Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat Terjatuh
Cahaya Mentari di pagi itu menyengat sampai ke persendian tulang. Hawa kota yang panas dan penuh dengan polusi. Sepanas hati milik Zumairah Alqonza. Wanita berumur 20 tahun itu sedang dilanda nestapa. Dalam pernikahannya yang baru lima bulan, suaminya telah mengucapkan talak tiga dan mengusirnya.
Sambil memasukkan barang-barang berupa pakaian dan keperluan pribadi, air matanya tumpah ruah tak terbendung. Hati mana yang kuat, jika dihina, diusir dan tiba-tiba diceraikan dengan alasan miskin dan tak cantik lagi. Hati Zumairah bagai tersayat-sayat oleh sembilu. Sedih, kesal, dendam menjadi satu padu. Namun, ia berusaha tegar dan harus melawan ketidakadilan tersebut.
Setengah jam kemudian, Zumairah telah selesai mengemasi barang-barang dan ia hendak pergi dari rumah neraka tersebut.
'Saya nggak akan memakai cincin ini lagi. Dan saya akan meninggalkan perhiasan yang diberikan oleh Mas Zaki. Tak perlu membawa barang pemberian orang busuk seperti dia!' batin Zuma.
Pakaian dan beberapa dokumen penting telah dikemasi dan dimasukkan ke dalam koper usang miliknya. Kini hanya menyisakan perhiasan yang diberikan sebagai mahar saat ikrar janji suci dulu.
Setelah semua beres, dengan langkah gontai ia menuju keluar rumah milik Zaki. Saat sampai di ruang tamu, terlihat Naura sedang berciuman mesra dengan Zaki.
"Apa lihat-lihat! Kamu iri ya kita mesra seperti ini!"
Tanpa malu Zaki dan Naura berciuman mesra di depan mantan istrinya yang hatinya sedang tercabik-cabik tak karuan. Naura tersenyum menyeringai, mengira Zumairah iri jika Naura bisa merebut Zaki darinya.
"Kalian bej*t! Cuih, buat apa saya iri dengan barang bekas! Makan tuh sisa-sisa sampah busuk!"
Sambil membawa koper, Zumairah menjawab ejekan dari Naura yang sedang memanas-manasi hati Zumairah agar terluka.
"Dasar kamu Zuma! Sudah miskin, sombong lagi. Pantesan kamu dibuang sama Mas Zaki yang gantengnya selangit ini? Dalam hati kamu iri 'kan? Saya memang sahabat dekatmu, Zuma! Tetapi karena saya cinta sama mas Zaki, apapum akan saya perjuangkan! Cepat pergi dari sini, ganggu acara kita berdua saja. Iya 'kan Mas?"
Naura semakin memperlihatkan kemesraan di depan Zuma yang masih berdiri di situ. Ia bergelayut manja dipundak Zaki yang sedang duduk saling berhadapan. Wanita itu sangat puas membuat Zuma sakit hati.
"Sudahlah, Ra. Biarkan dia pergi. Kalau kamu ladenin terus, istri jelekku nggak akan pergi. Biarkan ia pergi dan terlunta-lunta dijalanan."
Zaki sudah muak melihat Zumairah yang tidak segera pergi karena Zaki sudah dibutakan oleh keburukan dan hawa nafsu.
Tanpa mendengar olokan dari Zaki dan Naura, Zumairah langsung melangkahkan menuju luar rumahnya sambil membawa koper usangnya.
'Tuhan, saya harus ke mana ini. Tak ada tempat untuk berlabuh. Apa saya harus mengontrak di dekat sini ya? Tetapi saya malas bertemu Mas Zaki lagi. Jika pulang kampung, enggaklah apa kata Nini dan Mamakku, pasti mereka kecewa. Apalagi nanti gosip dari tetangga. Ah, saya harus mencari tempat lain.'
Zumairah menyusuri jalanan komplek dusun perumahan kota tersebut dengan sejuta kata di hatinya. Ia menoleh ke arah rumah mantan suaminya untuk yang terakhir kalinya namun, sang suami hanya sekedar menengok pun tidak. Mungkin Zaki dan Naura sudah terlena dalam biduk asmara yang terlarang.
Beberapa menit kemudian, Zuma berpapasan dengan ibu-ibu berperawakan tinggi dan kurus . Ibu-ibu itu sedang membawa sekeranjang belanjaan pertanda ia baru saja berbelanja di warung.
"Kamu mau ke mana Zum, kok bawa koper segala? Apa kamu mau pergi! Mukanya kusut banget? Apa lagi berantem ya sama Zaki?"
Ibu-ibu tersebut menginterogasi Zuma dan terlihat sangat penasaran.
"Saya mau menengok orang tua di kampung, Bu Genjreng. Kebetulan saya kangen sama mereka," jawab Zuma yang berbohong kepada tetangganya yang bernama Bu Genjreng.
"Oh. Kok sendirian? Nggak diantar sama Zaki? Dia 'kan punya mobil baru. Gimana sih, jadi istri polos banget? Minta diantar dong? Suami kaya, kamu malah tambah kucel aja."
Bu Genjreng memang ceplas-ceplos dan tidak suka dengan wanita yang selalu mengalah. Padahal bukannya mengalah, Zumairah dicerai dan diusir namun, masalah itu ia sembunyikan rapat-rapat dalam hatinya. Ia tak mau membuka aib suaminya sendiri walau suaminya sangat dzolim kepadanya.
"Enggak Bu. Mas Zaki ada acara sendiri tempat kerjanya. Saya takut mengganggu acaranya. Maaf, Bu Genjreng, waktu mau siang, saya pamit dulu."
