Novel ini adalah novel fiktif yang dipenugi cerita kocak, serius, peperangan, perebutan kekuasaan, penuh misteri, kalimat-kalimat bijak dengan alur cerita yang akan membuka misteri satu persatu.
Tokoh Utama bernama Satriya dan Permata yang keduanya adalah ahli pedang tak terkalahkan.
Bagaimana cerita lengkapnya?
Siapa Satriya itu?
Seberapa besar kekuatan Satriya dan Permata?
Jangan sampai ketinggalan untuk selalu membaca novel ini
Novel ini akan di update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Pemberontakan di Kerajaan Sono Keling
“Sepertinya sekaranglah waktunya kita menyerbu kerajaan ini, dan menghabisi seluruh keturunan raja”. Kata Adipati yang bernama Pangiri
“Bagaimana dengan pangeran kesatu, kedua dan ketiga, begitu juga dengan puteri Permata yang saat ini sedang diamankan di perguruang Pedang langit?”. Pertanyaan itu keluar dari mulut seorang tua berjenggot putih panjang, memakai baju penghageng (Penggede) kerajaan Sono Keling Yang bernama Wurawari
“Itu yang jadi masalah besar kita, pangeran pertama sudah menguasai kekuatan yang sangat besar dan mempunyai dukungan dari kerajaan Biru Langit, pangeran kedua seorang ahli strategi peperangan, sedangkan pangeran ketiga sudah mulai menguasai alkemia, ilmu pengobatannya sudah lumayan hebat juga, tuan puteri Permata, aku sendiri masih belum tahu apa kelebihan dia?”. Jawab Pangiri
“Dari ketiga pangeran itu, siapa yang menjadi putra mahkotanya?”. Tanya Wurawari kembali.
“Tuan lebih tahu siapa dia?”.
“Baiklah putra mahkota akan menjadi urusanku, kau urus pangeran-pangeran yang lain terlebih dahulu sebelum pemberontakan dilakukan”. Jawab Wurawari sambil mengusir Pangiri keluar dari ruangannya.
Didalam kerajaan
“Putra-putraku, kalian adalah penerus tahta selanjutnya, jangan sampai kalian bertengkar, apalagi hanya untuk memperebutkan tahta yang pada akhirnya akan ditinggalkan juga, kaliah harus tetap bersatu, jagalah adik perempuan kalian, aku dengar saat ini ada beberapa orang yang menginginkanku untuk turun tahta dengan paksa, kalian harus bisa menjaga diri kalian masing-masing, ayahmu ini, yang sudah semakin tua, tahta ini sudah tak berarti lagi untukku, mati sekarangpun bagiku sudahlah sangat siap”.
“Ayah, ayah jangan berkata seperti itu, kami berjanji akan selalu saling menjaga, siapapun yang akan menjadi raja selanjutnya, itu kami serahkan kepada titah raja nantinya”. Kata pangeran pertama yang bernama Airlangga
“Benar ayah, kami adalah anak-anakmu yang kau didik agar dapat memberikan manfaat untuk banyak orang, dan tidak di didik untuk menjadi seorang penguasa tanpa bisa menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan, ayah”. Kata pangeran kedua yang bernama Wijaya
“Jika kakak-kakakku telah berkata seperti itu, maka aku sebagai pangeran ketigapun akan menyerahkan semuanya kepada ayah, dan alangkah baiknya penyerahan kekuasaan dilakukan secepatnya, sebelum pemberontakan itu terjadi” kata pangeran ketiga yang bernama Arya Kelana.
“Baiklah, ingat ini baik-baik, kau Airlangga dank au Wijaya, malam ini pergilah ke kerajaan Biru langit untuk meminta bantuan keamanan kepada mereka, aku khawatir pemberontakan itu terjadi saat penyerahan tahta kerajaan ini nanti”. Kata raja Galapanca.
“Baiklah ayah!”.
Sementara disebuah kedai, terlihat Permata, Satriya dan Zuria sedang menunggu hidangan yang mereka pesan.
“Eh, dengar-dengar akan ada perebutan kekuasaan sebentar lagi, semoga saja tidak ada pemberontakan nantinya”. Kata salah satu pengunjung yang sedang duduk disebelah meja Permata
“Benar, aku dengar begitu, bagaimana nasib kerajaan ini nantinya, jika sosok yang memimpin selanjutnya adalah orang yang kejam terhadap rakyatnya sendiri?”. Tanya orang yang berada disampingnya.
“Ah sudahlah, kita sebagai rakyat kecil hanya bisa menjadi bidak catur para penguasa kerajaan saja, dan apa daya kita untuk melawan kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan selama ini?”. Jawab yang lainnya.
“Permata bukankah kau adalah puteri kerajaan?”. Bisik Satriya
“Benar, tapi aku tak peduli dengan keadaan dikerajaan itu, aku merasa aku sangat bodoh mengenai pemerintahan jadi aku mending hidup di perguruan Pedang langit saja”. Jawabnya sembari berbisik juga
“Lalu, jika pemberontak memang benar-benar membunuh ayahmu dan ibumu bagaimana? Bukankah mereka juga akan mengejarmu nanti? Agar kami tak dapat membalas dendam kepada mereka?”. Tanya Satriya dengan suara yang sangat pelan sekali.
