Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Resign atau Tidak, Itu Bukan Masalah Besar
Pagi itu, aku duduk di meja kantor sambil menatap layar laptop yang penuh dengan email tentang laporan proyek. Beberapa dari email itu bahkan nggak sempat aku buka, dan, jujur aja, aku udah malas ngurusin semuanya.
"Serius deh, ngapain aku masih di sini?" gumamku sambil menyeruput kopi yang rasanya kayak air comberan.
Udah dapet duit dari gate rank B, 32 juta won plus bonus 5 miliar. Aku bisa beli apartemen luas di Gangnam, nyantai, main game, terus bersih-bersih gate buat uang tambahan. Lagian, kerja kantoran ini… ah, udah nggak menarik lagi.
Aku berdiri, menarik napas panjang, lalu melangkah menuju ruangan bos. Ini waktunya buat ngomong langsung.
"Masuk, Taemin," panggil bos dari balik mejanya sebelum aku sempat mengetuk pintu. Dia pasti udah ngecek CCTV atau gimana, nggak ngerti lagi.
Aku buka pintu, masuk dengan ekspresi datar. "Pagi, Pak. Aku ada yang mau dibicarain."
Bos mengangkat alis, terus melirik ke tumpukan dokumen di mejanya. "Apa sekarang? Saya sedang sibuk. Kamu tahu betapa pentingnya proyek yang sedang kita kerjakan, kan?"
Aku duduk tanpa basa-basi, nggak peduli sama ‘proyek penting’ yang dia omongin. "Aku mau resign."
Bos mendongak cepat, ekspresinya kayak orang yang baru aja ditampar pakai kipas angin. "Resign? Kamu serius? Kamu ini salah satu pilar tim ini, Taemin! Apa kamu tahu betapa pentingnya kamu buat kita?"
Aku mengangguk, lalu tersenyum miring. "Tau, Pak. Tapi hidup saya lebih penting. Maksudnya, ngapain juga saya buang-buang waktu di sini kalau saya bisa dapet uang lebih banyak dengan bersih-bersih gate? Ini udah bukan zaman ‘kerja keras adalah segalanya’ lagi, Pak."
Bos kelihatan makin nggak percaya. "Kamu nggak bisa pergi begitu saja! Kita punya banyak proyek besar yang lagi jalan. Kamu mau meninggalkan semuanya begitu aja?"
Aku mendesah panjang. "Pak, coba dipikirin deh. Proyek-proyek itu… ya, oke lah, penting buat perusahaan. Tapi buat saya? Rasanya kayak jadi karakter sampingan di anime yang nggak pernah tamat. Tiap hari disuruh revisi laporan, bikin proposal, sementara di luar sana, saya bisa dapet miliaran won cuma dengan ngalahin monster-monster di gate. Kalo saya resign, staf lain bisa kok ambil alih."
Bos bersandar di kursinya, mencoba menjaga wibawa, tapi aku bisa lihat dari matanya kalau dia panik. "Taemin, kamu nggak paham seberapa krusial peran kamu di sini. Kamu tahu sendiri kalau kita baru saja mengamankan klien besar. Kamu adalah kunci sukses proyek ini!"
Aku mengangguk pura-pura serius. "Wah, wah. Kunci sukses, ya? Kayak protagonis anime, nih. Tapi Pak, hidup itu bukan cuma soal kerjaan. Saya pengen hidup, bukan cuma hidup untuk kerja. Lagian, apa proyek-proyek itu lebih penting daripada hidup saya? Saya rasa nggak."
"Jadi kamu cuma mikirin diri sendiri?"
Aku tersenyum. "Yap. Persis. Egois? Mungkin. Tapi, kadang-kadang jadi egois itu perlu, Pak. Lagian, siapa yang bakal peduli sama kesehatan mental saya kalau saya cuma stuck di sini sampe tua? Saya nggak mau jadi kayak karakter sidekick yang ujung-ujungnya dilupakan penonton."
Bos mencondongkan tubuhnya ke depan, jelas masih nggak terima. "Kamu pikir, setelah kamu keluar dari sini, semuanya akan lebih mudah? Ada tanggung jawab yang kamu tinggalkan di belakang, Taemin!"
