Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2.
Setelah Annisa pergi dari kamar, kini suasana di kamar itupun langsung hening dan kecanggungan bisa dirasakan oleh Amira, apalagi kini hanya menyisakan mereka berdua saja yang ada didalam kamar itu.
" Mau langsung istirahat?" tanya Fajar yang mulai membuka suara dengan dirinya yang masih berdiri di dekat pintu.
Dan Amira langsung melirik sekilas ke arah Fajar yang sudah sah menjadi suaminya itu namun hanya sekilas saja lalu dirinya kembali memalingkan pandangannya dengan cepat.
" K-kalau kamu mau istirahat, tidur aja disini, aku mau...." ucap Amira dengan gugup tanpa dirinya menjawab pertanyaan Fajar tadi.
" Mau apa?" tanya Fajar dengan cepat.
Amira yang hendak pergi pun langsung menghentikan langkahnya, disana hanyalah ada mereka berdua saja, jadi sudah pasti kalau Fajar sedang bertanya kepada dirinya.
" Aku mau keluar, biar kamu bisa istirahat dengan tenang." jawab Amira sambil menundukkan kepalanya, dia masih tidak berani untuk menatap wajah nya Fajar meskipun Fajar sudah sah sebagai suaminya.
" Saya mau bicara sama kamu, bisa?" tanya Fajar datar, tanpa ekspresi sama sekali.
" Bisa." jawab Amira yang langsung menjawabnya.
Fajar pun kini langsung berjalan mendekat ke arah sofa panjang yang ada disana.
" Duduk sini." pinta Fajar, sambil menunjuk ke arah sofa yang masih kosong disampingnya.
" Aku disini aja." ucap Amira tanpa disadari kalau dia sudah menolak perintah dari suaminya itu.
Namun, tidak lama setelah itu Amira pun langsung teringat bahwa saat ini Fajar sudah menjadi suaminya, orang yang harus dia patuhi selama itu baik untuk dirinya.
Secara perlahan, dia mulai melangkah mendekat dan duduk di sofa panjang itu bersama Fajar.
Untungnya ukuran sofa itu lumayan panjang, sehingga dia dan juga Fajar masih memiliki batas jarak yang aman.
" Apa Bunda maksa kamu buat nikah sama saya?" tanya Fajar, sambil menatap Amira yang sejak awal terus menundukan kepalanya tidak berani untuk menatap balik dirinya.
" Apa Bunda juga maksa kamu buat nikah sama aku?" tanya Amira yang malah berbalik bertanya, tanpa dirinya memandang Fajar di sampingnya.
" Saya mau kamu yang jawab, bukan nya kamu yang balik nanya ke saya." timpal Fajar.
Dan Amira pun langsung mengangkat wajahnya seketika.
" Bukan maksa, tapi membujuk." ucap Amira, membenarkan apa yang diucapkan oleh Fajar yang menurutnya kurang benar.
" Lalu kenapa kamu menerima?" tanya Fajar kembali.
" Sama, kenapa kamu juga mau nikah sama aku?" ujar Amira yang lagi-lagi menanyakan hal yang sama kepada Fajar.
" Amira!." tegur Fajar dengan pelan tapi penuh dengan tekanan.
Jujur, dia sangat gemas sekali dengan sikap nya Amira yang selalu sulit memberikan jawaban kepada lawan bicaranya.
" Maaf." lirik Amira dengan pelan dan langsung kembali menundukan kepalanya.
" Apa yang sudah kamu lakuin ke Bunda, sampai-sampai Bunda jadi sayang banget sama kamu?"
Amira yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Aku gak berbuat apa-apa, Aku tulus sayang sama Bunda, aku juga nyaman saat disamping Bunda dan pelukan Bunda sangat sama persis seperti Alm.Ibu aku yang sudah tidak bisa aku rasakan lagi."
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba saja ekspresi Amira langsung berubah menjadi sendu, dia jadi teringat kembali kepada almarhumah ibunya yang telah meninggalkan nya tiga bulan yang lalu .
" Ibu udah tenang disana, jangan dia buat sedih dengan ngeliat kamu menangis."
" Aku gak nangis." elak Amira, sambil membuang pandangannya ke sembarang arah.
Fajar yang melihat Amira yang malu karena ketahuan menangis itupun, hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan pelan, padahal sudah sangat jelas kalau dia melihat Amira yang sudah mengeluarkan air matanya itu, tetapi Amira tetap saja mengelak kalau dia tidak menangis.
Air mata yang masih bergenang di pelupuk mata indahnya itu sudah menjadi bukti, Amira yang menggunakan cadar, membuat kedua bola mata indahnya menjadi pusat utama Fajar untuk memandanginya.
Baru kali ini juga Fajar berani melihat Amira dalam waktu yang cukup lama, yaitu setelah Amira sudah sah menjadi istrinya, biasanya di sekolah dia sama sekali tidak pernah melakukan itu bahkan saat berdiskusi dengan Amira sekalipun, karena dia sangat menghargai Amira yang sangat menjaga aurat dan juga pandangannya, karena itu dia tidak pernah berani menatap Amira selama ini.
