra dengan penuh kasih sayang, memastikan putrinya mendapatkan istirahat yang cukup dan makan dengan baik.
Keesokan harinya, di Kanada, Langit sedang belajar di perpustakaan universitas saat ia menerima telepon dari ibunya, Rani, yang sebenarnya adalah ibu kandung Sandra. Ia menjawab panggilan tersebut dengan santai, tetapi suaranya berubah serius saat mendengar berita yang disampaikan.
"Halo, Bu. Ada apa?" tanya Langit
"Langit, Ibu mau cerita sesuatu, tapi kamu harus tenang dulu, ya." jawab Rani.
"Iya, Bu. Cerita aja. Ada apa?" balas Langit.
"Ini tentang Sandra. Dia... dia baru saja keguguran, Langit." jelas Rani
Langit terdiam beberapa saat. Ia merasa dadanya sesak mendengar kabar itu. Ia tidak percaya Sandra harus mengalami hal seperti ini.
"Keguguran? Kok bisa? Dia baik-baik aja sekarang, Bu?" tanya Langit.
"Iya, Ibu juga baru tahu dari Sandra semalam. Sekarang dia sedang ibu rawat di rumah." jawab Rani.
"Kenapa nggak kasih tahu aku lebih awal? Aku harus pulang, Bu. Aku nggak bisa diam aja di sini." jelas Langit.
"Langit, tenang dulu. Kamu lagi kuliah profesi. Jangan gegabah. Sandra sudah ada yang jaga sekarang, kok." sambung Rani.
"Tapi, Bu... ini Sandra. Aku nggak bisa tenang kalau tahu dia lagi kesakitan kayak gini." jelas Langit.
"Kamu harus percaya, Langit. Sandra itu kuat. Jangan biarkan ini ganggu fokus kamu di sana. Kalau nanti waktunya pas, kamu bisa pulang dan jenguk dia." balas Rani.
Langit menutup telepon dengan perasaan tidak tenang. Ia langsung membuka grup WhatsApp teman-temannya, mencari tahu apakah mereka tahu sesuatu tentang kejadian ini.
Raffi, Gina, dan Leo sudah lebih dulu tahu tentang keguguran Sandra. Mereka sengaja tidak memberitahu Langit langsung karena takut Langit akan impulsif dan meninggalkan kuliahnya di Kanada.
"Gue baru aja dengar dari nyokap gue tentang Sandra. Dia keguguran. Kalian tahu soal ini?" tanya Langit.
Semua teman-temannya terdiam beberapa saat, bingung harus menjawab apa. Raffi akhirnya memberanikan diri mengetik pesan.
"Iya, Ngit. Kita udah tahu. Tapi kita nggak bilang karena nggak mau lo kepikiran di sana." jawab Raffi.
"Kenapa kalian nggak kasih tahu gue? Gue harus tahu soal ini!" sambung Langit.
"Ngit, kita cuma nggak mau lo jadi nggak fokus. Kita tahu lo pasti mau pulang kalau tahu, tapi lo harus tenang dulu. Sandra lagi dijaga ibunya sekarang." jelas Gina.
"Tapi gue nggak bisa diem aja. Dia butuh gue. Gue harus ada buat dia." balas Langit.
"Ngit, dengerin. Gue tahu lo peduli banget sama Sandra, tapi lo juga harus inget prioritas lo sekarang. Lo lagi di Kanada, belajar buat masa depan lo. Jangan sampai keputusan lo sekarang bikin semuanya jadi kacau. Lo harus fokus di sana" timpal Leo.
"Fokus? Lo pikir gue bisa fokus setelah tahu ini? Gue cuma mau pulang. Gue harus ada buat dia." jawab Langit.
"Ngit, dengerin kita. Lo lagi di Kanada buat masa depan lo, buat jadi dokter yang bisa bantu lebih banyak orang, termasuk Sandra. Jangan biarkan emosi lo sekarang ngerusak itu." jelas Raffi
Langit menghela napas panjang. Ia tahu teman-temannya benar, tetapi rasa kecewa dan khawatirnya membuatnya sulit untuk berpikir jernih. Ia hanya bisa merenung, mencoba mencari cara untuk tetap membantu Sandra meskipun ia jauh di Kanada.
Langit kemudian menelepon ibunya untuk mengetahui keadaan Sandra, ia meminta ibunya untuk memberikan teleponnya kepada Sandra, setidaknya walaupun ia tidak bisa datang ke Indonesia, Langit bisa menenangkan Sandra dari jarak jauh.
"Ibu, aku mau ngomong sama dia, Bu. Tolong kasih teleponnya ke Sandra." ucap Langit.
"Langit, kamu yakin? Jangan sampai kamu juga jadi kepikiran di sana. Kamu masih harus fokus sama kuliah kamu." jawab Rani.
"Tolong, Bu. Setidaknya aku bisa kasih dia semangat. Aku nggak bisa diem aja tahu dia lagi kayak gini." pinta Langit.
Dengan ragu, ibu Sandra memberikan ponselnya kepada Sandra yang sedang berbaring di kamar.
"Halo? Ini... Langit?" tanya Sandra.
"Iya, Sandra. Ini aku. Aku dengar dari ibu soal keadaan kamu. Kamu nggak apa-apa?" Langit mencoba memastikan keadaan Sandra.
"Langit... aku gagal. Aku nggak bisa jagain anak gue. Aku... aku nggak tahu harus gimana lagi." tangis Sandra pecah
"Sandra, dengar aku. Ini bukan salah kamu. Kadang ada hal yang nggak bisa kita kontrol. Tapi kamu harus kuat, oke? Aku tahu kamu bisa melalui ini." ucap Langit
"Kamu nggak ngerti, Langit. Aku ngerasa... ngerasa semuanya hancur. Aku nggak pantas jadi ibu." sambung Sandra.
"Jangan pernah bilang gitu, Sandra. Kamu pantas dapat yang terbaik. Aku tahu kamu kuat. Aku percaya sama kamu. Kamu nggak sendirian." timpal Langit.
Sandra terdiam, terhibur oleh kata-kata Langit, meskipun rasa sedihnya belum sepenuhnya hilang. Setelah memberikan semangat kepada Sandra, Langir meminta untuk berbicara lagi dengan ibu Sandra. Namun, ketika ia mendengar ibu Sandra mengambil ponsel, suara keras Damar terdengar di latar belakang. Sambungan telepon belum terputus sepenuhnya, sehingga Langit mendengar percakapan mereka dengan jelas.
"Kenapa ibu kasih telepon itu ke Langit? Dia bukan siapa-siapa buat Sandra! Apa ibu pikir dia punya hak untuk ikut campur dalam urusan keluarga aku?" bentak Damar.
"Damar, dia cuma mau kasih semangat ke Sandra. Dia peduli sama Sandra ." jelas Rani
"Dia cuma bikin ribet! Aku nggak mau ada nama dia di rumah ini lagi. Ngerti? Kalau aku bilang jangan, ya jangan!" teriak Damar.
Langit mendengar semua itu dengan jelas. Dadanya terasa panas, dan amarahnya memuncak. Namun, ia tidak bisa langsung berbuat apa-apa. Ia memilih untuk menutup telepon dengan perasaan kecewa dan frustrasi.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia