Hyuna Isvara, seorang wanita berusia 29 tahun yang bekerja sebagai seorang koki di salah satu restoran.
4 tahun menjalani biduk rumah tangga bersama dengan Aksa Dharmendra, tidak juga diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Namun, kehidupan rumah tangga mereka tetap bahagia karena Aksa tidak pernah menuntut tentang anak dari Hyuna.
Akan tetapi, kebahagiaan mereka sedikit demi sedikit menghilang sejak Aksa mengenalkan seorang wanita kepada Hyuna tepat di hari annyversary mereka.
Siapakah wanita yang Aksa kenalkan pada Hyuna?
Bagaimanakah rumah tangga mereka selanjutnya?
Yuk, ikuti kisah Hyuna yang penuh dengan perjuangan dan air mata!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13. Berselimut Luka.
Hyuna sudah sampai di rumah dan saat ini sedang duduk di atas ranjang, sementara Ruby juga ikut bersamanya karena tidak tega membiarkan dia sendirian.
Hyuna merebahkan tubuhnya dan meringkuk di atas ranjang. Air mata kembali menetes dari kedua matanya, dengan hati yang kian remuk redam.
Ingatan demi ingatan yang terjadi siang tadi terus berputar-putar dalam kepalanya. Ingin sekali dia menghapus semua ingatan itu, karena sungguh dia tidak sanggup lagi untuk menahannya.
"Kenapa kau tega melakukan semua ini padaku, mas? Kenapa kau menikahinya dan mengkhianatiku?" Isak tangis terdengar lirih membuat Ruby yang ada di luar kamar ikut merasa terpukul.
Jendela kamar yang tidak tertutup membuat semilir angin masuk menerpa tubuh Hyuna. Rasa dingin menusuk sampai ke tulang, tetapi tidak membuatnya bergerak dari ranjang.
Suasana sepi semakin membuat hati Hyuna menjadi hening. Dalam setiap tangisannya tersimpan luka yang teramat dalam. Kedukaan yang sedang dia rasakan saat ini terasa membelit jiwa dan raganya, hingga membuatnya tidak tahu lagi ke mana arah dan tujuan.
Suara gemuruh menggelegar dilangit membuat tetes demi tetes air hujan turun membasahi bumi. Sepertinya alam juga ikut menangis dengan nasib malang yang menimpa Hyuna, hingga dunia ini sudah tidak ada lagi artinya.
Hyuna lalu melihat ke arah luar jendela di mana hujan turun dengan deras. Kakinya lalu beranjak turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar.
Ruby yang sedang duduk di ruang keluarga terkejut saat melihat Hyuna, dengan cepat dia menghampiri wanita itu.
"Mbak mau ke mana?" Ruby mencekal tangan Hyuna membuat wanita itu menoleh ke arahnya.
"Mbak mau keluar sebentar, Ruby,"
"Apa, keluar?" Pekik Ruby. "Tidak-tidak. Saat ini hujannya sangat daras, Mbak. Bagaimana bisa Mbak keluar?"
Hyuna menggelengkan kepalanya lalu menepis tangan Ruby. Dia lalu kembali melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah tanpa menghiraukan ucapan wanita itu.
"Mbak!"
Hyuna berdiri tepat di halaman depan rumahnya. Hujan deras mengguyur seluruh tubuhnya hingga basah kuyup, tetapi dia tidak peduli dan tetap berdiri di sana.
Dia mendonggakkan kepalanya menghadap ke langit. Kedua matanya terpejam dengan tangan menyentuh dada yang masih saja berdenyut sakit.
"Ya Allah, aku mohon hapuslah luka yang ada dihatiku melalui hujan ini. Hapus juga ingatanku tentang semua yang terjadi, aku benar-benar tidak sanggup. Aku tidak sanggup."
Bruk.
Tubuh Hyuna bersimpuh di tanah karena kedua kakinya terasa lemas. "Seperti Engkau menurunkan hujan untuk memberi kehidupan bagi para tanaman, aku mohon seperti itu jugalah Kau turunkan hujan ini untuk membasuh lukaku. Menghilangkan segala rasa sakit, derita, dan air mata yang sedang aku rasakan. Aku mohon."
