Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua hati satu nomor
Saat Alice membuka pintu, matanya langsung membulat saat melihat sosok pria di samping temannya—dia adalah orang yang menabraknya di kantin tadi. kejut yang sama terpancar dari wajah Saimon.
Alvaro tersenyum lega, melihat Alice yang dia khawatirkan tiba dalam keadaan baik-baik saja.
"abang," lirihnya sambil melangkah mendekati Arif.
"kamu beneran bisa jaga Alvaro di sini?" tanya Arif, memastikan.
"iya, abang. tenang aja. sekarang abang makan, tadi aku beliin abang makanan," jawab Alice, mencuri pandang sekilas ke arah Alvaro dan pria yang menabraknya, yang tampak mendengarkan pembicaraan mereka.
"abang, mending makan di rumah aja. Al, Saimon, gue pulang dulu. Soalnya, gue masuk sif siang hari ini," kata Arif, sebelum melangkah pergi.
sekarang hanya ada Saimon, Alvaro,dan Alice di ruangan itu. suasana mendadak hening.
“em... maaf ya soal tadi,” celetuk Saimon, mencoba memecah keheningan.
“i-iya, nggak papa, Kak,” jawab Alice dengan ragu.
“kalian udah kenal?” tanya Alvaro, menatap bergantian antara Saimon dan Alice.
“e-enggak. Tadi Kakak ini nggak sengaja nabrak gue,” Alice menjelaskan.
“oh, kenalin. Ini sepupu gue, namanya Saimon,” Alvaro mengenalkan Saimon dengan bangga.
Senyum Alice menyeringai saat mendengar nama itu.
“nah, kalau ini Alice ,” Alvaro melanjutkan perkenalan dengan senyuman yang merekah di wajahnya.
“manis banget orang ini,” batin Saimon, terpaku pada senyum Alice yang menampilkan lesung pipit di pipi chubby-nya.
Alice memang dikenal dengan ekspresi datar. Banyak yang mengira dia sulit didekati, bahkan sulit diajak berteman.
tapi, meski wajahnya sering terlihat tanpa ekspresi, tak sedikit pria yang terpesona. pipi chubby-nya memberi kesan imut, bahkan saat dia cemberut.
Alvaro memperhatikan Saimon yang sejak tadi tak henti-hentinya menatap Alice tanpa berkedip. Perasaan tak nyaman mulai menguasai dirinya.
"lo pulang aja deh, di sini udah ada Alice yang jagain gue," ucap Alice, sedikit mengusir, merasa tak suka dengan pandangan Saimon yang terlalu lama tertuju pada temannya.
"h-hah? Oh, beneran lo nggak papa kalau gue tinggal?" balas Saimon, meski hatinya ingin terus berada di sana, sekadar mencuri pandang ke arah Alice.
Sementara itu, Alice yang asyik mendengarkan Alvaro berbicara, sama sekali tidak menyadari bahwa tatapan Saimon terus tertuju padanya.
"aman, aman. gue nggak papa, lagian cuma masalah sepele gini doang," sahut Alvaro santai, memberi jaminan agar Saimon segera pergi.
"yaudah, gue pamit dulu. oh ya, Al... gue bisa minta nomor WA lo?" celetuk Saimon tiba-tiba, membuat Alvaro pramoedya langsung panas.
"b-boleh, buat apa emang, Kak?" tanya Alice, terkejut dengan permintaan itu.
"em... ya siapa tahu nanti pas lo jagain Alvaro, lo butuh bantuan gue," jawab Saimon, mencari alasan agar Alice tidak merasa segan untuk memberikannya.
Alvaro yang sudah kesal tak bisa lagi menahan diri. "kan gue ada handphone, ngapain lo minta nomor temen gue? lo mau modus ya?" celetuknya sinis, membuat Saimon terdiam sejenak.
Alice, yang merasa suasana di ruangan itu semakin canggung, akhirnya menyerah. "e-eh, nih Kak, nomornya..." ucapnya sambil menyodorkan ponselnya.
"thanks, Al. gue pulang dulu ya," pamit Saimon, menerima nomor itu sambil berlalu. Alice hanya mengangguk pelan, merasa aneh dengan kejadian barusan.
"lo kenapa kasih nomor ke Saimon sih? oh... lo suka ya sama dia? mau caper, ya?" ucap Alvaro dengan nada menggoda, tapi malah membuat Alice geram.
"apa maksud lo?" balas Alice ketus, matanya menyipit menatap Alvaro. "lo pikir gue perempuan gampangan yang suka kasih nomor sembarangan?"
Alvaro terdiam, menyadari dia sudah kelewatan. Alice yang biasanya kalem kini menunjukkan sisi emosionalnya, merasa tersinggung dengan tuduhan Alvaro.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor