Menjadi wanita gemuk, selalu di hina oleh orang sekitarnya. Menjadi bahan olok-olokan bahkan dia mati dalam keadaan yang mengenaskan. Lengkap sekali hidupnya untuk dikatakan hancur.
Namanya Alena Arganta, seorang Putri dari Duke Arganta yang baik hati. Dia dibesarkan dengan kasih sayang yang melimpah. Hingga membuat sosok Alena yang baik justru mudah dimanfaatkan oleh orang-orang.
Di usianya yang ke 20 tahun dia menjadi seorang Putri Mahkota, dan menikah dengan Pangeran Mahkota saat usianya 24 tahun. Namun di balik kedok cinta sang Pangeran, tersirat siasat licik pria itu untuk menghancurkan keluarga Arganta.
Hingga kebaikan hati Alena akhirnya dimanfaatkan dengan mudah dengan iming-iming cinta, hingga membuat dia berhasil menjadi Raja dan memb*antai seluruh Arganta yang ada, termasuk istrinya sendiri, Alena Arganta.
Tak disangka, Alena yang mati di bawah pisau penggal, kini hidup kembali ke waktu di mana dia belum menjadi Putri Mahkota.
Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rzone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Nyaman
“Ya begitulah, terkadang seorang wanita harus menahan sakit agar terlihat cantik. Mereka mengenakan sepatu cantik yang nyatanya akan menyakiti kaki mereka sampai lecet, namun bila seorang Putri Bangsawan sepertiku mengenakan pakaian biasa saja, maka aku juga harus mempertaruhkan reputasi keluargaku di depan publik. Selain itu korset dan sangkar burung ini juga sangat menyiksa kaum perempuan. Dari mulai sulit bernafas dan juga sulit bergerak.” Alena bicara panjang lebar, dia juga memang merasakan sesak di bagian tubuhnya. Saat ini mungkin tidak separah dulu saat dia masih gemuk. Para pelayan biasanya menarik tapi korset dengan sangat kencang hingga membuat penggunanya bahkan kesulitan bernafas.
Alena juga menunjuk penyangga roknya yang membuat rok mengembang itu, Alena memang menyebutnya sebagai sangkar burung karena memang se-merepotkan itu bagi Alena.
Sedangkan Mattias kini tertegun, dia memperhatikan wajah Alena yang berbicara seolah tengah mencurahkan isi hatinya, Mattias senang namun dia juga merasa iba pada Alena.
Alena nampak menyipitkan matanya, melihat setiap sudut wajah Mattias yang nampak aneh. Namun tersirat kekhawatiran dalam wajah pria itu.
“Saya tidak merasa terbebani, bila memang saya melakukan hal yang dapat merugikan anda. Ah maksud saya kamu, saya akan, ah aku akan siap memotong lidah ku agar aku tak dapat bicara lagi.” Ucap Mattias, Alena terkejut saat Mattias tiba-tiba menunduk di hadapannya.
“Apa ini sangat sakit?” Mattias membuka sarung tangannya dan menyentuh kaki Alena, Alena tertegun melihat wajah Mattias yang nampak begitu khawatir, namun juga sangat tampan. Perasaan aneh menggeliat dalam hati Alena, perasaan yang tak pernah dia rasakan pada orang lain sebelumnya.
Rasa percaya dan ingin menerima lebih banyak perhatian, namun juga perasaan serakah seolah ingin menguasai seluruh bagian dari tubuh Mattias kini hinggap di hati Alena. Alena menggelengkan kepalanya, dia tak boleh memikirkan hal semacam itu dan membuat Mattias merasa tidak nyaman terhadapnya.
“Pelayan!” Teriak Mattias, Alena langsung menutup mulut Mattias saat akan kembali berteriak. Sontak kedua bola mata mereka bertemu, mereka saling bersitatap dan merasakan hal yang sulit dijelaskan.
Tangan Alena yang menempel di bibir Mattias juga membuat perasaan Mattias seolah berbunga, namun juga ada perasaan hangat yang menggeliat dan menginginkan hal lainnya. Aroma harum yang tercium dari tangan Alena juga mampu membuat Mattias seolah terhipnotis dan mengikuti apapun yang dilakukan Alena.
“Apa yang kau lakukan! Apa kau mau mati ya!” Pekik Alena menarik lengan Mattias sekaligus membawa sepatunya yang berada di bawah meja. Dia membawa Mattias ke dalam salah satu kamar di taman tersebut dan seorang pelayan tiba-tiba masuk.
Alena tanpa sadar langsung mengungkung tubuh Mattias, dia menekan Mattias untuk tetap terhimpit di antara kaca dan juga Alena, Mattias memerhatikan Alena yang kini seolah tengah memeluknya. Nafasnya tertahan kala itu, dia seolah kehilangan udara untuk bernafas dan yang dia rasakan hanya detak jantung yang seolah melompat-lompat tak tentu arah.
“Shuuut! Jangan berisik.” Bisik Alena menutup bibirnya sendiri dengan jari telunjuk, namun kini Alena sadar bila jarak di antara mereka sangat dekat. Mata Alena membulat, dia dengan jelas mendengar detak jantung Mattias yang begitu keras.
Pelayan yang masuk nampak celingukan dan kembali keluar, karena tak ada siapapun di sana. Alhasil Alena juga langsung mundur dan mereka berdua menjadi canggung seketika.
“Maafkan saya, m-maksud saya i-itu a-apa ya? Saya tidak bermaksud melakukan hal itu, sungguh. Saya hanya ingin bersembunyi saja, maafkan saya.” Gugup Alena, Mattias tertegun dan sedetik kemudian dia tertawa lepas.
“Hahahaha, saya hampir saja jantungan. Saya pikir anda akan marah pada saya karena memanggil Pelayan, namun nyatanya anda mengkhawatirkan hal lainnya ya?” Mattias sedikit lebih menundukkan wajahnya agar wajah dirinya dan Alena menjadi sejajar.
“Bagaimana bila saya berharap yang lain itu?” Tanya Mattias, Alena membelalakkan matanya dan mencubit lengan Mattias.
“AW!” Alena berteriak kesakitan, karena daripada mencubit Mattias dia kini justru kesakitan karena tangan pria itu lebih keras dibandingkan batu.
“Hahahah, anda menggemaskan sekali.” Tawa Mattias meledak saat melihat ekspresi Alena yang kesal.
“Kemari lah, saya ingin menunjukkan sedikit sihir pada anda.” Mattias meminta Alena untuk duduk di tepi ranjang, Alena menurut.
Mattias menunduk di hadapan Alena dan menyentuh kaki Alena, suasana kembali hangat. Entah mengapa mereka jadi terhanyut dalam ruangan itu, Mattias tengah fokus menatap kaki Alena. Sedangkan Alena kini fokus menatap Mattias.
“Pejamkan matamu Alena.” Pinta Mattias mengangkat wajahnya, hingga mata mereka kini bertemu. Alhasil semburat merah kini terukir di kedua pipi Alena.
“B-baiklah, memangnya apa yang akan anda lakukan membuat orang penasaran saja.” Gugup Alena sembari memalingkan wajahnya dan menutup pipinya dengan tangan akibat memerah.
Sedangkan Mattias juga berubah gugup dan merasakan hawa panas menjalari tubuhnya, bahkan telinga dan kedua pipinya juga ikut menghangat saat itu.
“Saya ingin melakukan sihir pada anda, sebagai teman. Kita harus merahasiakan tentang diri masing-masing bukan? Bila hanya anda yang memberi tahu diri anda saja, itu seolah tidak adil bagi saya. Setidaknya, bila saya membohongi anda, bisa saja anda juga membocorkan rahasia saya.” Mattias mengulurkan tangannya, dia mengambil beberapa ramuan dan mengompres kaki Alena, Alena merasakan kakinya yang sejuk.
Alena membuka matanya, Mattias juga nampak tersenyum dan memperlihatkan kaki Alena yang diperban dengan baik. Alena tersenyum dan membelakangi tubuh Mattias.
“Mattias, bisa bantu aku melepaskan tali korset ini? Ini sangat menyiksa tau!” Alena menunjuk ke bagian pinggangnya, di mana ada sebuah tali yang mengikat korset dan juga membuatnya tidak nyaman.
“Hem,” Jawab Mattias, dia melepaskan tali tersebut dan akhirnya terdengar helaan nafas lega dari Alena, Mattias tersenyum saat keduanya sudah dalam posisi nyaman satu sama lain.
“Dari mana kamu belajar pengobatan?” Tanya Alena menatap kakinya yang benar-benar terasa nyaman.
“Dari Kakek,” Jawab Mattias singkat, Alena menganggukkan kepalanya mengerti, keduanya kembali membisu sejenak.
“Apa sejak kecil anda selalu seperti ini?” Tanya Mattias, melihat Alena yang nampak sangat nyaman saat itu.
“Tentu saja, sejak kecil aku ini adalah anak kesayangan kedua orang tuaku tau. Makanya aku berubah gemuk, padahal gadis gemuk itukan menggemaskan. Tapi tetap saja, saat menginjak dewasa semua itu tak lagi terlihat imut.” Ucap Alena, Mattias mengangguk faham.
“Saya juga demikian, saat masih kecil saya adalah anak kesayangan Ayah dan Ibu, saya mewarisi gelar Pangeran Mahkota sejak awal saya lahir. Namun aku merasa berat dengan beban sebesar itu, aku memilih menjadi cucu dari Kakek ku saja dan menjalani kehidupan sebagai Bangsawan.” Mattias ikut bercerita, Alena tersenyum. Meski mereka masih menggunakan bahasa campuran antara formal dan non formal, namun keduanya kini lebih nyaman bercerita antara satu sama lain.
Keduanya akhirnya mulai bercerita tentang masa kecil mereka, dari mulai hal yang membahagiakan hingga hal paling menyedihkan di mana keduanya kehilangan ibu mereka saat masih kecil. Bahkan tanpa sadar Alena juga menangis dan tertidur.
Sedangkan Mattias tidak mudah tidur begitu saja, melihat Alena yang nampak damai tanpa siaga membuatnya merasa tenang. Namun juga merasa tak enak hati, karena dia sendiri adalah pria biasa, pria normal yang mungkin bisa khilaf.
“Anda sangat tidak waspada ya, Alena.” Bisik Mattias, sedangkan sejak awal Alena sendiri tak begitu memperdulikan tentang Mattias yang mungkin akan macam-macam pada tubuhnya.
Meskipun pria itu macam-macam, Mattias bukanlah pria seba*jin*gan itu hingga akan membuat Alena terluka dan menjadi aib keluarga. Alena yakin, karena saat di kehidupan sebelumnya hanya Mattias yang rela mati bersama dengannya.
“M-mattias?” Gumam Alena dalam tidurnya, Mattias tertegun saat menyadari namanya disebut dalam tidur Alena.
“Saya disini, tenanglah.” Mattias mengusap rambut Alena agar wanita itu menjadi tenang dan merasa nyaman. Wanita yang memanggil namanya dalam tidur, apa itu artinya?