Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Aleen Dan Keluarga Dev
Dev sedang memeriksa dokumen terakhirnya saat Divya menghubunginya.
Drrt drrt drrt
"Kak Divy? Ada apa dia menghubungiku?", gumam Dev melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.
"Halo"
"Jika kamu menginginkan istrimu kembali, maka kamu harus menjemputnya sendiri. Tut tut tut!"
"Kak Divy? Halo?"
Divya langsung menutup kembali teleponnya setelah selesai bicara. Dia bahkan tidak membiarkan Dev memberikan tanggapan apapun.
"Gawat! Keributan apa yang akan mereka buat?!".
Dev langsung merapikan barangnya dan bergegas untuk pulang dengan tergesa-gesa.
"Permisi, Pak. Ini laporan yang anda minta.
Eh? Apa anda sudah mau pulang? Kenapa tergesa-gesa? Apa terjadi sesuatu?"
Ray yang kebetulan masuk ke ruangan Dev untuk memberikan laporan terlihat heran karena Dev nampak panik saat merapikan barangnya.
"Kita harus pulang sekarang!", jawab Dev dengan singkat.
"Kenapa? Apa yang terjadi?!"
Ray terus bertanya karena dia belum mendapatkan jawaban.
"Aleen diculik. Kita harus menyelamatkannya sebelum terlambat"
"Apa?! Diculik?"
Ray sangat terkejut mendengar kalau Aleen diculik. Diapun terlihat panik seperti Dev.
"Bagaimana bisa diculik? Apa Kak Dev tau penculiknya?", tanya Ray sambil berjalan mengikuti Dev dari belakang.
"Kak Divy yang menculiknya"
Dev menanggapi sambil berjalan cepat
"Hah? Kak Divy?"
Ray yang terkejut langsung menghentikan langkahnya sebentar.
"Kak, tunggu aku!"
Dev dan Ray bergegas pergi dari kantor dan berkendara menuju rumah utama.
****************
Sementara itu. Aleen dibawa Divya ke rumah utama keluarga Wirawan.
Aleen terpana melihat kemegahan rumah utama yang bak istana. Begitu gerbang utama dibuka, mobil mereka disambut dengan taman bunga yang cantik dan terawat. Ada air mancur besar yang terpasang ditengah.
"Waah... Cantik sekali", gumam Aleen yang tak sengaja di dengar Divya.
Divya tersenyum manis mendengar ucapan Aleen dan bertanya padanya
"Apa kamu suka rumah ini?"
"Tidak mungkin kalau aku mengatakan tidak suka. Rumah ini sangat besar dan mewah bagaikan istana dalam dongeng".
Aleen menanggapi dengan sikap yang tenang dan sorot mata yang penuh kekaguman.
"Kenapa kamu tidak tinggal disini saja? "
"Hah? "
Aleen langsung menatap Divya dengan heran.
"Seperti yang kamu lihat, rumah ini sangatlah besar. Ada banyak kamar kosong disini. Lagipula kamar Dev juga masih dibiarkan begitu saja semenjak dia menetap diluar negeri. Tapi begitu dia kembali kemari, dia malah membeli rumah sendiri".
Divya mengeluh sambil menceritakan Dev.
"Kita sudah sampai. Ayo masuk!"
Divya langsung turun dari mobil dan mempersilahkan Aleen masuk.
"Sore Non"
Divya menganggukkan kepala menanggapi sapaan pekerja rumahnya.
"Mama ada dimana, Pak?"
"Nyonya ada di belakang, Non"
Pria itu menjawab Divya dengan sopan.
"Ya. Terima kasih. Ayo, Leen!"
Divya pun melanjutkan langkahnya mencari keberadaan sang ibu
Aleen mengangguk mengikuti Divya.
"Mah, apa yang sedang Mama lakukan? Lihatlah aku membawa siapa?"
Divya dan Aleen berjalan mendekati seorang wanita paruh baya yang sedang merangkai bunga di vas sambil melakukan panggilan telepon.
"Kalau begitu aku tutup dulu. Kami kirim saja laporannya setelah semua dikonfirmasi".
Ibu Dev langsung menutup teleponnya dan melepaskan earphone ditelinganya.
"Ya ampun. Divya, bagaimana kamu bisa membawanya kemari? Mama sudah lama meminta Dev membawanya kemari tapi tidak pernah dia lakukan. Ayo sayang, kemari"
Ibu Dev terlihat sangat antusias. Berbeda dengan wanita anggun penuh wibawa yang tadi sedang bicara di telepon.
"Halo, Tanta"
Aleen menyapa dengan sopan.
"Eits jangan panggil tante, panggil Mama. Bukankah kamu sudah jadi bagian dari keluarga ini?"
Ibu Dev bicara sambil menggelengkan kepala dan salah satu jarinya dengan serempak.
"Baik, Mah"
"Bagus. Ayo kita duduk disini!"
Ibu Dev terlihat puas setelah Aleen menuruti apa yang dia minta.
"Bi... !Bibi... !"
Ibu Dev berteriak memanggil pembantunya setelah dia duduk dengan Aleena.
Tak lama seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka.
"Iya, Nyonya. Anda memanggil saya?", jawabnya dengan sopan.
"Tolong buatkan minuman untuk menantuku. Oh siapkan juga makan malam dari sekarang, akan ada makan malam keluarga hari ini"
Ibu Dev bicara dengan sikap yang anggun
"Baik, Nyonya. Apa ada yang perlu saya perhatikan?"
"Apa kamu alergi sesuatu?"
Ibu Dev kembali bertanya pada Aleen setelah pembantunya bertanya.
"Saya alergi udang"
Aleen menjawab dengan singkat.
"Dia alergi udang. Jadi hindari sesuatu yang mengandung udang"
"Baik, nyonya. Saya mengerti"
Wanita itu kembali ke dapur setelah mengerti apa yang harus dia lakukan.
"Nak, bagaimana kamu bisa bertemu Divy? Apa dia pergi menemuimu? "
Ibu Dev bertanya dengan lembut.
"Aku datang ke kantornya. Karena Dev membiarkan dia menunggu sendirian jadi aku membawanya kemari"
Divya menyela dengan sikap yang tenang.
"Bagus. Karena Dev tidak membiarkan kami bertemu denganmu. Dia memang sangat pelit. Bagaimana mungkin ada anak yang tidak membiarkan ibunya bertemu dengan menantunya sendiri. Sejak kecil Dev memang begitu. Dia itu pendiam dan dingin. Sangat sulit untuk membuatnya bicara, apalagi untuk membuatnya tertawa"
Ibu Dev bercerita dengan antusias menceritakan semua tentang Dev. Aleen tersenyum manis karena ibu Dev bersikap baik dan menerimanya.
"Mah, apa Mama tahu kalau kami sudah menikah?", tanya Aleen memastikan.
"Tentu saja kami sudah tahu. Apa kalian tidak akan membuat pesta resepsinya?"
Ibu Dev terlihat penasaran dengan jawaban Aleen.
"Mungkin tidak dalam waktu dekat ini Mah. Aku dan Dev belum saling mengenal dengan baik, jadi kami masih merasa canggung satu sama lain. Jika kami mengadakan resepsi sekarang maka semua orang akan tahu hubungan kami. Dengan begitu mereka bisa beranggapan macam-macam tentang kami. Jadi kami akan saling mengenal dulu perlahan"
Aleen menjelaskan tentang hubungannya dengan Dev.
"Baiklah, Mama serahkan urusan itu pada kalian berdua. Jika kalian ingin mengadakan resepsi, katakan saja pada Mama. Mama akan mengatur semuanya"
"Baik Mah. Terima kasih"
"Mau aku tunjukan kamar Dev. Ada foto-foto masa kecilnya juga. Aku bisa tunjukkan itu padamu"
Divya menyela pembicaraan antara ibunya dan Aleen. Dia mengajak Aleen berkeliling rumah dan melihat foto kecil Dev.
"Divya, biarkan Mama bicara dengannya dulu. Jangan ganggu kami berdua", ujar sang ibu dengan wajah sedikit kesal.
"Mama, mama sudah bicara dengannya dari tadi jadi biarkan sekarang dia menemaniku"
Divya dan ibunya kini memperebutkan Aleen agar mau menemaninya.
Aleen tersenyum canggung dan bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang.
"Begini saja Mah, Kak. Bagaimana kalau kita melakukannya bertiga? Jadi aku tidak harus memilih diantara kalian berdua"
Aleen melerai Divya dan ibunya.
"Hmn... Aleen benar juga. Bagaimana kalau kita memasak bersama saja?"
Ibu Dev menyarankan sesuatu yang bisa mereka lakukan bersama.
"Mama yakin kalau kita akan memasak?"
Divya merasa tidak yakin dengan ajakan sang ibu.
"Memangnya apa yang salah dengan kemampuan memasak Mama? Papamu saja tidan pernah mengatakan apapun tentang itu"
Ibu Dev menanggapi dengan tenang tentang ajakannya.
"Baiklah. Aku akan membantu Mama memasak"
Aleen setuju dengan usulan ibu mertuanya
"Leen, jangan biarkan Mama memasak! Dia bisa menghancurkan dapur"
Divya berbisik pada Aleen dan memperingatkannya
"Kakak tenang saja. Pasti tidak akan terjadi apapun"