Hyuna terus terisak di bawah guyuran air hujan yang terus turun dengan deras, membuat Ruby merasa tidak tahan.
"Sekali ini saja, sekali ini saja aku ingin mengeluh padamu, ya Allah. Apakah aku terlalu lemah hingga tidak sanggup menahan semua derita? Atau aku terlalu buruk hingga semua kemalangan menyapa? Aku tidak tau, aku tidak tau bagaimana hidupku setelah ini. Tapi aku yakin esok Kau akan memberikan cahaya padaku, ya Allah. Biarlah malam ini aku mengarungi gelapnya luka, hingga tak mampu untuk bernapas."
Ruby segera berlari ke arah Hyuna dengan membawa payung dan bergegas mengajak wanita itu untuk kembali ke rumah.
Hyuna mendongakkan kepalanya dan menatap Ruby dengan sendu. "Terima kasih, Ruby. Terima kasih karna ada di sini bersamaku."
Air mata Ruby langsung mengalir deras saat mendengar ucapan Hyuna, tetapi dia harus segera membawa wanita itu sebelum sakit.
Ruby membawa Hyuna ke dalam kamar dan segera menyiapkan air hangat untuk wanita itu. Dia lalu membantu Hyuna mandi, membersihkan seluruh tubuhnya agar tidak terkena demam.
Setelah selesai, Ruby membantu Hyuna memakai pakaian yang tebal agar tidak merasa dingin. Lalu dia menyuruh kakak iparnya itu untuk berbaring di atas ranjang.
"Aku akan membuatkan sup agar tubuh Mbak terasa hangat, jadi Mbak istirahat saja."
Hyuna tersenyum. "Itu tidak perlu, Ruby. Sekarang pergilah istirahat, kau pasti lelah seharian ini sudah menjaga mbak."
Ruby menggelengkan kepalanya dan tetap akan membuatkan sup untuk Hyuna. Dia lalu beranjak keluar dan menutup pintu kamar itu.
Hyuna menghela napas kasar, dia lalu mencoba untuk memejamkan kedua matanya untuk tidur.
"Kau wanita kuat dan hebat, Hyuna. Sudah cukup menangisnya, air matamu terlalu berharga untuk orang-orang yang sudah menyakitimu."
Hyuna mencoba untuk menguatkan diri sendiri, hingga akhirnya dia terlelap dan masuk ke dalam alam mimpi.
Pada saat yang sama, di tempat lain terlihat Aksa sedang mondar-mandir di dalam kamar. Dia ingin sekali menemui Hyuna, tetapi saat ini hujannya sangat deras.
"Ayo kita tidur, Sayang!" ajak Laura yang sudah duduk di atas ranjang. Dia memakai lingerie berwarna hitam yang menampakkan seluruh lekuk tubuhnya, karena memang ingin menggoda sang suami.
"Kau tidur duluan aja, Laura. Aku belum ngantuk."
Laura tersenyum lalu beranjak mendekati Aksa. "Kenapa kau gelisah seperti itu? Malam ini 'kan, malam pertama kita, Sayang. Lihat, bukankah suasana malam ini sangat pas sekali untuk bercinta?"
Aksa berdecak kesal saat mendengar ucapan wanita itu. "Aku sudah bilang untuk memberitahukan semuanya pada Hyuna, bukan. Sekarang lihat, dia pasti sangat marah padaku."
Laura menatap Aksa dengan tajam, bisa-bisanya saat ini laki-laki itu malah memikirkan tentang Hyuna.
"Apa kau pikir Mbak Hyuna akan mengizinkanmu untuk menikahiku? Tidak, Aksa. Dia tidak akan mengizinkannya."
"Tapi seenggaknya dia tidak terlalu terpukul seperti ini, Laura. Aku menikah denganmu juga karna desakan ibu."
Laura terkesiap saat nendengarnya. "Jadi maksudmu, kau menikah denganku hanya karena kemauan ibumu, hah?"
Aksa mengusap wajahnya dengan kasar. "Memangnya apa lagi?"
"Kau jangan lupa, Aksa. Selama ini kau juga menikmati kebersaan kita, kau bahkan merasa puas dengan semua pelayananku. Jadi jangan merasa terpaksa dengan pernikahan ini, karena kau sendirilah yang sudah membuka jalannya."
•
•
•
Tbc.