NovelToon NovelToon
Apocalypse (Bertahan Di Hari Terakhir Umat Manusia)

Apocalypse (Bertahan Di Hari Terakhir Umat Manusia)

Status: tamat
Genre:Tamat / Spiritual / Zombie / Epik Petualangan / Perperangan / Anime / Penyelamat
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Baby samuel

Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Samuel mati?! pengorbanan Samuel !

Kabut malam yang dingin kembali turun, menyelimuti kota dalam keheningan yang mencekam. Samuel, Darius, dan Lara melanjutkan perjalanan menuju benteng perlindungan yang tampak di kejauhan. Perjalanan yang tampak begitu dekat saat matahari masih bersinar kini terasa seperti jarak yang tak berujung. Keletihan dan keputusasaan mengendap di setiap langkah mereka, sementara rasa takut tak henti-hentinya mengintai.

Scrappy, anjing setia yang selalu berjalan di dekat Samuel, mengendus-ngendus tanah, sesekali melirik ke arah Lara yang tertatih-tatih di belakang. Darius menatap Lara sekilas dengan tatapan jengkel, merasa bahwa langkah mereka diperlambat oleh kehadirannya. Namun, Samuel yang berada di depan tetap melangkah dengan tegas, memperhatikan setiap sudut gelap di sekitar mereka.

“Sam…,” Lara akhirnya bersuara, suaranya lemah dan terdengar jelas mengandung rasa takut, “apa kita bisa berhenti sejenak? Kakiku... sulit rasanya untuk terus berjalan.”

Darius menggeram, tak bisa lagi menahan kekesalannya. “Berhenti lagi? Kau tahu, Lara, kita tidak bisa terus-menerus berhenti. Setiap kali kita melambat, setiap detik yang kita habiskan di tempat yang sama, bahaya semakin dekat!” ucapnya dengan nada keras, membuat suasana semakin tegang.

Samuel menahan diri untuk tidak membalas dengan nada yang sama. Alih-alih, ia menghela napas panjang dan menoleh ke arah Lara dengan penuh pengertian. “Kita bisa berhenti sebentar. Hanya beberapa menit,” jawabnya lembut. Tatapan Samuel mengisyaratkan ketenangan, meski ia sadar Darius merasa terganggu.

Mereka mencari sudut gelap di bawah puing sebuah bangunan roboh. Samuel, yang selalu menjadi yang pertama berjaga, memastikan sekeliling mereka aman sebelum mengisyaratkan pada yang lain untuk duduk. Darius hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, duduk dengan wajah yang masih diliputi rasa frustrasi. Lara terdiam, tampak bersalah namun juga merasa tak mampu menolak keinginan untuk beristirahat.

Setelah beberapa saat beristirahat dalam keheningan, tiba-tiba terdengar suara berderak dari arah belakang. Samuel langsung bangkit, mengangkat tombak kayunya dengan cepat, bersiap menghadapi ancaman apapun. Darius menyusul, menghunuskan pisau belatinya, siap bertarung.

Dari balik reruntuhan, bayangan hitam besar muncul, bergerak perlahan namun pasti mendekati mereka. Mata mereka langsung menyipit, mengenali sosok yang mengintai: zombie mutasi yang sangat mereka takutkan, dengan tubuh besar dan kekuatan yang mengerikan. Dengan setiap langkah, tanah seolah bergetar, sementara suara gemeretak tulang dan daging yang melilit membuat bulu kuduk berdiri.

Darius mengutuk di bawah napasnya. “Sial… makhluk itu lagi. Kita harus segera kabur!” Namun, saat dia menoleh ke arah Lara, dia tahu mereka tidak mungkin bisa lari cukup cepat. Lara terlihat pucat, tubuhnya gemetar, dan napasnya tersengal.

Samuel menyadari kondisi mereka yang tidak menguntungkan. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi makhluk itu. Samuel menoleh pada Darius, memberikan tatapan tegas. “Aku akan menarik perhatiannya. Bawa Lara menjauh dari sini!”