" Kamu memang gak nangis, tapi hampir menangis."
" E-enggak Fajar aku enggak nangis kok." ucap Amira yang masih membantahnya.
Pada akhirnya Fajar pun memutuskan untuk tidak memperdebatkan nya lagi, dia langsung beranjak dari sofa, meninggalkan Amira yang masih duduk disana.
" Kamu mau kemana?, bukanya mau istirahat?, biar aku aja yang keluar." tanya Amira.
Dia pun langsung ikut bangkit dari duduknya, menyusul Fajar yang sudah berdiri lebih dahulu.
" Kapan saya bilang,kalau saya mau istirahat?" tanya Fajar, sambil memasukan kedua tangannya ke saku celananya.
Dan hal itu membuat Amira terdiam, dia juga membenarkan bahwa Fajar memang tidak pernah mengatakan ingin istirahat, itu hanya kesimpulannya saja, malah melainkan Fajar yang bertanya seperti itu kepada Amira.
Dan setelah itu Fajar pun langsung segera pergi dari kamar itu untuk mempersiapkan, acara resepsi pernikahan mereka nantinya.
...🖤🖤🖤🖤🖤🖤...
" Masya Allah, mantu Bunda cantik banget."
Annisa yang baru saja memasuki kamar hotel menantunya itu, kembali dikejutkan oleh penampilan Amira yang begitu cantik dan juga sangat indah.
Kecantikan Amira di balik cadar itu, benar-benar sangat terpancarkan meskipun wajah Amira tertutup oleh cadar namun melihat mata indah nya itu memperlihatkan kalau Amira memanglah sangat cantik meskipun ditutup oleh sebuah cadar.
" Makasih, Bunda." ucap Amira tersenyum malu setelah di puji oleh ibu mertuanya itu.
Annisa pun langsung membalasnya dengan senyuman dan anggukan pelan.
Kemudian dia langsung melihat ke arah beberapa staff yang membantu mempersiapkan dan mendadani penampilan Amira saat ini.
" Anak saya dimana?" tanya Annisa kepada salah satu staf yang bertugas mengurus acara pernikahan mereka.
" Sedang bersiap nyonya, sebentar lagi selesai." jawab salah satu staf itu, kemudian dia langsung izin keluar dari kamar. Setelah memastikan jika penampilan Amira sudah terlihat sempurna di tangan mereka.
" Kalau gitu Bunda kebawah duluan, ya, kasian Ayah sudah nunggu, kamu tunggu suami kamu aja disini, nanti dia bakal jemput kamu."
" I-iya Bunda." ucap Amira yang gugup.
Dan Annisa pun langsung pergi dari kamar hotel itu dan segera kebawah untuk menemani suaminya, sambil menunggu Fajar dan juga Amira disana.
...🖤🖤🖤🖤🖤...
Satu jam kemudian, jantung Amira sudah berdetak cepat tidak karuan, saat sudah tiba waktunya Fajar untuk menjemput dirinya.
Dia merasakan hal yang aneh dan rasa takut yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
" Udah siap?" tanya Fajar yang sudah ada di hadapannya.
" Insyaallah, sudah." ucap Amira yang langsung menganggukan kepalanya.
" Ehmm...Jar." ujar Amira dengan pelan, saat pintu lift nya sudah terbuka saat mereka sudah sampai di ruang acara resepsi pernikahan.
" Apa?" tanya Fajar sekilas melirik ke arah Amira.
Amira tidak menjawab, dia hanya fokus melihat ke seluruh penjuru ruangan yang sudah dipenuhi oleh para tamu undangan.
Sikap Amira yang seperti itu membuat Fajar paham, tentang apa yang Amira sedang pikirkan saat ini.
Fajar pun langsung menggenggam tangan Amira yang tentunya hal itu membuat Amira terkejut.
" Orang lain gak perlu tau kita menikah, ini hanya karena keinginan Bunda saja." jelas Fajar.
Dia menjelaskan nya sebelum Amira protes karena dia tiba-tiba saja menggenggam tangan Amira itu untuk yang kedua kalinya, sedangkan yang pertama sudah terjadi saat mereka sudah seleksi akad.
" Fajar." bisik Amira.
Fajar langsung kembali melirik ke arah Amira, dia merasakan genggaman tangan Amira yang semakin erat saat mereka sudah semakin dekat dengan tempat acara, dia yakin kalau Amira saat ini sedang tidak sadar kalau dirinya menggenggam tangan Fajar dengan sangat kuat saking dirinya yang sangat grogi.
" Kenapa tamunya banyak banget? bukanya yang diundang cuma keluarga deket kamu aja?."
" Kolega Ayah dan temen Ayah juga diundang, sudah tenang dan jalani semua acara." jawab Fajar dengan tenang.
Setelah itu merekapun melanjutkan langkah mereka ke ruang acara resepsi pernikahan dan melanjutkan kegiatan terakhir mereka sebagai seorang sepasang suami-istri.
TO BE CONTINUE.
mampir dinovelku juga ya/Pray/