Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. LOML 10.
"Uuhukk,,,,"
Rory tersedak kopi yang baru saja ia sesap hingga mengakibatkan kopi yang berada di tangannya menyiram tubuhnya sendiri.
"Hei,,, pelan-pelan!" pekik Nayla panik sembari memberikan pria itu serbet untuk menyeka tumpahan kopi di tubuh si pria.
Pria itu menerima serbet yang diberikan, membersihkan sekedarnya cairan kopi yang sudah meresap ke pakaian yang ia kenakan, lalu menyeka sisa kopi di sudut bibirnya menggunakan punggung tangan.
"Ada apa?" tanya Nayla dengan nada cemas.
Rory menggeleng sebagai jawaban.
"Apakah ada yang aneh dengan rasa kopinya?" tanya Nayla.
Rory menggeleng lagi.
"Apakah kamu terluka? Kamu tersiram kopi, dan itu panas bukan?" tanya Nayla dengan .
Rory kembali menggeleng.
"Apakah kamu yakin?" Nayla bertanya lagi.
Pria itu kini mengangguk, namun tetap tidak mengeluarkan jawabannya.
Nayla menghela napas panjang, menatap lekat pria di depannya yang kini menghindari kontak mata dengan dirinya.
"Lalu, bagaimana kamu bisa tersedak disaat aku bahkan tidak mengajakmu bicara?" tanya Nayla lagi dengan sorot tak percaya.
"Hanya teringat sesuatu" jawab Rory mulai gelisah.
"Apakah itu hal yang penting?" tanya Nayla lagi.
"Ya dan tidak" jawab Rory ragu.
"Kamu memberikan jawaban ambigu," sahut Nayla tidak puas.
"Jika itu memang hal penting, kamu hanya perlu mengatakannya dan pergi," imbuhnya.
Wajah Rory segera terangkat, bertemu pandang dengan wanita yang masih menatap dirinya dengan sorot teduh.
"Apa tidak masalah jika seperti itu?" sambut Rory.
"Kamu berada di sini karenaku. Dan aku_,,,"
Rory tidak melanjutkan kalimatnya, kedua matanya menatap lekat wanita yang kini justru memberikan ekspresi khawatir pada dirinya, namun pikirannya justru bergelut dengan hal lain.
'Apakah dia benar-benar tidak ingat tentang air mancur? Aku tahu saat itu tidak memperlihatkan wajahku, tapi dia juga tidak ingat dengan pertemuan di ruangan Mr. Darwin,' batin Rory.
'Jadi, yang dia maksud menunggu seseorang malam itu adalah menungguku mencari dompet ini bukan? Dan saat aku di sana dia menerima panggilan dari seseorang. Dia bertahan di luar sana dengan udara sedingin itu hanya karena dompet? Bagaimana caraku mengatakan ini padanya?' rutuknya dalam hati.
"Itu bukan masalah untukku." jawab Nayla.
"Tetap saja aku merasa buruk. Kamu di sini karena membantuku, dan aku melakukan hal yang seharusnya tidak aku lakukan," sanggah Rory .
"Tidak ada istilah hal yang harus dan tidak harus dilakukan," tukas Nayla.
"Yang aku tahu hanyalah, dompet itu sangat penting bagimu, terutama semua kartu penting yang ada di dalamnya. Semua orang tentu akan melakukan hal yang sama,"
"Dan, jika memang kamu memiliki urusan lain, kamu tidak berkewajiban untuk meninggalkannya hanya untuk menjaga perasaanku," lanjutnya.
Rory terdiam, mengunci pandang pada wanita yang duduk di depannya. Sedikitpun tidak menemukan rasa keberatan dari sorot wanita itu.
'Bagaimana bisa dia tetap sesantai ini? Ini justru membuatku semakin merasa bersalah. Padahal ini kesempatan untukku bisa mendekatinya,' Rory mengeluh dalam hati.
Nayla memperhatikan Rory yang menjadi lebih gelisah dari sebelumnya, bahkan pria itu kini menundukan kepala. Memikirkan cara dalam benaknya untuk membuat perasaan pria itu menjadi lebih baik.
"Sepertinya aku harus pergi sekarang." Nayla berkata tiba-tiba seraya mengangkat satu tangan untuk melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Rory mengangkat wajahnya dengan gerakan cepat, membuat pandangan mereka kembali bertemu.
'Aku ingin bersama dengannya lebih lama, tapi kenapa sekarang aku ragu?'
'Bagaimana jika setelah dia tahu bahwa aku adalah orang yang sama dengan orang yang dia temui di taman membuat dia menghindariku?'
'Dia menungguku, aku berada di sana, namun tidak menanyakan apakah dia melihat dompet atau tidak,'
"Ijinkan aku mengantarmu pulang, Nayla," ucap Rory pada akhirnya.