Karena Zumairah tidak mau diinterogasi lebih dalam kepada tetangganya, ia ingin segera pergi dari dusun tersebut. Dusun tersebut, rasanya bagai neraka untuknya. Janji-janji manis dari mantan suami hanyalah biakan belaka. Waktu pun juga sudah terik.
"Dasar wanita bodoh. Mau-maunya pulang sendiri. Ah, malas berbicara sama kamu Zum!"
Karena Zumairah tak mengindahkan ucapan dari Bu Genjreng, ibu-ibu tersebut pergi melanjutkan perjalanan pulang sambil dongkol. Zumairah sudah terbiasa dibilang kucel oleh tetangganya. Dia sudah sering dihina tetangganya yang tidak suka.
Sepuluh menit kemudian, Zumairah keluar dari Dusun tersebut. Ia berada di bahu jalan raya. Sang Mentari mulai menaik hingga keringat membasahi dahi Zumairah karena terasa cuaca di hari itu terasa panas.
'Haduh, perutku lapar sekali. Kerongkongan ini juga sangat kehausan. Saya harus ke Rumah makan itu, saya harus melamar pekerjaan agar bisa mendapat uang untuk biaya hidup diri ini. Uang saya pas banget jika untuk membayar kontrakan.'
Zumairah tidak menyerah walau keadaannya sangat lemas dan sebenarnya ia butuh makan dan minum. Ia berjalan mendekati restoran bergaya elit tersebut. Siapa tahu pemilik warung makan itu mau menerima Zumairah bekerja di situ.
Sepuluh menit kemudian, ia memasuki restoran mewah tersebut dan menemui wanita seumurannya yang sedang berjaga di 'Stand'.
"Mbak, maaf. Saya mau bertanya. Apakah di sini masih membutuhkan lowongan kerja?"
Zumairah memberanikan diri melamar pekerjaan di situ karena siapa tahu beruntung.
"Mana surat lamaran pekerjaan kamu? Jika nggak ada, restoran ini nggak menerima. Karena di sini tuh karyawan yang bisa masuk harus memenuhi persyaratan. Kamu lebih baik pergi dari sini deh."
Karyawan wanita itu sangat sadis dan tidak menyukai jika Zumairah bekerja di situ entah mengapa. Dengan lesu ia berbalik dan berjalan menuju keluar dari restoran.
'Ternyata dibuang itu sangat menyakitkan, Tuhan, tolonglah hamba dalam kesulitan ini.'
Sambil berjalan, wanita malang itu meneteskan air mata karena hatinya sangat terluka. Jiwanya sangat tergoncang. Di mana lagi kali ini harus berlabuh?
Dengan langkah gontai ia semakin cepat berjalan karena perutnya sangat keroncongangan. Ia berencana ingin membeli makanan di luar sana yang lebih murah karena kantongnya hanya tipis tidak setebal saat ia masih bekerja di Pabrik dulu.
Brugh!
Pyar!
Karena Zumairah buru-buru, ia menabrak pria rupawan yang memakai kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam. Sepertinya ia sedang memakai pakaian dinas.
"Kamu nggak bisa jalan ya? Lihat, kemeja saya kena tumpahan minuman ini?"
Wajah pria itu memerah dan sepertinya marah karena kemejanya kena tumpahan minuman berwarna merah.
"Ma—maaf saya nggak sengaja. Saya buru-buru soalnya," jawab Zumairah sambil tertunduk karena takut melihat wajah pria itu yang teramat dingin.
"Kamu harus ganti kemeja saya! Ini kemeja pemberian dari mendiang mama! Tetapi kamu malah mengotorinya dengan noda!"
Pria itu meminta ganti rugi atas apa yang dilakukan oleh Zumairah. Karena kecerobohannya, Zumairah menjatuhkan gelas mahal dan menodai kemeja pria galak tersebut.
"Memangnya harga kemejanya berapa? Saya hanya mempunyai ini."
Karena Zumairah sangat takut dengan pria tersebut, ia langsung mengeluarkan seluruh isi dompet yang hanya tinggal satu juta. Uang tersebut ia berikan semua kepada Pria rupawan yang masih mengamati Zumairah.
Pria itu menganga ketika melihat kepolosan Zumairah yang rela memberikan seluruh uangnya kepada pria itu.
"Kamu ingin tahu harga kemeja ini? Sepuluh juta!"
Pria itu menjelaskan harga kemeja mahal tersebut. Yang pastinya, Zumairah tidak punya uang sebanyak itu.
"Apa? Sepuluh juta? Uang itu bisa saya gunakan untuk mengontrak rumah selama lima bulan dan membeli beras lima puluh karung, Tuan! Maaf, saya nggak ada uang segitu!"
Ia bingung seribu keliling karena harga kemejanya sangat mahal. Orang kecil seperti Zumairah, apalah daya bisa mengganti dengan uang. Ia hanya mempunyai air mata, kemampuan dan hati yang lembut.
demi harta sanggup berjual beli...tampa memikirkan perasaan anak....egois....tepi....adakah Arga akan bahagia...pasti saja tidak...Arga amat mencintai Zuma...walaupun demikian....Arga perlu bertegas pada Papa Wira Arga....bahawa kamu tetap dengan keputusan mu memilih Zuma....kebahagiaan adalah penting walaupun nama mu di coret dalam keluarga....bawa diri bersama Zuma ke tempat lain dan buktikan bahawa tanpa harta keluarga kamu boleh bahagia gitu..lanjut...