“Tak tahu ah, aku tak khawatir jika aku berada disampingmu, kan kamu punya srigala jelek itu”. Kata Permata sambil menunjuk ea rah Zuria yang sedang memainkan jari-jarinya.
“Memangnya aku sebegitu berhargakah untuk hidupmu Permata?”. Tanya Satriya yang mulai medeknya lagi.
“Apa kau belum puas menerima tamparanku Satriya?”. Jawab Permata.
“Sudahlah, kita makan dulu hidangan ini, sepertinya rasanya sangat enak”. Kata Satriya yang langsung mengambil sepotong ayam bakar dan langsung melahapnya.
“Tuan, ternyata daging ayam yang dibakar rasanya lebih enak daripada daging mentah ya?”. Tanya Zuria yang mengagetkan Satriya dan Permata.
“Hah?”.
Di perguruan Pedang Langit.
Ki gede terlihat sedang memimpin sebuah rapat dengan beberapa guru beladiri disebuah ruangan yang luas.
“Kita harus mulai bersiap, sepertinya akan terjadi pertempuran sebentar lagi, kita harus bisa menjaga tuan puteri dari bahaya yang akan mendatanginya”. Kata ki Gede yang mulai membahas kabar pemberontakan yang akan terjadi sebentar lagi.
“Apa yang harus kami lakukan?”
“Kita harus mulai waspada, jika menemukan hal yang mencurigakan, laporkan langsung kepadaku”.
“Baik tuan!”.
“Bagaimana perkembangan murid-murid disini?”. Tanya ki Gede
“Mereka sudah mulai cukup kuat dan mulai menguasai ilmu pedang yang kami ajarkan tuan”. Jawab salah satu guru.
“Baiklah, tetaplah waspada, dang berhati-hatilah mulai saat ini, perkuat penjagaan siang dan malam”. Lanjut ki Gede
“Kalian boleh pergi sekarang”.
“Guruuuuuu”. Teriak Permata yang berlari menghampiri ki Gede sambil berlari
“Dubrak!!”. Kaki permata tersandung pintu dan membuatnya jatuh didepan ki Gede
“Pelan-pelan saja tuan puteri, ada apa berlarian begitu?”. Tanya ki Gede yang melihat liontin giok itu terjatuh ketanah dan mengambilnya.
“Paman guru, bukankah itu liontin milikku? Kenapa berada ditanganmu?”. Tanya Satriya dengan wajah kaget.
“Apa?, bagaimana bisa ini adalah milikmu?”.
“Itu liontin yang diberikan oleh ayahku, dan aku disuruh menyimpannya, tapi entah kenapa tiba-tiba menghilang dan ternyata ada ditanganmu, apakau kau menemukannya saat aku berlatih? Paman guru?”.
“Hey, itu liontinku, aku membelinya dari seorang kakek dipasar saat kita bertabrakan pertama kali”. Bentak Permata yang tidak mau liontinnya diakui oleh Satriya
“Sebentar paman guru, boleh aku memegangnya?”.
“Silahkan”.
Terlihat Satriya meneliti tiap ujung dari liontin itu.
“Ini benar-benar liontin kepunyaanku paman guru, aku pernah menggoresnya sedikit dibagian ini, dan lihatlah goresannya masih ada”. Kata Satriya sembari menunjukkan sebuah goresan yang bertuliskan satriya disana.
“Kenapa liontin ini ada ditangan satriya? Bukankah liontin ini….”. gumam ki Gede didalam hatinya.
“Sudah, sementara waktu liontin ini biar aku saja yang menyimpannya, besok kalian berdua pergilah ke kerajaan Biru Langit, dan temui temanku disana, bawalah surat ini”. Ki gede menyuruh Satriya dan Permata untuk pergi ke kerajaan Biru Langit untuk menyampaikan sebuah surat.
Didalam goa.
“Tuan, kerajaan Sono Keling saat ini sudah hampir saja bisa kita kuasai, tinggal satu langkah lagi, tapi harus sabar sebentar lagi, kita akan melakukan penyerbuan saat pelaksanaan penyerahan kekuasaan yang akan dilakukan dalam waktu lima belas hari kedepan”. Perkataan itu dikeluarkan oleh Wurawari yang ternyata sudah bekerja sama dengan aliran jahat untuk menggulingkan kekuasaan kerajaan saat ini.
“Baiklah, akan ku utus beberapa muridku untuk membantumu dalam pemberontakan lima belas hari lagi, jangan lupa dengan janjimu, jika pemberontakan ini berhasil, kau akan memberikan apapun kepadaku, asal putramu bisa menjadi raja!”. Bentak sosok tersebut yang ternyata adalah ketua aliran jahat yang bernama Bandit Gunung, dia bernama Lukawira.
“Pasti akan ku tepati tuan”. Kata WuraWari sembari pergi dari tempat itu.
“Orang tua ini benar-benar licik, aku harus berhati-hati dengan semua gerak geriknya”. Gumam Lukawira didalam hatinya.