Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Menyusun Rencana untuk Mengumpulkan Sekutu
Pangeran Ji-Woon menatap Aluna dengan sorot mata penuh ketulusan. Meskipun mungkin tak sepenuhnya memahami maksud dari semua yang tersirat dalam ucapan Aluna. Setidaknya, untuk saat ini, Aluna tahu bahwa perhatian dan kesetiaan Pangeran masih sepenuhnya menjadi miliknya.
Aluna pun dengan lembut bertanya tentang keadaan Kang-Ji, seolah berusaha menunjukkan perhatian tanpa meninggalkan rasa hormat pada keluarga istana. Di dalam hatinya, Aluna mulai menghitung waktu. Usia kehamilan Kang-Ji baru dua bulan. Jika semua berjalan seperti dalam novelnya, masih ada lima bulan tersisa sebelum kejadian tragis itu terjadi. Lima bulan untuk menemukan cara mengubah takdirnya—menghindarkan Seo-Rin dari kehancuran yang dituliskannya sendiri.
Mendengar pertanyaan Aluna, Pangeran Ji-Woon menjelaskan bahwa Kang-Ji masih berada dalam kondisi yang kurang sehat. Kehamilannya rapuh, dan tabib istana merekomendasikan perawatan ekstra. Ia pun meminta maaf pada Aluna, mengatakan bahwa untuk sementara waktu ia mungkin akan jarang berkunjung ke paviliunnya karena harus merawat Kang-Ji, sesuai permintaan sang Ratu yang ingin memastikan cucunya lahir dengan selamat.
Aluna tersenyum tipis, menampakkan senyum terbaik yang bisa ia tunjukkan di tengah perasaannya yang bercampur aduk. “Tentu saja, Yang Mulia. Aku mendukung sepenuhnya keputusan Ratu dan kebijakan Anda untuk kebaikan keluarga kerajaan,” ucapnya dengan lembut.
Melihat ketulusan dalam senyum itu, Pangeran Ji-Woon merasa bangga dan tersentuh oleh kebesaran hati Aluna—atau, lebih tepatnya, wanita yang ia kenal sebagai Seo-Rin. Di tengah suasana hati yang mulai bergejolak, Aluna menyadari bahwa ia perlu menyusun rencana yang matang. Waktu terus berjalan, dan ia tak ingin takdir pahit yang dituliskannya sendiri menjemputnya.
Ia hanya berharap, lima bulan ke depan, akan memberinya kesempatan untuk mengubah takdir dan menjaga apa yang kini telah menjadi miliknya.
*
Setelah kembali ke paviliun, Aluna duduk merenung dalam keheningan yang hanya diisi suara angin yang berembus lembut. Pikirannya terus berputar, mengingat peristiwa demi peristiwa dalam novel yang ia tulis. Lima bulan adalah waktu yang singkat. Sementara itu, ambisi besar dan pengaruh dari orang-orang di istana akan terus menguji batas dirinya.
Aluna menarik napas dalam, menenangkan hatinya. Ia sadar, tekadnya kali ini harus lebih kuat daripada sebelumnya. Keputusannya untuk mengubah alur kisah hidupnya tidak akan mudah, apalagi bila harus menghadapi orang-orang kuat di dalam istana, termasuk Kang-Ji, yang kini memiliki dukungan penuh dari Ratu.
Hari-hari berikutnya Aluna lewati dengan kewaspadaan yang tinggi. Ia mulai menyusun langkah-langkah kecil untuk mempersiapkan segala kemungkinan. Mulai dari menjaga kesehatannya agar kondisi kehamilannya tetap stabil, hingga mencari dukungan yang bisa ia andalkan di istana. Aluna tahu bahwa jika ia ingin bertahan dan melindungi masa depannya, ia tidak bisa sendirian.
Pada suatu pagi, ketika sedang menunggu tabib datang untuk pemeriksaan rutin, ia dipanggil oleh salah satu pelayan. Pelayan itu menyampaikan bahwa salah satu selir senior, Selir Jung, mengirimkan undangan untuk Aluna. Selir Jung adalah sosok yang dihormati di istana, seorang wanita bijaksana yang dulunya juga pernah menjadi selir Raja. Meski tak lagi berpengaruh besar, Selir Jung dikenal memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman dalam intrik-intrik istana.
Aluna menerima undangan itu dengan hati-hati, merasakan bahwa Selir Jung mungkin bisa menjadi sekutu yang penting. Namun, di sisi lain, ia tahu bahwa bertemu dengannya berarti memasuki wilayah yang lebih rumit dan berisiko.
Keesokan harinya, Aluna mempersiapkan diri dan menemui Selir Jung di paviliunnya yang tenang, terletak agak jauh dari pusat istana. Ketika mereka akhirnya duduk berhadapan, Selir Jung menyambutnya dengan senyum lembut namun penuh arti.
"Seo-Rin," panggil Selir Jung dengan nada lembut namun tegas, "saya sudah mendengar banyak tentangmu. Juga, saya tahu bagaimana keadaanmu kini." Selir Jung menatap tajam ke arah Aluna, seolah mencoba membaca setiap detil dari wajahnya.
