Samuel, pria berusia 38 tahun, memilih hidup melajang bertahun-tahun hanya demi satu tujuan—menjadikan Angelina, gadis 19 tahun yang selama ini ia nantikan, sebagai pendamping hidupnya. Setelah lama menunggu, kini waktu yang dinantikannya tiba. Namun, harapan Samuel hancur saat Angelina menolak cintanya mentah-mentah, merasa Samuel terlalu tua baginya. Tak terima dengan penolakan itu, Samuel mengambil jalan pintas. Diam-diam, ia menyogok orang tua Angelina untuk menikahkannya dengan paksa pada gadis itu. Kini, Angelina terperangkap dalam pernikahan yang tak diinginkannya, sementara Samuel terus berusaha memenangkan hatinya dengan segala cara. Tapi, dapatkah cinta tumbuh dari paksaaan, atau justru perasaan Angelina akan tetap beku terhadap Samuel selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Rinn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tahan bukan saatnya
Dimalam hari, Samuel sedang menatap laptopnya ketika tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, ia melepaskan kacamatanya dan tiba-tiba indra penciumannya merasakan bau masakan mie instan di dapur. Merasa tertarik, ia beranjak pergi dan berjalan keluar kamar.
Ketika ia menuruni tangga menuju dapur, ia terdiam sejenak menatap tubuh halus dan putih mulus milik istrinya, Angelina yang sedang memasak mie untuk dirinya sendiri.
Tepat sekali hujan deras di malam ini, mata Samuel masih terpaku pada tubuh Angelina, ia menelan ludahnya merasa Angelina lebih menggugah selera dibandingkan dengan mie yang sedang dimasaknya. Hujan yang deras membuat suasana menjadi intim, dan aroma mie instan yang mendidih menambah kenyamanan malam itu.
Angelina, yang tidak menyadari kehadiran Samuel, terus sibuk dengan tugasnya. Dia mengenakan pakaian santai yang membuatnya terlihat lebih anggun. Samuel merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Angelina malam ini, dan perasaannya mulai bercampur antara ketertarikan dan kekhawatiran.
“Angelina,” panggil Samuel pelan, berharap untuk tidak mengejutkannya.
Angelina berbalik, dan tatapannya langsung bertemu dengan Samuel. Wajahnya tampak terkejut, tetapi segera tergantikan dengan ekspresi dingin yang biasa. “Kau tidak tidur?” tanyanya.
“Belum,” jawab Samuel, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang. “Aku merasakan aroma makanan dan… di sini kamu.”
“Ini hanya mie instan,” balas Angelina, sambil mengangkat panci dari kompor. “Tidak ada yang istimewa.”
Namun, Samuel menggelengkan kepala. “Tapi kau tetap memasaknya. Aku menghargainya.”
Angelina terdiam sejenak, seolah mencerna kata-kata Samuel. Ia kemudian mengalihkan pandangannya kembali ke mie yang sedang dimasak. “Kalau begitu, jangan hanya berdiri di situ. Mau makan?” tawarnya, meskipun suaranya terdengar lebih dingin daripada yang dimaksudkan.
“Bolehkah aku bergabung?” tanya Samuel, berusaha untuk lebih mendekat.
“Kalau mau,” jawab Angelina singkat, tanpa menatap Samuel.
Samuel melangkah lebih dekat dan berdiri di sampingnya, merasakan kehangatan dari tubuh Angelina yang membuat jantungnya berdegup kencang. Ia melihat bagaimana Angelina dengan lihai mencampurkan bumbu ke dalam mie, gerakan tangannya yang halus memikat perhatiannya.
Setelah selesai, Angelina menyajikan mie instan ke dua mangkuk. “Ini sudah siap,” katanya, berusaha menahan diri untuk tidak memperlihatkan senyumnya.
Mereka duduk berhadapan di meja makan kecil di dapur. Hujan di luar semakin deras, menciptakan suasana yang lebih akrab di antara mereka. Samuel menatap Angelina yang sedang menikmati mie-nya, dan dalam hati ia berharap bisa menciptakan momen-momen seperti ini lebih sering.
