Seorang pemuda biasa saja yang sama sekali tidak menonjol namun pintar dan bercita cita menjadi dokter, tiba tiba di datangi oleh hantu teman sekelasnya yang cantik, indigo dan terkenal sebagai detektif di sekolahnya dari masa depan. Menurut sang hantu, dirinya akan meninggal 50 hari dari sekarang dan dia minta tolong sang pemuda menjaga dirinya yang masih hidup.
Sang pemuda menjadi bingung karena gadis teman sekelasnya sebenarnya ingin mengusir hantu adik kembar sang pemuda yang selalu duduk di pundaknya. Akhirnya karena dia tidak mau melihat teman sekelasnya meninggal dan dia sendiri juga menaruh hati kepada sang gadis, akhirnya dia memutuskan untuk membantu. Di mulailah petualangan mereka mengungkap dalang di balik kematian sang gadis yang ternyata melibatkan sebuah sindikat besar yang jahat.
Keduanya menjadi pasangan detektif dan asisten yang memecahkan banyak kasus sambil mencari informasi tetang sindikat itu.
Mohon komen dan likenya ya, terima kasih sudah membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Ketika sampai di rumah sakit dan setelah memarkir motor, keduanya masuk melalui pintu depan tapi mereka langsung bersembunyi karena banyak polisi yang berjaga di lobby rumah sakit.
“Nah kan, apa ku bilang,” ujar Tino.
“Hmm....kalau gitu gampang, ayo ikut aku,” ujar Amelia.
Amelia langsung menarik tangan Tino dan membawanya melewati polisi sambil bergandengan tangan sehingga terlihat seperti sepasang sejoli yang sedang berkunjung ke rumah sakit untuk mengunjungi kerabatnya. Mereka dengan mudah melewati polisi yang berjaga dan akhirnya sampai di depan lift, “ting,” lift terbuka, keduanya langsung masuk ke dalam.
“Ok sekarang kemana ?” tanya Tino.
“Hmm icu, lantai 2,” jawab Amelia sambil menekan tombol lantai 2 di panel.
“Hmm ok, tapi icu bukannya ada beberapa ruangan dan cuman di batasi oleh gorden ya di dalam sebuah bangsal, gimana cari nya ?” tanya Tino.
“Cari yang banyak polisi nya, udah jelas mereka menjaga si Hendra kan, kecuali ada pasien vvip selain si Hendra, seperti pejabat,” jawab Amelia.
“Ok ok, asal hati hati aja,” ujar Tino.
“Serahkan pada ku,” balas Amelia.
“Ting,” pintu lift terbuka, kemudian keduanya keluar. Tepan di depan mereka adalah ruangan icu dan keduanya mengintip ke dalam melalui pintu. Ketika sedang mengintip,
“Hmm ? itu bukannya si Hendra ya ?” tanya Tino.
“Mana ?” tanya Amelia.
“Itu...di depan,” jawab Tino menunjuk ke dalam jendela di pintu.
Amelia bernjinjit melihat ke dalam, ternyata yang di katakan Tino benar, terlihat seorang siswa sma yang masih memakai seragam putih abu abu terlihat sedang kebingungan di dalam bangsal icu, tapi ketika Amelia melihatnya dengan seksama, dia langsung tahu kalau Hendra yang terlihat itu bukanlah Hendra yang sebenarnya, tapi tubuh astral Hendra yang keluar dari tubuh fana nya.
“Hmmm tubuh astral rupanya, berarti dia masih hidup, email itu bohong,” ujar Amelia.
“Hah kamu tau dari mana ?” tanya Tino.
“Kamu lihat ada tali yang panjang ke masuk dalam gorden ?” tanya Amelia.
Tino memicingkan matanya, ternyata memang ada semacam tali yang panjang terhubung dengan tubuh Hendra yang terlihat kebingungan dengan wajah ketakutan di depannya dan masuk ke dalam ruang yang di tutup gorden di tambah ada seorang polisi yang mengenakan masker berjaga di depan gorden.
“Itu namanya tubuh astral, dengan kata lain karena kondisinya kritis, dia keluar dari dalam tubuhnya dan karena belum meninggal, dia masih terhubung dengan tubuhnya,” ujar Amelia.
“Ok mengerti, trus dia bisa ngomong ?” tanya Tino.
“Tubuh astral kayak gitu, hitungannya sama kayak hantu, ga bisa ngomong tapi bisa kasih isyarat,” jawab Amelia.
Tino sedikit kaget mendengar ucapan Amelia, dia melirik melihat Mei dan May yang duduk dengan setia di pundaknya,
“Hmm...kalau di pikir pikir Mei dan May memang tidak pernah ngomong sih (menoleh melihat hantu Amelia dari masa depan) tapi kenapa yang itu ngomong, apa dia aneh sendiri ya atau karena waktu hidup dia indigo ya, aneh,” ujar Tino dalam hati.