Aluna menahan napas, mencoba menjaga ketenangannya. "Hormat saya, Selir Jung. Saya merasa terhormat atas undangan Anda. Namun, jika boleh saya tahu, apakah ada sesuatu yang membuat Anda tertarik mengundang saya hari ini?"
Selir Jung tersenyum samar, lalu mengangguk kecil. "Aku mengundangmu bukan hanya karena rasa penasaran, melainkan karena aku melihat kesungguhan di dalam dirimu. Aku tahu seperti apa kehidupan di istana ini, dan aku tahu tantangan yang akan kau hadapi semakin berat seiring berjalannya waktu, terutama jika … Kang-Ji melahirkan."
Perkataan Selir Jung membuat Aluna tersentak, namun ia berusaha tetap tenang. Dalam hati, ia tahu bahwa orang-orang di istana ini sudah mulai melihat dirinya sebagai ancaman potensial, dan mungkin Kang-Ji akan semakin mengincarnya jika kondisinya melemah atau gagal mengamankan posisinya sebagai ibu dari pewaris takhta.
Selir Jung melanjutkan dengan nada penuh pengertian. "Aku dulu pernah berada di posisimu, Seo-Rin. Merasa dikelilingi oleh orang-orang yang lebih berpengalaman, yang siap menjatuhkan setiap saat mereka merasa terancam. Namun, jika kau ingin bertahan dan melindungi apa yang kau miliki saat ini, kau perlu belajar satu hal."
"Apa itu, Yang Mulia?" tanya Aluna dengan saksama.
"Kekuatanmu bukan hanya datang dari posisimu sebagai ibu dari calon pewaris takhta," ucap Selir Jung tajam, "tetapi juga dari aliansi. Kau harus pintar memilih orang-orang yang bisa kau percayai dan memanfaatkannya dengan bijaksana. Dan, kau harus lebih dari sekadar selir yang baik. Kau harus cerdas dan penuh perhitungan."
Aluna mendengarkan dengan penuh perhatian, setiap nasihat Selir Jung terasa seperti jawaban atas pertanyaannya selama ini. Meski dia menganggap dirinya sebagai Seo-Rin, karakter dalam novel yang ia ciptakan sendiri, Aluna tahu kini ia harus menjadi lebih dari itu. Di sinilah kesempatan baginya untuk menulis ulang takdir Seo-Rin, bahkan jika itu berarti harus mengubah dirinya sendiri.
Di tengah percakapan mereka, Aluna merasakan sesuatu yang baru dalam hatinya—keberanian yang selama ini belum pernah ia rasakan. Kini, ia mulai membayangkan berbagai kemungkinan yang dapat ia gunakan untuk mengubah arah cerita.
Selir Jung melanjutkan, "Dan ingatlah, Seo-Rin, bahwa di istana ini, tidak ada yang benar-benar setia kecuali mereka yang memiliki tujuan yang sama. Kau harus bisa melihat siapa yang sebenarnya bisa kau percayai dan siapa yang hanya berpura-pura. Jika kau ingin mempertahankan posisi dan masa depan anakmu, kau harus bermain dengan bijak."
Aluna menunduk dengan sopan, mengangguk paham. Dia tahu, setiap kata dari Selir Jung adalah nasihat berharga yang lahir dari pengalaman pahit. Namun, jauh di dalam hatinya, ada perasaan cemas yang terus mengusik. Seberapa banyak yang harus dia korbankan untuk melindungi anak dan dirinya sendiri? Seberapa jauh dia sanggup bertahan dalam intrik istana yang licik ini?
Selir Jung menatapnya dengan tatapan penuh arti. "Aku melihat dirimu berbeda dari yang lain, Seo-Rin. Kau tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki hati yang baik. Sayangnya, kelembutan hati itu bisa menjadi kelemahan besar di tempat seperti ini. Aku harap kau bisa menguatkan dirimu. Jika suatu saat kau butuh bantuan atau nasihat, jangan ragu untuk datang padaku."
Aluna tersenyum tipis, mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Selir Jung. Nasihat dan dukungan dari wanita ini seakan memberi secercah cahaya dalam perjalanan panjangnya yang penuh ketidakpastian. Meski rasa takut masih bersemayam, perlahan-lahan ia mulai merasakan kepercayaan diri yang tumbuh.
Setelah pertemuan itu, Aluna kembali ke paviliunnya dengan tekad yang lebih kuat. Dia tahu bahwa mengandalkan nasib saja tidak akan cukup. Dia harus mulai merencanakan langkahnya dengan cermat, mulai mencari sekutu di antara orang-orang istana yang mungkin bisa membantunya. Aluna sadar, jika dia ingin mengubah nasib Seo-Rin, dia harus belajar menjadi seseorang yang lebih berani dan strategis.
Keesokan harinya, dia memutuskan untuk mulai dengan orang-orang yang ada di dekatnya—para pelayan yang setia, pengawal yang sering berjaga di sekitar paviliun, serta tabib istana yang rutin memeriksanya. Satu per satu, ia memperhatikan siapa saja yang bisa dia percayai, mengamati siapa yang menunjukkan kesetiaan sejati dan siapa yang tampak terlalu cerdik untuk bisa dipercaya.
Bersambung >>>