Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vara Di Culik
Hari itu, mendung menggantung di langit ibukota. Di perusahaan Prameswari Corp, terlihat Selvira sibuk dengan rapat penting.
Sedangkan Vara, terlihat bocah perempuan cantik berusia 3 tahun itu sedang berjalan-jalan di taman samping perusahaan.
Saat sedang duduk, intuisi agennya bekerja. Dia tahu dari beberapa meter, beberapa orang mengintainya.
Sepertinya ada tikus yang coba untuk bermain-main! Sepertinya seru juga deh, kalau aku diculik! Ah! Gimana rasanya diculik? Cobain ah! pikir Vara terkekeh dalam hati.
Gadis kecil itu berjalan-jalan ke arah tempat sepi, kebetulan belum makan siang. Makanya para pekerja belum keluar.
Beberapa pria berbadan tegap, mengalihkan perhatian pengawal Vara. Lalu salah satu dari mereka segera menggendong Vara untuk masuk ke mobil.
Merasa kecolongan, dua pengawal Vara itu akhirnya bertarung dengan beberapa pria berbaju hitam tersebut, tetapi tetap saja mereka kalah karena jumlah orang-orang itu.
Para pria berbaju hitam tersebut langsung pergi dari sana, setelah target mereka telah tercapai.
Para pengawal Vara segera melapor kejadian itu, dengan tergesa-gesa mereka masuk ke ruang rapat membuat semua yang ada di ruangan itu terkejut.
Brak!
"Tuan ... itu ...." pengawal itu tidak bisa melanjutkan ucapannya, wajahnya terlihat babak belur sekaligus memucat.
"Ada apa ini?" tanya Tuan Anggara dengan wajah dinginnya.
Selvira mulai tidak nyaman, apalagi melihat keterdiaman kedua pengawal itu. "Dimana putriku, Vara?" tanya Selvira merasa was-was.
Kedua penjaga itu menunduk takut. "Maafkan kami Nona ... nona kecil diculik oleh seseorang."
Deg!
Tubuh Selvira ambruk, untungnya dengan sigap Leonardo menangkap tubuh ramping wanita cantik itu.
Mereka memang sedang rapat bersama, dengan membahas kerjasama mereka. Terlihat juga Brian Vale berwajah dingin, saat mendengar calon menantunya diculik.
"Apa saja yang kalian lakukan?" murka tuan Anggara dengan wajah dingin.
Bugh!
Bugh!
Dengan kemarahan penuh, Tuan Anggara memukul kedua pengawal yang tidak becus itu.
"Vara ... tolong putriku!" wajah Selvira terlihat memucat.
"Tenang! Kami akan segera mencarinya. Aku yakin Vara baik-baik saja, dia anak yang cerdas," ujar Leon lembut.
"Aku akan mengerahkan seluruh pengawalku untuk mencari Vara," sahut Brian dengan wajah bengisnya.
"Vara ... maafkan Mama sayang," lirih Selvira merasa bersalah.
"Ini bukan salahmu!" bantah Leon.
Tuan Anggara segera memerintahkan bawahannya untuk mencari cucu perempuannya.
Di dekat pelabuhan terbengkalai, di pinggir kota. Tepatnya di sebuah gedung kosong. Vara terbangun dari pingsannya. Mata bocah perempuan berusia 3 tahun itu terlihat tenang dengan mengamati sekitarnya.
Ruangan itu terlihat gelap, penuh dengan debu dan bau apek. Tangan kecil Vara terlihat diikat, tetapi gadis kecil itu terlihat sangat santai. Tentu sebagai agen ganda, Vara tahu bagaimana caranya mengendalikan situasi.
Wah! Ternyata begini rasanya diculik! pikir Vara yang sudah tidak penasaran lagi.
Tak lama, seorang pria paruh baya seumuran dengan tuan Anggara masuk bersama dengan seorang pria muda, seumuran dengan sang ibu.
"Akhirnya kau bangun juga bocah tengik," ujar Dimas saudara tiri tuan Anggara.
"Kakek dan ibumu harus membayar apa yang telah dia lakukan pada anakku, Delon," geram Dimas. "Karena Anggara memecat Delon, keluargaku kehilangan segalanya. Tua bangka itu bahkan menarik seluruh harta yang diberikan nya. Sekarang, kau akan menjadi alat untuk menjadi balas dendamku," ungkap Dimas menyeringai.
"Papa benar! Kita akan buat mereka menderita melihat cucu dan anak kesayangan mereka kita siksa," sahut Delon.
