LUKA ITU PENYEBABNYA
"Kau yakin nak? Wanita seperti dia? Bukan maksud ayah merendahkannya, tetapi dia berasal dari strata sosial yang lebih rendah dari kita. Selama ini ayah dan ibu diam, karena mengira kau hanya sekedar berpacaran biasa saja, lalu putus seperti yang sebelumnya. Tetapi Valerie? Wanita itu anak yatim piatu, ia bahkan memiliki dua adik yang masih harus ia sekolahkan. Tidak nak, jangan dia!"
*****
Direndahkan! Itulah yang Valerie Maxwel rasakan atas penuturan orang tua calon suaminya. Sejak saat itu, ia berjuang untuk dirinya sendiri dan adik-adiknya. Hingga Valerie menjadi seorang Independent Woman, dan memiliki jabatan tinggi di sebuah perusahaan ternama. Valerie pun tak pernah lagi percaya dengan pria, maupun cinta. Namun, kemunculan CEO baru di perusahaannya membuat Valerie bimbang. Pria itu bernama, Devan Horwitz . Pria dengan usia tiga tahun lebih muda dari Valerie. Dan memiliki segudang daya tariknya untuk memikat Valerie.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Semesta Ayi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penguntit
* * *
Usai mendapatkan morning kiss nya, Devan menatap ke arah pandang Valerie. Ia tersenyum melihat sunrise saat ini. "Lihat, indah bukan?" tanya Devan.
Valerie masih diam, namun ia menatap fokus ke pemandangan indah tersebut. Apalagi ini sunrise di Jepang, sungguh nuansanya jelas berbeda. Uniknya lagi, background sunrisenya adalah gunung Fuji.
"Vale, kau pernah mendaki gunung tidak?" tanya Devan.
Valerie sedikit tersentak, dulu ia memang pernah mendaki gunung saat bersama Joshua. Valerie tak mau mengingat hal itu lagi, "Tidak."
Devan tersenyum, "Suatu hari nanti aku akan mengajakmu mendaki gunung."
"Aku tidak mau!"
Mata Devan membulat, "Baru juga ditawari baby.."
"Aku tidak berminat sedikitpun."
Devan mendengus sebal, "Aku akan memaksamu nanti."
Valerie hanya diam, namun ia kini sedikit terkejut menatap seseorang tak jauh dari mereka. "Dev."
"Ya?" tanya Devan.
"Lihat arah jam tiga."
"Aku tidak bawa jam tangan."
Valerie menatap sang kekasih dengan sebal, ia menyikut lengan Devan. "Kau CEO bodoh atau bagaimana?"
Mata Devan mengerjap, "Why baby?"
Valerie memberi kode melalui matanya, "Lihat arah jam tiga."
Devan berpikir sejenak, ia pun akhirnya mengerti dan menatap ke arah yang Valerie katakan. Alisnya bertaut dan ia menghela nafas berat, "Mantanmu itu sudah gila ya?"
Joshua Coppen, faktanya pria tersebut berada disana dengan setelan olahraga juga. Menatap terang-terangan ke arah Devan dan Valerie sembari ia melakukan pemanasan.
"Dia pasti mencoba membuktikan jika hubungan kita ini serius atau tidak." ujar Valerie.
Devan mengangguk mengerti, "Jadi dia butuh pembuktian dengan menjadi penguntit? Cari perkara namanya, ujung-ujungnya semakin sakit hati."
Valerie menghela nafas lemah, "Aku tidak mengerti jalan pikirannya. Joshua sangat berubah."
Devan melirik Valerie dengan malas, "Kau terlihat seperti mengkhawatirkannya."
"Bukan begitu, hanya saja.."
Devan merangkul sang kekasih, "Ya sudah, kita buktikan saja padanya. Ikut aku!" potong Devan.
Devan mengajak Valerie menuju suatu tempat, berjalan tenang saling merangkul. Nyatanya benar, Joshua mengikuti keduanya dengan blak-blakan. Devan tak habis pikir dengannya, Joshua layaknya seseorang dengan obsesi tinggi.
"Kita mau kemana?" tanya Valerie.
"Aku lapar, kita cari sarapan."
Valerie pun menurut saja, Devan melihat sebuah cafe pinggir jalan yang memiliki meja outdoor. Devan pun menepi disana, ia langsung menarik satu kursi untuk Valerie duduk. Setelahnya ia pun duduk di samping sang kekasih.
Seorang pelayan tampak mendekat membawa buku menu, "Silahkan dipesan tuan dan nona."
Devan tersenyum menerimanya, "Kami pesan miso shiru, sereal, roti, dan tamagoyaki." ujar Devan.
"Skip tamagoyaki, wanita ini tidak bisa makan telur." sahut seseorang tiba-tiba, dan orang itu adalah Joshua.
Devan dan Valerie tersentak kaget, Joshua tampak santai menarik kursi di meja yang sama dengan mereka. Lalu duduk dengan tenang di hadapan dua insan tersebut. Joshua tersenyum sinis menatap Devan, "Kita berasal dari negara yang sama. Aku ingin bergabung sarapan dengan kalian." ujar Joshua.
Devan menautkan alis, "Kau benar-benar tidak punya malu."
Joshua tampak tak peduli, Valerie sendiri terlihat gelisah saat ini. Pelayan tersebut pun bertanya kembali soal pesanan tadi, "Tamagoyaki tidak jadi tuan?"
