Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ingin Bercerai
Anissa Ingin Bercerai
Hari-hari setelah penemuan yang menghancurkan itu semakin terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Nisa, yang dulunya selalu tegar menghadapi segala cobaan, kini merasa dirinya seperti perempuan yang hilang arah. Setiap langkah terasa berat, dan setiap detik yang berlalu semakin memperburuk rasa sakit yang ia rasakan.
Kehidupan di rumah itu penuh dengan ketegangan. Maya dan Arman berusaha untuk mendekatinya, meminta maaf, dan berusaha memperbaiki hubungan, namun Nisa merasa seolah-olah dirinya sudah terlalu terluka untuk mempercayai mereka lagi. Ia merasa tidak ada lagi tempat untuknya di dalam keluarga itu. Pengkhianatan yang dilakukan ibunya dan suaminya telah mengoyak hatinya dengan cara yang tak bisa ia jelaskan.
Nisa menghabiskan banyak waktu sendirian di kamarnya, merenung, dan berpikir keras. Setiap percakapan yang terjadi, setiap tatapan penuh penyesalan dari Maya dan Arman, hanya membuatnya semakin merasa terperangkap dalam kebohongan dan rasa sakit. Apa yang harus dilakukan? Apakah ia bisa tetap bertahan dalam hubungan yang telah rusak? Atau apakah sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya?
Satu malam, setelah makan malam yang hening dan penuh ketegangan, Nisa tidak bisa menahan lagi perasaannya. Ia berdiri dari kursinya, menatap Arman yang duduk di hadapannya dengan tatapan cemas. Maya juga ada di ruang makan, melihat Nisa dengan wajah penuh harap, tetapi Nisa tahu bahwa harapan itu sudah tidak bisa lagi menjangkau hatinya.
"Arman," kata Nisa, suara seraknya membuat semua orang terdiam. "Aku ingin bercerai."
Maya terkejut, matanya terbuka lebar, dan wajahnya terlihat pucat. "Nisa... kamu... kamu tidak serius, kan?" Suara Maya bergetar, seolah-olah tidak bisa menerima kenyataan bahwa putrinya benar-benar berbicara seperti itu.
"Tidak, Mama," jawab Nisa, menatap ibunya dengan mata yang penuh ketegasan. "Aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan ini. Aku tidak bisa terus hidup bersama seseorang yang sudah mengkhianatiku. Dan aku tidak bisa tinggal di rumah ini, dengan melihat Mama dan Arman seperti ini. Aku merasa seperti tidak ada tempat lagi untukku di sini."
Arman menundukkan kepalanya, perasaan bersalahnya semakin mendalam. "Nisa, aku tahu aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Aku tidak bisa membenarkan apa yang telah terjadi. Tapi aku sangat menyesal dan aku ingin memperbaikinya. Aku akan berusaha lebih baik, aku janji."
Nisa menatap Arman, tetapi hatinya terasa kosong. "Aku tidak bisa lagi mempercayaimu, Arman. Semua kata-katamu sekarang terasa seperti kebohongan. Aku sudah tidak tahu siapa kamu lagi. Aku tidak ingin hidup dengan perasaan seperti ini lagi."
Maya menangis, mencoba meraih tangan Nisa, tetapi Nisa menarik tangannya dengan cepat. "Mama, aku minta maaf, tapi aku juga sudah tidak tahu bagaimana melanjutkan hidup dalam keluarga ini. Aku merasa terperangkap dan hancur. Aku tidak bisa terus hidup dengan perasaan seperti ini. Aku ingin keluar dari hubungan ini, aku ingin bebas."
Maya terisak, tidak tahu lagi harus berkata apa. "Nisa, tolong jangan. Aku tahu ini semua salah. Aku tahu Mama telah mengecewakanmu, tetapi aku minta kamu untuk memberi kesempatan. Aku minta kamu untuk memberi waktu, agar semuanya bisa diperbaiki."
Namun, Nisa hanya menggelengkan kepala. "Sudah terlalu banyak yang telah rusak, Mama. Aku tidak bisa terus berpura-pura seperti semuanya baik-baik saja. Aku ingin melangkah pergi. Aku ingin bercerai, Arman."
Arman merasa seperti dunia runtuh di atas kepalanya. "Nisa... aku tahu aku tidak pantas meminta kamu untuk mempertimbangkan lagi. Tetapi tolong, berikan aku waktu. Aku akan berusaha memperbaiki semuanya. Aku benar-benar menyesal."
Namun, Nisa sudah tidak bisa mendengar lebih lanjut. Ia sudah membuat keputusan yang tegas dalam hatinya. "Aku sudah memutuskan, Arman. Aku tidak bisa lagi menjalani hidup denganmu. Aku ingin bercerai. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua."
Dengan kata-kata itu, Nisa berbalik dan berjalan menuju pintu, meninggalkan ruang makan yang hening dan penuh dengan air mata. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti sebuah beban besar yang harus ditanggung. Namun, dalam hatinya ada sedikit kelegaan. Ia tahu bahwa untuk pertama kalinya, ia memilih dirinya sendiri.
Maya dan Arman terdiam, saling bertatapan tanpa kata-kata. Mereka tahu bahwa keputusan Nisa adalah yang terbaik untuknya, meskipun itu berarti perpisahan yang menyakitkan. Keduanya tidak bisa lagi menahan diri, dan air mata mulai mengalir di wajah Maya.
Nisa keluar dari rumah itu, menutup pintu di belakangnya dengan perlahan. Ia tahu perjalanan yang akan datang tidak akan mudah, tetapi ia sudah siap untuk melangkah. Ia ingin mencari kebahagiaan, menemukan dirinya lagi setelah semua yang terjadi. Meski hati terasa hancur, ia bertekad untuk memulai babak baru dalam hidupnya.
Sementara itu, di dalam rumah yang kini terasa sepi, Maya dan Arman terdiam, merenungi keputusan Nisa. Pengkhianatan, kebohongan, dan kesalahan yang mereka buat tidak bisa begitu saja dilupakan. Mereka hanya bisa menyesal dan berharap suatu hari nanti, Nisa bisa menemukan kedamaian dalam hidupnya.