Vara menatap keduanya dengan tatapan tajam. Meskipun usianya tiga tahun, jiwa sang agen ganda membuatnya tenang.
"Cih, dacal penculi beldaci. Kelualga benalu. Kalau kalian pikil kakek dan ibuku akan menyelah, hanya kalena kalian menculikku. Oh, kalian calah becal," balas Vara dingin. "Meleka tidak akan pelnah tunduk pada ancaman lecehmu."
Anjay! Leceh gak tuh! Receh Vara, Receh! batin Vara merutuki mulutnya yang cadel.
"Kau—"
Delon mencoba memukul Vara, tapi dihentikan oleh Dimas. "Jangan memukulnya dulu," ujar Dimas mengingatkan.
Dimas tertawa terbahak-bahak. "Kau terlalu pintar untuk anak kecil. Aku juga salut dengan sikap tenang mu bocah. Tapi, mari kita lihat, siapakah yang akan menang," ujarnya menyeringai.
Kedua pria beda generasi itu keluar dari ruangan itu, kemudian tak lama datang seorang pria berbaju hitam dengan wajah sangar.
Diam-diam tangan Vara kini terlepas, saat dia berbicara pada Dimas tadi. Kemudian mata Vara melirik ke arah garpu berkarat di sampingnya.
"Jangan banyak bertingkah!" gertak pria itu dengan wajah mengintimidasi.
Vara mengangguk polos, saat pria itu berbalik untuk bermain dengan ponselnya. Dengan cepat Vara mengambil garpu berkarat itu.
Kesalahan kalian adalah terlalu meremehkan anak kecil! batin Vara menyeringai.
Saat penculik itu merasa lengah, Vara dengan cepat menyerang titik vital menggunakan ujung garpu yang dia selipkan sebelumnya. Serangan itu cukup untuk membuat penculik terjatuh.
Jleb!
Brugh!
Vara dengan cepat menutup mulut pria itu, agar tidak terdengar oleh penjaga di luar sana.
"Cih! Dacal bodoh! Kau tellalu melemehkan anak kecil," ujar Vara menendang tubuh pria yang tergeletak itu.
"Dih! Ini lidah juga, kapan cih gak cadel?!" rutuk Vara memukul bibirnya.
Sambil mencari peluang untuk keluar, Vara memanfaatkan kemampuan hacking-nya. Dengan alat sederhana yang dia buat dari komponen kecil dalam mainannya yang ikut terbawa, dia berhasil memancarkan sinyal lokasi ke ponsel kakeknya.
Sedangkan Dimas, dia berada di ruangan lain. Terlihat pria paruh baya itu sedang menelfon seseorang.
"Kau pikir cucumu itu aman, Anggara? Sekarang, kau akan tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang berharga!" ujar Dimas saat panggilannya tersambung.
Tuan Anggara dengan rahang mengeras, menjawabnya, "Jangan macam-macam, Dimas. Jika kau menyakiti Vara, aku tidak akan memaafkanmu," ujarnya dingin.
Dimas terkekeh sinis. "Kau pikir aku takut? Kalau kau tidak mentransfer uang itu, jangan harap dia kembali!"
Tuan Anggara merasa geram. "Kau pikir aku akan tunduk pada ancaman? Tunggu saja, aku akan mencarimu!"
Sementara itu, di perusahaan Prameswari, setelah menutup telfonnya. Tuan Anggara menerima sinyal aneh yang langsung dikenali sebagai kode rahasia.
"Ini dari Vara. Dia mengirimkan lokasi," ujar Tuan Anggara cepat.
Leonardo Vincent, seorang CEO dingin sekaligus mafia yang juga menyukai Selvira, mendengar percakapan itu.
Bersama Brian Vale, sahabat Selvira sekaligus pengusaha terkaya di Asia, mereka segera bergerak menuju lokasi.
"Kami akan segera kesana!" ucap Leonardo dingin.
"Aku ikut!" sahut Selvira merasa khawatir.
"Tidak! Kamu langsung ke mansion saja," tolak tuan Anggara.
"Tapi Pa—"
"Selvira! Dengarkan Papa, Dimas orang yang nekat. Kita juga tidak tahu seberapa bahayanya disana," ujar Tuan Anggara menjelaskan.
"Baiklah!" Selvira mengangguk lesu.
"Kami berjanji, akan membawa Vara pulang dengan selamat. Lagipula, Dominic akan marah jika calon istri masa depannya hilang," ujar Brian mencoba mencairkan suasana.
Selvira menatap sahabat dan Leon. "Aku mengandalkan kalian!"
Dua pria tampan itu mengangguk. "Tentu!"