Darius terkejut, menatap Samuel dengan rasa tidak percaya. “Kau gila? Makhluk itu bisa membunuhmu dalam sekejap!”

“Tidak ada waktu, Darius!” jawab Samuel cepat. “Jika kita semua bertarung, kita tidak akan punya kesempatan. Aku bisa mengalihkan perhatiannya cukup lama agar kalian bisa kabur. Percayalah padaku!”

Ada perdebatan singkat dalam benak Darius. Ia enggan meninggalkan Samuel, tetapi ia juga tahu bahwa Samuel mungkin adalah satu-satunya yang cukup cepat untuk melakukan taktik seperti ini. Setelah beberapa detik penuh keraguan, akhirnya Darius mengangguk. Ia menghela napas dalam-dalam, lalu menarik Lara dengan lembut namun tegas.

“Lari, Lara! Ayo!” Darius membimbing Lara menjauh, sementara Samuel berbalik menghadapi zombie mutasi itu.

Samuel maju dengan penuh keberanian, menggenggam tombak kayunya dengan erat. Ketika ia mendekat, ia menatap langsung ke mata makhluk itu, menyadari betapa mengerikan dan buasnya sosok di depannya. Tetapi di balik itu semua, ia tahu ia harus bertahan cukup lama untuk memberi waktu pada Darius dan Lara.

Dengan gerakan cepat, Samuel mengayunkan tombaknya, menusuk langsung ke arah kepala makhluk itu. Serangan tersebut hanya membuat zombie mutasi itu mundur sedikit, namun cukup untuk membuatnya mengalihkan perhatian dari Darius dan Lara. Samuel terus mengayunkan tombak, melakukan yang terbaik untuk menghindari cengkeraman mematikan makhluk itu. Tiap serangan terasa seperti usaha yang nyaris mustahil, namun Samuel tidak berhenti. Ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara.

Sementara itu, Darius dan Lara berlari menjauh, sesekali menoleh untuk melihat Samuel yang masih bertarung sendirian melawan makhluk itu. Rasa bersalah dan kekaguman mulai menyelimuti Darius, yang akhirnya menyadari keberanian luar biasa yang dimiliki Samuel. Di hatinya, ia tahu bahwa jika bukan karena pengorbanan Samuel, mereka semua mungkin sudah mati.

Dari kejauhan, Darius menyaksikan saat Samuel terkena hantaman keras dari zombie mutasi itu, membuatnya terlempar hingga tubuhnya menghantam tanah dengan keras. Meskipun terlihat sekarat, Samuel berusaha bangkit, menahan sakit dan tetap melawan dengan seluruh kekuatannya.

“Tidak, Sam!” Darius berteriak, hatinya bergemuruh melihat Samuel yang terus berjuang meski tubuhnya hampir tak lagi kuat berdiri.

Dalam hati, Darius tahu bahwa ia tidak bisa terus meninggalkan Samuel. Pengorbanan ini menunjukkan padanya sesuatu yang selama ini ia abaikan: keberanian, kebijaksanaan, dan pengorbanan yang dimiliki Samuel sebagai seorang pemimpin. Samuel bukan hanya berani—ia tahu bagaimana melindungi orang-orang yang bersamanya, bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Darius melepaskan genggamannya dari Lara dan berlari kembali ke arah Samuel. “Aku tidak akan meninggalkanmu, Sam!”

Namun, ketika Darius mendekat, Samuel, dengan sisa-sisa kekuatannya, berteriak, “Jangan! Bawa Lara ke tempat aman, Darius! Itulah yang terpenting sekarang!”

Tatapan mereka bertemu, dan untuk pertama kalinya, Darius benar-benar memahami nilai dari pengorbanan Samuel. Ia menyadari bahwa Samuel adalah orang yang jauh lebih pantas memimpin daripada dirinya. Seluruh rasa ego dan keras kepalanya selama ini hancur ketika ia melihat keberanian Samuel yang nyaris tak kenal takut.

