Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Lima
Pak Antonio selaku papanya Dita, marah-marah. Ia mengungkap bahwa ulah Agnia yang mengutus Dita, membuat orang tua Langit, berikut keluarga besar Langit murka. Bukan hanya Agnia yang ia marahi. Sebab sang istri juga ia marahi karena baginya, tak becus mendidik Agnia.
Pak Antonio mengeluhkan kesibukannya bekerja, sementara istrinya yang hanya ia suruh mengurus anak saja, tidak bisa. Kemarahan pak Antonio tentu beralasan. Selain ia merasa sangat malu, perusahaannya juga sudah langsung bangkrut karena orang tua Langit maupun Langit, menarik dana sekaligus saham dari perusahaan pak Antonio.
“Si Dita ya ... benar-benar kebangetan! Bisa-bisanya dia ketahuan, padahal uang buat operasi ibunya saja sudah aku transfer dan dia enggak balikin! Terus sekarang, hubungannya sama Langit bagaimana? Dia ikut didepak apalagi dilaporkan ke polisi, apa bagaimana?” pikir Agnia yang kemudian juga berpikir, “Eh ... sebentar. Si Dita kan lumayan cantik tuh. Jangan-jangan karena Langit sudah sadar diri, bahwa sekarang dia ca cat. Langit tetap mempertahankan Dita? Ah masa bodo. Perset*an dengan mereka. Yang penting sekarang, bagaimana caranya punya tambang emas yang mau bantu aku agar perusahaan aku enggak bangkrut!”
“Sudahlah Pa ... mau gimana lagi, sih? Lagian, tega-teganya kalian memaksa aku menikahi pria lumpuh yang juga b u r u k rupa seperti Langit?” sebal Agnia. Selain itu, ia juga berjanji akan mencari bantuan dana secepatnya. Agar perusahaan milik papanya, kembali bernyawa.
Sebenarnya pak Antonio belum selesai bicara. Namun Agnia tetap meninggalkannya. Agnia tetap lanjut ke dapur karena memang sudah sangat kelaparan.
“Enggak bisa dibiarin emang si Dita. Aku harus cari dia! Dita juga harus ikut bertanggung jawab ... ah, Dita kan cantik. Gimana kalau aku jua*l dia saja? Ke beberapa orang kan lumayan pasti tuh!” Agnia yang baru mengambil beberapa kotak berisi makanan dari dalam kulkas, sudah langsung bersemangat. Iya, Agnia sungguh akan dengan rencananya dan itu menju*al Dita. Karena hanya dengan begitu, dirinya bisa mendapatkan banyak uang dalam waktu relatif singkat.
“Kalau begitu, besok juga aku harus cari Dita. Sepertinya aku harus kontrakannya. Setidaknya di sana pasti ada ibu Darsem. Bakalan aku takut-takutin mereka, andai berani berbohong!”
Ketika Agnia berniat mengunjungi kontrakan ibu Darsem besoknya juga. Di kontrakan tersebut tengah terjadi kebersamaan hangat antara Langit, Dita, Marlino, dan juga ibu Darsem.
Langit sengaja membungkuskan makanan untuk Marlino dan ibu Darsem. Mereka makan sambil duduk di tikar depan kamar Dita.
“Makan yang banyak selagi masih hangat dan rasanya lebih enak,” ucap Langit.
Ketika ibu Darsem hanya diam dan tampak sungkan, tidak dengan Marlino yang sudah bisa merasa dekat dengan Langit, tak hentinya mengucapkan terima kasih kepada sang kakak ipar.
“Habis makan kita siap-siap, besok kita pindahan ke rumah baru!” sergah Langit.
Apa yang baru Langit katakan bukan hanya membuat Marlino dan ibu Darsem terkejut. Sebab Dita yang duduk di sebelah Langit sambil memakan rujak, juga.
Sebelumnya, Langit memang belum sempat membahas pindah rumah yang baru saja Langit sampaikan, kepada Dita. Jadi Dita yang awalnya tengah menikmati rujaknya sambil menakan perih di bibir bawah akibat digigi*t Langit, langsung melongo.
“Enggak apa-apa, sih. Alhamdullilah. Berarti Mas Langit memang sudah mulai normal. Cuman, sepertinya dia memang masih enggak bisa kontrol emosi kecemburuan ke aku. Dia masih ketakutan, di setiap memikirkan aku meninggalkannya hanya untuk laki-laki lain,” pikir Dita.
“Jadi, Mita biarkan dididik jadi orang benar. Sementara kita juga ayo, jadi orang yang lebih berkualitas lagi. Sementara untuk sekolah Marlino, nanti disesuaikan saja. Kalau memang terlalu jauh dari rumah, kamu pindah sekolah saja. Nanti Mas pilihkan sekolah yang lebih bagus!” lanjut Langit.
“Dek, ayo bilang terima kasih ke Mas Langit!” lembut Dita dan langsung membuat sang adik makin sibuk mengucapkan terima kasih.
“Memangnya pindahannya harus besok–sok, ya, Mas?” lembut Dita.
“Aku nggak punya banyak waktu. Karena penginnya, lusa aku sudah balik normal ke kantor. Lagipula kalau aku enggak buru-buru kerja, penghasilanku juga akan berkurang. Andai mengandalkan dari mama, ... tentu enggak cukup,” lirih Langit menyikapi Dita dengan serius.
Dita yang masih mengunyah rujak di dalam mulutnya dengan hati-hati, berangsur mengangguk pelan. “Ya sudah nanti aku bantu. Yang penting, Mas ajari aku. Nanti aku temani ke kantor juga. Biar andai Mas capek, aku bisa bantu lagi.”
“Kamu lagi hamil. Harusnya kamu istirahat total. Namun andai aku harus jauh dari kamu dalam waktu lama, ... aku juga kepikiran,” jujur Langit sambil menatap sendu kedua mata istrinya yang perlahan menyipit karena menahan senyumannya.
Dita yang tak memakai cadar, berangsur mengangguk-angguk kemudian mendekap hangat tubuh Langit dari samping.
“Bawa barang yang perlu saja. Untuk kasur, perlengkapan dapur, dan sebagainya, enggak usah bawa. Nanti kita beli yang baru saja. Itu kenapa, kita bisa langsung pergi besok pagi.”
Apa yang Langit kabarkan barusan, makin menambah kebahagiaan Dita sekeluarga. Ibu Darsem pun kepergok tersenyum sambil menik.ati nasi bebeknya.
“Masya Allah ... alhamdullilah. Ini beneran jadi perubahan sangat baik dari Mas Langit. Aku wajib ngabarin mama Azzura mengenai perkembangan baik ini,” batin Dita.
“Sudah malam. Ayo cepat makannya. Beberes bentar, habis itu tidur siap-siap buat besok,” lembut Langit berbisik-bisik kepada Dita.
“Dibilang aku sariawan gara-gara Mas. Ya enggak bisa pelan. Soalnya rujaknya agak pedas, ya asam juga, tapi enak!” rengek Dita.
Langit yang tahu alasan sang istri sariawan, langsung kikuk. Langit tak berani protes atau setidaknya menatap Dita dalam waktu dekat.
Setelah membereskan barang-barang yang harus dibawa, baik ibu Darsem apalagi Marlino tidak bisa tidur. Keduanya tetap tidak tidur hingga adzan subuh terdengar. Padahal, yang mengajak mereka saja tetap bisa tidur nyenyak. Dita dan Langit malah bangun agak kesiangan. Keduanya heboh berebut junub.
***
Rumah yang Langit belikan untuk keluarga Dita memang perumahan subsidi. Namun, rumah tersebut terbilang bagus dan lokasinya juga dekat dari pusat keramaian. Fakta bahwa rumah baru mereka jauh dari kontrakan, membuat Marlino mau pindah sekolah.
“Beli rumah begini sebenarnya tetap lebih bagus ketimbang hanya mengontrak. Karena saat mengontrak, kita hanya menyetori tanpa memiliki. Kalau beli rumah kan, ya setor, ya memiliki!” ucap Langit kepada Dita.
“Iya juga sih, Mas. Terus, ternyata rumah ini masih kosong belum ada apa-apanya. Tahu gini, tadi aku bawa dari kontrakan,” ucap Dita.
Langit menghela napas pelan sambil menatap sang istri penuh kesabaran. “Ayo kita belanja kebutuhan rumah. Kasur, tetek bengek. Kita beli semuanya!”
Detik itu juga Dita langsung tersipu kemudian memeluk manja sang suami dari samping kanan. Ia bahkan tak masalah meski Langit jadikerap mencubit gemas hidungnya yang minimalis.
kayaknya manusia model bu Darsem dan Mita mesti dibanting bolak balik baru otaknya encer nyadar, kelewat bebal
jadi pengin ngulek otak mereka, kasih makan mentok
tega sama anak n saudara sendiri.
Si Bu Darsem, msh aj Mita yg dicari.. Itu ad 2 anaknya yg lain, Bu.. Astagaaaaa.....