Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cahaya di Ujung Terowongan
Setelah sukses dengan acara perayaan satu tahun, Anis dan Fina merasakan semangat baru yang mengalir dalam diri mereka. Mereka berkomitmen untuk terus merayakan cinta, tidak hanya di Taman Kenangan, tetapi juga dengan menjangkau komunitas yang lebih luas. Namun, meskipun semuanya berjalan baik, ada hal lain yang mengganggu pikiran Anis—perasaan ada yang belum selesai dalam dirinya.
Selama beberapa minggu terakhir, Anis sering merasa seperti ada yang mengawasi. Hal ini membuatnya merasa cemas dan tidak nyaman. Meskipun dia berusaha untuk mengabaikan perasaan itu, keraguan terus menghantuinya. Ada kalanya dia merasa seolah-olah dia bisa mendengar bisikan di telinganya, suara lembut yang seolah memanggilnya untuk kembali ke rumah nenek.
Suatu malam, saat Fina sedang menghabiskan waktu di rumah, Anis memutuskan untuk pergi ke Taman Kenangan sendirian. Dia merasa perlu menemukan ketenangan dan memahami perasaan aneh yang menghantuinya. Saat tiba di sana, suasana sunyi dan tenang menyambutnya. Hanya ada suara desiran angin dan kicauan burung malam.
Dia berjalan menyusuri jalan setapak yang telah dilalui ratusan kali sebelumnya. Taman itu terlihat indah dalam cahaya bulan, dan aroma bunga yang segar memenuhi udara. Anis duduk di bangku kayu di bawah pohon besar, merasakan angin malam yang sejuk.
“Kenapa aku merasa seperti ini?” Anis bergumam pada dirinya sendiri. Dia memejamkan mata, berusaha merasakan ketenangan yang selalu dia inginkan. Namun, alih-alih tenang, pikiran-pikirannya berputar-putar, membawa kembali kenangan masa lalu.
Saat Anis merenung, tiba-tiba dia mendengar suara lembut memanggil namanya. “Anis…” Suara itu familiar dan sekaligus misterius. Dia membuka mata, terkejut melihat sosok samar di antara pepohonan.
Hati Anis berdebar kencang, tetapi rasa ingin tahunya mengalahkan ketakutannya. Dengan langkah hati-hati, dia mendekati sosok tersebut. Saat semakin dekat, Anis mengenali wajah neneknya. “Nenek?” tanyanya, suaranya bergetar.
“Nak, aku di sini,” jawab nenek dengan senyuman lembut, wajahnya terlihat bersinar di bawah cahaya bulan. “Aku sudah menunggumu.”
Anis merasakan campuran antara bahagia dan bingung. “Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa aku merasa kau memanggilku?”
Nenek menatapnya dengan penuh kasih. “Aku ingin berbicara denganmu. Ada hal-hal yang perlu kau ketahui, hal-hal yang belum kau pahami.”
Anis merasa jantungnya berdegup kencang. “Tentang apa, Nenek? Apakah ini tentang cinta? Atau tentang Rudi?”
Nenek mengangguk. “Keduanya. Cinta bukan hanya tentang kebersamaan, tetapi juga tentang memahami dan menerima kehilangan. Aku ingin kau tahu bahwa cinta sejati akan selalu ada, meski fisik seseorang tidak bersamamu lagi.”
Air mata mengalir di pipi Anis. “Tapi aku merasa kehilanganmu setiap hari. Bagaimana aku bisa terus hidup tanpa cinta yang ada di hatiku?”
Nenek tersenyum dengan lembut. “Cinta itu tidak akan pernah mati. Ia hidup di dalam dirimu, di dalam setiap langkah yang kau ambil dan setiap keputusan yang kau buat. Dan aku ingin kau meneruskan cinta ini, tidak hanya untukku, tetapi juga untuk dirimu sendiri.”
Anis merasa terenyuh. “Tapi bagaimana caranya, Nenek? Kadang aku merasa terjebak dalam kenangan dan tidak bisa melanjutkan hidup.”
Nenek mengulurkan tangan, seolah ingin memeluknya. “Anis, ingatlah bahwa setiap cinta memiliki jalannya sendiri. Ada saatnya untuk mengenang, ada saatnya untuk melanjutkan. Jangan takut untuk membuka hatimu bagi cinta baru. Setiap orang yang kau cintai akan membentuk dirimu, dan cinta yang kau berikan akan selalu kembali padamu.”
“Apakah kau ingin aku menemukan cinta baru?” Anis bertanya, hatinya bergetar penuh harapan dan keraguan.
“Cinta itu tidak akan menghianati. Ia akan memberimu kekuatan dan membuatmu lebih kuat. Jangan biarkan ketakutan menghalangimu,” jawab nenek dengan lembut. “Aku akan selalu ada di sisimu, nak. Ketahuilah, setiap langkah yang kau ambil akan membuatku bangga.”
Anis merasakan rasa lega yang luar biasa. Dia merasa seolah beban di pundaknya terangkat, dan perasaan berat yang selama ini mengganggu pikirannya mulai menghilang. “Terima kasih, Nenek. Aku akan berusaha untuk membuka hati dan mencari cinta yang baru.”
“Baiklah, sekarang ingatlah untuk tidak melupakan kenangan kita. Ayo, kita rayakan cinta ini bersama-sama,” kata nenek dengan penuh semangat.
Tiba-tiba, sosok nenek mulai memudar, seolah ditelan oleh bayangan malam. “Nenek! Jangan pergi!” teriak Anis, panik. Namun, nenek hanya tersenyum dan melambaikan tangan, seolah berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Anis terbangun dari lamunannya, mendapati dirinya masih duduk di bangku taman, dikelilingi oleh kesunyian malam. Namun, hatinya kini dipenuhi dengan harapan baru. Dia tahu bahwa nenek telah memberikan arahan yang jelas tentang bagaimana melanjutkan hidup.
Keesokan harinya, Anis mengajak Fina untuk berbicara. Dia ingin membagikan pengalamannya semalam dan bagaimana dia merasa terinspirasi untuk menemukan cinta baru. Fina mendengarkan dengan seksama, terpesona oleh cerita Anis tentang pertemuannya dengan nenek.
“Aku merasa nenek memberiku izin untuk melanjutkan hidup dan membuka hati untuk cinta baru,” kata Anis dengan penuh semangat.
“Ini luar biasa, Anis! Aku sangat senang mendengarnya. Kau pantas mendapatkan cinta yang bahagia. Kita bisa mencari kesempatan untuk bertemu dengan orang baru, bisa melalui acara yang kita selenggarakan atau kegiatan komunitas lainnya,” Fina menjawab dengan antusiasme yang sama.
Anis merasa senang melihat dukungan Fina. “Mungkin kita bisa mengundang lebih banyak orang ke acara berikutnya dan menciptakan suasana di mana orang-orang bisa saling mengenal satu sama lain.”
Fina menyetujui rencana itu, dan mereka segera mulai menyiapkan acara yang lebih besar. Kali ini, mereka memutuskan untuk menambahkan elemen interaktif, di mana peserta bisa saling berbagi cerita dan memperkenalkan diri. Mereka juga menyiapkan permainan dan aktivitas yang mendorong keterlibatan setiap orang.
Saat hari acara tiba, taman dipenuhi dengan orang-orang yang bersukacita. Suasana ceria membuat Anis merasa lebih percaya diri. Dia melihat sekeliling, mencoba untuk mengenali wajah-wajah baru, dan membuka diri untuk kemungkinan baru.
Di tengah acara, Anis bertemu seorang pemuda bernama Arman. Dia adalah seorang seniman lokal yang sangat berbakat dan penuh semangat. Mereka mulai mengobrol, dan Anis merasa ada ketertarikan yang kuat antara mereka. Arman berbagi cerita tentang perjalanan seninya dan bagaimana dia menemukan inspirasi dari cinta dan kehilangan dalam hidupnya.
“Cinta selalu menjadi sumber inspirasi terbesarku,” kata Arman dengan penuh percaya diri. “Saya percaya bahwa setiap hubungan, meskipun berakhir, meninggalkan jejak yang indah dalam hidup kita.”
Anis merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Arman. Dia merasa terhubung dengan pemuda ini dalam cara yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Dalam perjalanan mereka berbagi cerita, Anis merasakan kekuatan baru dalam dirinya.
Hari itu berlanjut dengan tawa, musik, dan kisah-kisah cinta yang mengalir. Anis merasa semakin nyaman dengan kehadiran Arman, dan mereka terus mengobrol hingga malam tiba. Di tengah keramaian, mereka menemukan momen-momen tenang untuk saling mengenal lebih dalam.
Saat acara berakhir dan orang-orang mulai pulang, Arman menghampiri Anis. “Aku sangat senang bisa berbicara denganmu hari ini. Apakah kamu ingin melanjutkan percakapan kita di tempat lain? Mungkin kita bisa bertemu lagi?”
Hati Anis berdebar bahagia. “Ya, aku akan sangat senang. Mungkin kita bisa bertemu di kafe minggu depan?”
Arman tersenyum lebar. “Itu ide yang bagus. Aku menantikan untuk berbicara lebih banyak denganmu.”
Sejak hari itu, Anis merasa seolah hidupnya mulai berubah. Dia tidak hanya menemukan kembali semangat cinta dalam dirinya, tetapi juga seorang teman baru yang membuat hatinya berbunga-bunga. Arman membawa angin segar ke dalam hidupnya, dan setiap kali mereka bertemu, Anis merasa lebih hidup dan bersemangat.
Satu bulan kemudian, saat Anis dan Arman semakin akrab, mereka memutuskan untuk bersama-sama mengadakan acara lain di Taman Kenangan. Kali ini, mereka ingin menampilkan seni dan kreativitas, serta merayakan cinta dalam berbagai bentuk—cinta antara teman, keluarga, dan pasangan.
Mereka merencanakan pameran seni yang