“Kenapa lo ngeliatin gue ?” tanya hantu Amelia.
“Nah kan ngomong, ga tau ah gue,” ujar Tino dalam hati.
Tiba tiba Amelia meletakkan tangannya di pintu dan hendak mendorong pintunya untuk masuk ke dalam. Tapi Tino langsung memegang tangannya,
“Kenapa ?” tanya Amelia.
“Kamu mau masuk dan ngomong ama Hendra ?” tanya Tino.
“Iya, kalau di sentuh mungkin aku bisa tahu apa yang mau dia katakan,” jawab Amelia.
“Hmm gini aja, hantu sama hantu bisa ngobrol ga ?” tanya Tino.
“Ga tau sih, tapi logika aja, manusia bisa ngomong ama manusia doang, mungkin hantu juga gitu,” jawab Amelia.
“Ok, demi mengurangi resiko, ijinkan aku mencoba,” ujar Tino.
Tino langsung menoleh melihat May di pundaknya kemudian dia mengangkat tangannya ke hadapan May agar May menoleh melihat dirinya,
“May, masuk dan tanya dia, suruh dia cerita semuanya ya,” ujar Tino.
Wajah May langsung ceria seakan akan mengatakan “siap bos,” tangannya yang kecil terangkat memberi hormat pada Tino dan kemudian dia langsung melesat masuk menembus pintu. Dari balik pintu, Tino dan Amelia bisa melihat kalau May yang melayang sedang mengajak Hendra yang terlihat seperti orang yang sedang curhat. Tak lama kemudian, May kembali namun dia langsung menuju hantu Amelia dari masa depan dan membisikinya, terlihat hantu Amelia dari masa depan mengangguk angguk dan menyimak dengan serius, kemudian hantu Amelia mendekat ke Tino dan membisikinya, setelah selesai,
“Hmm ternyata begitu,” ujar Tino berpikir.
“Apa katanya ?” tanya Amelia.
“Apa yang di katakan pak Ardi benar, kalau dia terjatuh karena menyerang pacarnya yang bernama Indah Sulastri, tapi yang di katakan pak Ardi soal halusinasinya keliru, dia benar berhalusinasi, tapi yang di lihat oleh dirinya bukanlah sosok ayah nya yang selingkuh dengan Indah, melainkan sosok pria yang memberikan narkoba itu padanya melalui Indah yang selingkuh dengan pria itu, dia di tangkap oleh pria itu dan di cekoki narkoba jenis baru dalam kemasan kapsul itu atas permintaan Indah,” ujar Tino.
“Hmm berarti pak Ardi berbohong soal halusinasinya ya ?” tanya Amelia.
“Tidak tidak, ada lagi, menurut Hendra yang memberitahu soal halusinasi nya adalah Indah di depan dirinya ketika mereka di atap walau saat itu dia dalam kondisi setengah sadar, itulah alasan dia menyerang Indah karena dia sangat menyayangi ayahnya,” jawab Tino.
“Jadi pada saat dia jatuh, dia tidak berhalusinasi ?” tanya Amelia.
“Tidak, dia mengatakan dia berhalusinasi, tapi yang terlihat sosok pria yang dia sendiri tidak tahu namanya dan memakai jas hitam, Indah terlibat dengan pria itu dan dia yang mengedarkan narkoba itu di sekolah melalui Indah,” jawab Tino.
“Wow hebat sekali, bisa katakan selengkapnya pada saya dan bagaimana cara kalian mendapat informasi itu ?” tanya seorang pria di belakang mereka.
“Deg,” Tino dan Amelia saling melihat satu sama lain karena mereka mengenal suara di belakang mereka. Dengan perlahan keduanya menoleh ke belakang dan melihat Ardi yang mengalungkan lencana nya sedang berdiri dengan gagah di belakang mereka sambil bertolak pinggang dan tersenyum lebar,
“Bukankah kemarin sudah saya sudah katakan jangan terlibat ? sekarang kalian berdua bisa ikut saya ? saya mau dengar lebih detail penjelasan kamu dan jangan coba coba lari ya,” ujar Ardi sambil menunjuk wajah Tino.
“I..iya pak,” ujar Tino dan Amelia lemas.
Ardi merangkul Tino dan Amelia dari belakang kemudian mendorong mereka ke lift, setelah sampai di bawah, dia mendorong keduanya keluar dari lobby rumah sakit dan membawanya ke sebuah mobil van milik polisi. Tino dan Amelia di masukkan kedalam mobil, kemudian Ardi juga masuk ke dalam dan menyuruh polisi yang di dalam keluar untuk berjaga jaga.
“Nah di sini tidak akan ada yang mendengar kita, silahkan di mulai penjelasannya,” ujar Ardi santai sambil menatap Tino dan Amelia.
“Uh....jadi gini pak,”
Karena tidak ada pilihan lagi, Tino menceritakan semua yang dia ceritakan pada Amelia di dalam, Ardi yang mendengarnya terlihat berpikir sampai dahinya berkerut.