Joshua mengangguk, "Benar. Wanita ini alergi telur." jawab Joshua menunjuk Valerie.
Devan pun menatap sang kekasih, "Kau alergi telur baby?"
Valerie mengangguk kecil, "Ya."
Joshua tersenyum miring, "Mau bagaimanapun, aku masih ingat betul apa yang bisa kau makan atau tidak Valerie. Lima tahun bukan waktu yang singkat untuk membangun kenangan itu hingga melekat di pikiranku. Walau delapan tahun sudah tidak bertemu sekalipun, aku bahkan masih mengingatnya saat ini."
Valerie menggigit bibir bawahnya, namun ia sedikit tersentak kala Devan meraih satu tangannya dan menggenggamnya dengan erat. Devan tampak tertawa kecil, "Aku salut dengan daya ingatmu Joshua. Terima kasih banyak sudah mengingatkan, dan akhirnya aku pun jadi mengerti apa pantangan kekasihku ini."
Joshua tampak sebal menatap Devan yang sangat pintar menjawab, apalagi pria itu selalu melakukan skinship penuh perhatian pada Valerie di depannya. Devan terus menggenggam tangan Valerie, tanpa mau melepaskannya. Pria itu tersenyum menatap sang kekasih, merangkulnya dan membelai sebelah pipi Valerie. Satu tangan Joshua mengepal erat, merasa emosi tentunya efek rasa cemburunya.
Benar apa yang Devan katakan, pria ini justru cari penyakit dengan cara mencoba membuktikan mereka benar sepasang kekasih atau tidak. Devan tentu semakin menunjukkan perhatian mesranya pada Valerie.
Beberapa saat pesanan sarapan mereka pun datang. Devan dengan perhatiannya mendekatkan menu tersebut ke depan Valerie, "Makanlah, selagi masih hangat."
Valerie mengangguk kecil, ia masih terlihat gelisah. Ingin rasanya ia lawan perasaan ini, tapi selalu saja sulit jika berkaitan dengan Joshua. Padahal wanita itu terbilang wanita tangguh.
Devan dan Valerie tak memperdulikan Joshua disana. Bagi mereka pria itu memang seperti tidak tahu malu. Devan bahkan sesekali tertawa kecil sembari menyeka sudut bibir Valerie, dan berbincang ringan dengan sang kekasih. Sungguh, Joshua bagai seonggok kayu yang tak di anggap disana.
"Kapan kalian akan kembali?" tanya Joshua.
Devan menatap Joshua, "Kau bicara pada kami?"
Joshua menghela nafas malas, "Hm."
Devan tersenyum miring, "Belum tahu, kami masih menikmati masa-masa kencan kami di Jepang."
"Tumben, setahuku Valerie bahkan wanita yang terkenal gigih hingga tak pernah bolos bekerja." ujar Joshua melirik Valerie.
"Kenapa? Memangnya salah sesekali ia cuti? Lagipula aku bosnya disini. Dan aku sudah memberi perintah." jawab Devan.
"Kali saja, terkadang apa yang kau perbuat tidak sesuai dengan kebiasaan Valerie. Bukankah begitu Valerie? Dulu kau selalu seperti itu, jika sudah terbiasa dengan sesuatu hal maka kau sulit merubahnya." ujar Joshua menatap Valerie, menunggu jawaban.
Valerie menelan ludah kasar, satu tangannya mengepal erat. Ia benci setiap kali pria itu mencoba mengaitkan dengan masa lalu. Valerie seolah mengumpulkan keberaniannya, ia menatap Joshua dengan serius.
"Maaf tuan Joshua Coppen. Valerie yang dulu sudah mati. Banyak hal yang mengubahku, dan sekarang aku sedang mencoba menikmati hidup dengan baik. Contohnya memiliki kekasih yang perhatian, mapan, dan jelas tampan seperti Devan." jawab Valerie dengan berani.
Devan menahan senyum, merasa senang dan juga ingin rasanya ia menertawai Joshua saat ini. Rahang Joshua mengeras, "Kau benar-benar menyukai pria ini?"
Valerie mengangguk, "Benar, dan itu bukan urusanmu untuk bertanya lebih."
"Kau bahkan baru mengenalnya."
"Masih lebih baik daripada mengenal seseorang sudah cukup lama. Terlihat baik tanpa celah, tapi kenyataannya justru merendahkanku di belakang!" tekan Valerie.
Joshua menatap Valerie dengan lekat, "Valerie, orang tuaku menitip salam padamu. Mereka ingin bertemu denganmu."
Valerie menautkan alis, ia pun berdiri dengan menggenggam satu tangan Devan. "Aku tidak mengenal mereka, bahkan seluruh keluarga Coppen, termasuk kau!" jawabnya menarik Devan pergi meninggalkan Joshua begitu saja.
* * *
jngn lagi di ingat" lelaki plin plan dan egois sprti si joshua itu..bnyk lelaki baik di luar sana yg bisa kau pilih untuk dampingi hidupmu..
joshua lelaki tdk twgas...tdk punya pendirian...apa kah kamu mau lelaki sprri itu untuk pensamping hidupmu vale??pikirkan lah...
boss devan yg tengil tapi mempesona sudah tertarik dgn asistennya... keren ni...