"Kamu tidak harus melakukan ini untuk membalas apa yang aku lakukan padamu," sambut Nayla.
"Tidak, bukan itu maksudku." sanggah Rory sembari mengibaskan kedua tangannya.
"Aku hanya ingin mengantarmu pulang, itu saja," imbuhnya
"Terima kasih, Rory. Tapi maaf, aku harus menolak tawaranmu," ucap Nayla.
Rory menatap lekat wanita yang ada di hadapannya, berharap wanita itu mengubah keputusanya.
"Aku tidak akan mengubah jawabanku Rory. Maafkan aku," tolak Nayla sekali lagi.
"Apakah lain waktu aku boleh mengantarmu pulang?" harap Rory.
"Apakah begitu caramu mengatakan kamu mengharapkan pertemuan kedua?" Nayla balas bertanya.
"Lebih dari apapun," jawab Rory cepat.
Nayla mendesah pelan, memandang wajah pria di depannya yang masih menunggu jawaban, lalu tersenyum sebelum menjawab,
"Andai ada kesempatan," jawab Nayla.
"Percayalah, kesempatan itu selalu ada," sambut Rory kembali tersenyum.
"Apakah sekarang aku bisa menganggap perasaanmu menjadi lebih baik?" tanya Nayla.
Rory tertegun sejenak, menyadari apa yang baru saja wanita itu lakukan hanya ingin menghilangkan rasa gelisah yang tengah ia rasakan, lalu tersenyum.
"Yah,,, Kurasa kamu bisa diandalkan untuk membuat suasana hati seseorang menjadi lebih baik," sanjung Rory.
"Kau tahu? Kamu bukan orang pertama yang mengatakan hal itu padaku," sambut Nayla.
"Dan aku yakin itu benar" jawab Rory tersenyum geli.
"Kalau begitu, bisa kita pergi sekarang?" tanya Nayla.
"Tentu," sambut Rory.
Rory mengenakan kembali masker miliknya, lalu beranjak dari duduknya diikuti Nayla. Pria itu bahkan memaksa untuk membayar semua tagihan dari makanan yang mereka pesan.
"Apakah kita bisa bertemu lagi, Nay? Maksudku untuk sekedar menghabiskan waktu," Rory bertanya ketika keduanya telah berada di halaman cafe.
"Itu tergantung dengan dirimu apakah kamu ingin bertemu atau tidak," sambut Nayla.
"Tentu saja aku ingin," sahut Rory cepat.
"Maka, itulah yang akan terjadi," jawab Nayla.
"Ehmm,,, Kamu yakin tidak mau ku antar?"tanya Rory lagi.
Detik berikutnya Rory melirik ke mobil sport miliknya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri, lalu merutuki dirinya sendiri.
'Seharusnya aku membawa mobil sopirku saja,' batin Rory.
"Sangat yakin. Terima kasih atas tawaranmu, Roy," jawab Nayla.
"Roy?" ulang Rory dengan alis terangkat.
"Ah maaf, aku mengganti namamu tanpa ijin," sahut Nayla panik.
"Tidak,,, Tidak,,," Rory menggelengkan kepala.
"Aku menyukainya. Tolong gunakan nama itu saja untukku. Tetapi, sebagai gantinya, bolehkah aku memanggilmu Naya?" pinta Rory.
"Ijin diberikan," jawab Nayla tersenyum.
"Kalau begitu, sampai jumpa lagi," imbuhnya.
"Sampai jumpa lagi, Nay," balas Rory.
Rory memanggil taksi, membuka pintu bagian penumpang dan membiarkan Nayla masuk ke dalamnya. Keduanya saling melambai ringan sebelum taksi itu melaju, meninggalkan area cafe tempat mereka bertemu.
"Yess,,,!!!"
Rory berseru senang, mengepalkan tangannya dengan sebuah lompatan kecil ketika taksi yang ditumpangi Nayla menghilang dari pandangannya.
Ia berbalik, melangkah cepat menuju mobil miliknya dan masuk kedalam, lalu melepaskan topi beserta masker yang ia kenakan. Namun, kegembiraan yang ia rasakan memudar ketika ia kembali teringat dengan kejadian di taman air mancur.
"Aarrgghhh,,, Kenapa harus ada insiden memalukan itu? Aku mengingatnya dengan jelas,tangannya membeku karena duduk tepi kolam dalam waktu lama, wajahnya juga pucat. Kenapa dia tidak pergi saja dan menghubungi nomor yang ada di dompet?" gerutu Rory mengacak kasar rambutnya.
"Aku harus minta maaf padanya. Tapi, sekarang aku jadi ragu untuk menghubungi Nayla lebih dulu,"
...%%%%%%%%%%%...
Nayla tiba di Apartemen dengan kedua mata melebar ketika dirinya melihat seseorang telah berdiri di depan pintu unit Apartemen menunggu dirinya.
. . . . .
. . .. ..
To be continued...