Aku angkat bahu. "Tanggung jawab? Lebih ke beban, sih, Pak. Coba deh bayangin, saya bisa dapet uang lebih banyak dalam sehari daripada yang saya dapet di sini sebulan penuh. Jujur aja, Pak, saya nggak pengen terjebak di kantor dengan beban kerja yang nggak manusiawi. Udah waktunya saya cari jalan hidup yang lebih asik."
Bos menghela napas, jelas udah kehabisan argumen. "Kamu benar-benar nggak peduli sama timmu, ya?"
Aku menyeringai, kemudian bersandar di kursi. "Nggak segitunya, sih, Pak. Saya peduli kok sama mereka. Tapi, gimana ya… mungkin dengan saya keluar, mereka bisa berkembang lebih baik. Bisa jadi motivasi buat mereka, kan? Nggak terus bergantung sama saya."
Bos membanting tangannya ke meja, bikin semua berkasnya bergetar. "Taemin, saya nggak bisa biarkan kamu pergi begitu saja!"
Aku berdiri, membenarkan jaketku. "Pak, kalau saya terus kerja di sini, saya yang bakal berakhir meledak. Tenang aja, hidup bakal jalan terus kok meski saya keluar. Lagi pula, nanti kalau saya udah jauh lebih sukses, mungkin saya akan mampir lagi ke sini… buat ngingetin kenapa saya nggak pengen balik kerja di kantor."
Dengan itu, aku berjalan menuju pintu.
"Taemin, ingat! Kalau kamu pergi, kamu mungkin nggak akan pernah punya kesempatan kembali!"
Aku berhenti sejenak, tersenyum ke belakang. "Pak, hidup itu seperti anime. Kadang ada season dua, kadang nggak. Tapi saya nggak akan ngarep ada sequel di kantor ini."
Aku melangkah keluar, meninggalkan suara protes bosku di belakang. Di luar ruangan, rasanya kayak beban seribu ton jatuh dari pundakku. Udah cukup lah aku berurusan dengan dunia perkantoran ini. Sekarang, waktunya aku fokus bersih-bersih gate dan… ya, menikmati hidup yang udah aku pilih.
Setelah mengucapkan kata-kata perpisahan yang dramatis ke bos tadi pagi, aku segera menuju Asosiasi Hunter. Udara dingin musim gugur menyengat wajahku, tapi pikiranku hanya bisa fokus pada satu hal. “Ya ampun, kapan aku bisa santai?!” Dengan gaji 5 miliar won dari gate rank B kemarin, rasanya sudah saatnya aku hidup santai. Tapi kenyataan berkata lain, dan sekarang aku malah terdampar di depan gedung Asosiasi Hunter.
Begitu sampai di pintu masuk asosiasi, seorang petugas menyapa dengan senyuman formal. “Selamat datang, Taemin-ssi. Ada yang bisa saya bantu?”
"Ya, aku mau minta izin untuk masuk gate lagi," jawabku sambil menyodorkan kartu hunterku.
Petugas itu memeriksa komputernya sejenak sebelum menatapku dengan sedikit ragu. “Maaf, tapi semua gate rank B yang bisa disolo sudah selesai dibersihkan. Sisa gate yang ada saat ini adalah gate untuk party. Apa Anda tertarik untuk ikut?”
Aku menghela napas panjang. "Gate party?" Aku melirik layar di belakang petugas yang menunjukkan daftar gate yang tersisa. Rank A, rank S, dan... “Gate rank B, party mode? Aku harus bekerja sama dengan orang lain?”
Petugas itu mengangguk sambil tersenyum ramah. “Betul, saat ini guild Crimson Lotus sedang merekrut kandidat baru dan mereka akan melakukan latihan di dalam gate rank B. Jika Anda mau bergabung, saya bisa menghubungi mereka.”
“Ah, Crimson Lotus... lagi-lagi mereka,” gumamku dalam hati. "Aku harus jadi babysitter untuk anak-anak baru lagi nih?" Tapi apa daya, daripada tidak mendapat aksi sama sekali, lebih baik terima tawaran ini. "Oke, aku ikut," kataku dengan nada malas.