Namun, Darius tahu ia juga harus bertindak. Dengan sebuah keputusan cepat, ia menarik tombak tambahan yang ada di punggungnya dan berlari ke arah zombie mutasi itu. Bersama dengan Samuel, mereka menyerang makhluk itu secara bersamaan, berusaha melemahkannya dari berbagai sisi. Pertarungan sengit berlangsung, suara senjata dan erangan makhluk tersebut memenuhi udara malam.

Pada satu momen, ketika zombie mutasi itu berfokus pada Darius, Samuel, meski dengan tubuh yang penuh luka dan hampir tak sanggup berdiri, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyerang dengan sisa tenaganya. Dengan sebuah tusukan terakhir yang penuh tenaga, ia berhasil melukai zombie itu cukup dalam hingga akhirnya makhluk itu terhuyung dan tumbang.

Namun, harga yang harus ia bayar sangat besar. Tubuh Samuel terjatuh, napasnya tersengal, darah mengalir dari luka-lukanya. Darius bergegas mendekat, menahan tubuh Samuel yang hampir tak sadarkan diri.

“Sam, bertahanlah! Kau telah menyelamatkan kita… kau… kau adalah pemimpin yang layak bagi kita semua,” bisik Darius, suaranya bergetar.

Samuel, meski dengan pandangan yang mulai kabur, tersenyum lemah. “Kau akhirnya mengerti, Darius… kita hanya bisa bertahan jika kita saling mendukung… bukan dengan saling menjatuhkan…”

Darius mengangguk, merasa air matanya menggenang. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasakan kehilangan yang dalam, menyadari bahwa selama ini ia telah meremehkan sosok yang sebenarnya telah memberi begitu banyak untuk kelompok mereka.

“Maafkan aku, Sam,” ucap Darius lirih, suaranya penuh penyesalan. “Aku tak pernah menghargaimu. Tapi mulai sekarang, aku bersumpah… aku akan mengikuti semua yang kau katakan.”

Samuel tersenyum samar. Dengan sisa tenaganya, ia meraih bahu Darius, genggamannya lemah namun penuh makna. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mengandung banyak hal yang tak terucapkan. Samuel mencoba berkata sesuatu, namun suaranya begitu lemah hingga hampir tak terdengar. Dengan napas yang berat, ia akhirnya berhasil berkata, “Jaga… mereka, Darius. Lakukan yang terbaik… untuk semua orang. Jangan ulangi… kesalahan yang sama.”

Darius mengangguk dengan tekad, memahami sepenuhnya maksud Samuel. "Aku berjanji, Sam," ucapnya, suaranya terdengar lebih dalam, lebih mantap. Ia menatap Samuel dengan hormat yang tulus, untuk pertama kalinya menyadari bahwa ia berada di hadapan seseorang yang telah mengajarinya banyak hal, bahkan tanpa mengucapkan satu kata pun tentang kepemimpinan atau keberanian.

Samuel tersenyum samar, dan dengan napas terakhirnya yang terdengar lirih, matanya perlahan menutup, tubuhnya melemah, terkulai di pelukan Darius. Darius merasakan emosi yang begitu kuat menguasainya, sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia menyadari sepenuhnya bahwa selama ini ia terlalu keras kepala, terlalu angkuh untuk mengakui kebaikan orang lain.

Namun, seolah takdir memberikan kesempatan kedua, Samuel tetap bernafas, meski lemah. Darius segera beraksi, menyadari bahwa Samuel masih memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Dengan cepat, ia menenangkan Lara yang sudah mulai menangis dan memimpin mereka menuju tempat aman terdekat yang bisa ia temukan, membawa Samuel dengan hati-hati.

Sepanjang perjalanan, pikiran Darius terus dipenuhi dengan perasaan bersalah, tetapi juga tekad baru. Ia tahu bahwa pengorbanan Samuel bukan hanya sekadar untuk menyelamatkan mereka malam ini, melainkan juga untuk memberi mereka pelajaran berharga. Dan malam itu, dalam keheningan yang hanya diiringi derap langkah mereka, Darius akhirnya memahami bahwa Samuel bukan sekadar rekan—ia adalah sosok pemimpin yang layak mereka ikuti.

1
Mia
Excelente
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!