“Baik, berarti ada tiga poin di sini, pertama narkoba itu di kemas dalam kemasan kapsul, kedua Indah, pacar Hendra terlibat dan ketiga Hendra di tangkap dan di cekoki bukan atas kemauan sendiri, benar ?” tanya Ardi.
“Be...benar pak,” jawab Tino terbata.
“Tapi kenapa di email di tulis dia overdosis pak ?” tanya Amelia.
“Itu karena kita mau melihat reaksi yang memberikan Hendra narkoba, tapi rupanya kalian sudah tahu duluan ya, padahal saya baru mencurigai pacar Hendra yang bernama Indah itu, makanya saya wanti wanti supaya kalian tidak bilang ke dia kalau Hendra masih hidup, benar kan,” jawab Ardi.
“Kan, aku bilang juga apa, makanya jangan terlalu nafsu,” ujar Tino.
“Maaf, kamu rupanya benar hehe,” balas Amelia.
“Tapi saya kecewa, ternyata yang terpancing datang ke rumah sakit malah kalian ya,” ujar Ardi.
“Maaf pak, ada satu yang mau ku pastikan,” ujar Tino.
“Silahkan,” balas Ardi.
“Soal halusinasi Hendra, apa Hendra mengatakan sesuatu ketika di atap ?” tanya Tino.
“Tidak, Hendra hanya menunjuk Indah selingkuh dan Indah yang mengatakan semuanya pada saya soal halusinasinya,” jawab Ardi.
“Oh..ok pak, terima kasih, berarti benar,” ujar Tino.
“Lalu bagaimana kalian bisa dapat informasi itu dalam kondisi Hendra yang tidak bisa di ajak bicara ?” tanya Ardi.
Tino dan Amelia langsung menunduk dan melirik satu sama lain, mereka mulai berkeringat dan mulai saling membenturkan lutut agar salah satu berbicara. Akhirnya Ardi memegang pundak keduanya,
“Ya sudah, detektif punya metode masing masing, tidak perlu kalian katakan pada saya, tapi untuk terakhir kalinya, saya mohon dengan sangat, kalian jangan terlibat lebih dalam lagi karena ini sangat berbahaya, klian mengerti ?” tanya Ardi.
“Baik pak,” jawab Amelia dan Tino.
“Ok, kalian boleh pergi dan jangan masuk lagi, untuk sekali ini saya lepaskan, tapi sekali lagi saya bertemu kalian di tkp, kalian saya tahan ya,” balas Ardi.
“Baik pak,” balas Amelia dan Tino.
Setelah itu, keduanya di perbolehkan keluar dari mobil dan di giring ke tempat parkir motor oleh seorang polisi atas perintah Ardi, begitu menaiki motor, Tino memegang setang, tangannya gemetar dan dia memegang tangannya agar berhenti gemetar. Setelah itu, dia baru bisa mengendalikan dirinya dan mengendarai motornya keluar dari tempat parkir membonceng Amelia. Setelah sudah cukup jauh, Tino berhenti,
“Ada apa Tin ?” tanya Amelia.
“Serius Mel, aku takut setengah mati, sori ya, tarik nafas dulu,” jawab Tino.
“Hmm...aku bisa tebak, ada kata kata pak Ardi yang tidak sesuai dengan apa yang di katakan Hendra, benar ?” tanya Amelia.
“Ya, benar, itu yang membuat ku takut,” ujar Tino.
“Pertanyaan mu tadi itu ya ?” tanya Amelia.
“Ya, yang di lihat Hendra ketika dia berhalusinasi dan untung saja Mei memperingati ku sehingga aku bertanya,” ujar Tino.
“Apa yang di katakan Hendra ?” tanya Amelia.
“Hendra yang melihat Ardi bersama dengan Indah, melihat Ardi mirip seperti salah satu pria yang ada di tempat dia di cekoki sebelum Indah mengatakan halusinasi Hendra pada Ardi dan yang mencekoki Hendra tidak hanya satu orang melainkan tiga orang berpakaian serba hitam, dua pria, satu terlihat seperti anak kuliah atau baru lulus kuliah, satu terlihat sudah sangat dewasa dan satu wanita yang kira kira seumuran kita,” jawab Tino.
“Hmm menarik, untung kamu belum cerita pas di icu dan kedengeran dia,” ujar Amelia tersenyum lebar dengan mata berbinar.
“Itu karena Mei dan May kasih tau (padahal yang kasih tau hantu dia di masa depan sampe teriak di kuping gue),” balas Tino.
“Sip, gue di jamin koit, bagus Tino,” ujar hantu Amelia dari masa depan sambil mengacungkan ibu jarinya dan terlihat marah.
“Hik baru sehari aja gue udah pengen pensiun jadi asisten,” ujar Tino dalam hati.