Petugas itu segera menelepon dan tak lama kemudian, aku diarahkan ke ruang briefing untuk bertemu dengan anggota-anggota Crimson Lotus. Saat melangkah ke dalam ruangan, aku sudah bisa merasakan atmosfer tegang. Puluhan wajah muda penuh harapan dan kecemasan mengelilingi Lee Hye Rin, yang tampaknya sedang menjelaskan taktik kepada mereka.
Lee Hye Rin melirik ke arahku dan tersenyum tipis. "Taemin-ssi, kau datang tepat waktu. Kita akan segera berangkat."
"Yap, siap. Boleh aku duduk saja nggak? Nonton dari jauh gitu," jawabku santai, sambil meregangkan bahu.
Beberapa kandidat melirik ke arahku dengan tatapan heran. Mungkin mereka berpikir, "Siapa nih orang yang malas banget?" Tapi ya sudahlah, bukan urusanku.
"Mungkin kau bisa mengajari mereka sesuatu?" Hye Rin tersenyum lebih lebar kali ini, jelas dia berharap aku membantu anak-anak ini.
"Eh, biar aku pikir dulu... Gimana ya caranya ngajarin orang supaya nggak mati? Oh ya, jangan mati, gitu." Aku memiringkan kepala, memasang wajah sok bijak. "Ingat, kalau kalian mati, itu salah kalian. Kalau kalian hidup, well... itu keberuntungan semata."
Tawa kecil terdengar di sudut ruangan, sementara beberapa anak baru tampak semakin tegang. Hye Rin hanya menghela napas. "Serius, Taemin. Bantulah mereka."
"Oke, oke. Aku akan bantu, tapi dalam kapasitas penonton profesional. Aku ahli banget nonton orang bertarung." Aku menyeringai, sambil melipat tangan di dada.
Salah satu kandidat, dengan wajah penuh kebingungan, bertanya, "Apa artinya kita bisa mati di dalam gate ini?"
Aku melirik ke arahnya. "Oh, tentu saja. Kamu bisa mati dengan cara yang sangat keren, dramatis, atau bahkan konyol. Terserah monster di sana mau membunuh kalian dengan gaya apa."
"Taemin-ssi!" suara Hye Rin terdengar tegas, membuatku mengangkat tangan seolah menyerah.
"Oke, oke, santai. Aku hanya bercanda. Kalian nggak bakal mati... kalau kalian pintar."
Setelah briefing yang dipenuhi kecemasan dari para kandidat selesai, kami akhirnya masuk ke dalam gate. Aku sengaja mengambil posisi di belakang, jauh dari pusat perhatian. Sebenarnya, lebih tepatnya aku tidak mau repot-repot ikut aksi.
"Kenapa aku harus repot-repot ikutan sih? Lebih baik duduk di pojok dan nonton." gumamku, meski suaranya terdengar cukup keras sehingga beberapa orang di depanku mendengar dan menoleh.
"Taemin-ssi, bukankah Anda seharusnya ada di depan untuk memberi contoh?" salah satu hunter dari Crimson Lotus menegurku.
Aku mengangkat bahu. "Kenapa harus aku? Aku lebih suka melihat orang bertarung. Siapa tahu aku dapat hiburan gratis."
Hye Rin mendekatiku dengan tatapan serius. "Kalau kau hanya diam dan melihat, kau tak akan bisa belajar apapun, Taemin."
"Hye Rin-ssi, aku sudah belajar cukup banyak dalam hidupku. Kadang, kau harus tahu kapan waktunya bertarung, dan kapan waktunya nonton. Hari ini... hari nonton buatku," jawabku sambil nyengir.
Sebelum dia sempat membalas, tiba-tiba terdengar suara langkah berat dari kejauhan. "Nah, hiburannya mulai!" seruku sambil menyiapkan popcorn di tanganku.
Monster pertama yang muncul adalah sekumpulan orc, membawa kapak besar dan armor lusuh. Para kandidat langsung bersiap dengan senjata mereka, sementara aku hanya menyandarkan diri di pohon terdekat. "Yah, orc. Tipikal monster, tidak ada yang spesial dari mereka."
Salah satu kandidat berteriak sambil meluncur maju, mengayunkan pedangnya dengan gemetar. Aku memiringkan kepala, memperhatikan dengan seksama. "Oke, ini bakal menarik. Ayo, bro. Jangan mati konyol di debut pertarunganmu."
dah gitu aja.
kecuali.
dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.