“Terima kasih, Angelina. Untuk malam ini,” ucap Samuel, menyadari betapa berharganya momen sederhana ini.
Angelina hanya mengangguk, matanya tidak bertemu dengan Samuel, tetapi ia bisa merasakan ada kehangatan di antara mereka, meski sedikit sulit untuk diungkapkan.
Dalam keheningan yang diwarnai suara hujan, mereka berdua merasakan adanya perubahan kecil dalam hubungan mereka, yang mungkin bisa menjadi awal untuk saling memahami satu sama lain.
Tetapi bagaimanapun, mata Samuel masih tertuju pada tubuh Angelina, pakaian santai berwarna merah yang berbentuk seperti handuk membuat Angelina semakin cantik dan diinginkan. Samuel berusaha menahan keinginannya, ia bisa merasakan panas menjalar ditubuhnya.
"Angelina..."panggil Samuel dengan napas berat.
Angelina menatap Samuel, menyadari perubahan Samuel, ia mengernyit kesal, "Apa lagi?"
"Kau tahu, ini hujan deras. Apa kau tidak kedinginan memakai pakaian seperti itu?"
Angelina mengangkat alisnya, terlihat sedikit terkejut dengan perhatian yang diberikan Samuel. “Ini hanya pakaian santai,” jawabnya sambil berusaha terdengar acuh. Namun, dalam hati, ia merasakan sedikit getaran akibat tatapan intens Samuel.
“Seharusnya kau mengenakan sesuatu yang lebih hangat,” lanjut Samuel, berusaha menjaga nada suaranya tetap santai meskipun perasaannya semakin berkecamuk. Ia tidak ingin terlihat terlalu bernafsu, tetapi sulit untuk mengabaikan daya tarik Angelina.
Angelina hanya mengangkat bahu. “Aku nyaman begini. Lagipula, ini hanya kita berdua di rumah,” katanya, mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Namun, dalam hatinya, ia tahu bahwa Samuel mengamatinya dengan cara yang berbeda, dan itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.
Samuel menunduk sejenak, berusaha menata pikirannya. “Tapi tetap saja, kau harus menjaga kesehatanmu. Jika kau sakit, siapa yang akan merawatmu?” Ia berusaha menggunakan nada khawatir, berharap bisa menciptakan suasana yang lebih akrab.
Angelina mendengus pelan. “Jangan khawatir tentang aku. Aku bisa mengurus diriku sendiri,” ujarnya, tetapi suaranya tidak sekuat sebelumnya. Ia tahu bahwa Samuel mungkin benar, tetapi ia enggan untuk menunjukkan kelemahan.
Satu sisi tubuhnya merasakan ketertarikan yang mendalam terhadap Samuel, sementara sisi lainnya menolak untuk terlalu dekat. Ketegangan di antara mereka terasa semakin nyata, dan saat itu Samuel mengambil kesempatan untuk lebih mendekat.
“Kalau begitu, biarkan aku yang menjagamu malam ini,” katanya sambil tersenyum, berusaha mencairkan suasana. “Aku bisa menyalakan pemanas dan membuatmu hangat malam ini sampai hujan berhenti dengan sendirinya."
Angelina sedikit tercengang oleh perkataan Samuel, ia tahu maksud yang Samuel katakan. Dengan acuh Angelina menolak.
"Aku tidak butuh penghangat!" katanya, merasa semakin tidak nyaman oleh pria kekar didepannya.
Samuel terkekeh geli, tubuhnya perlahan condong begitu dekat dengan wajah istrinya. Sementara Angelina tertegun sesaat, mendongak menatap kembali pada Samuel.
Keduanya hanya saling menatap dalam hening. Mata Samuel terkunci pada bibir merah dan mungil milik Angelina, sementara jantungnya berdebar kencang. Hujan yang deras di luar seolah memisahkan mereka dari dunia, menciptakan momen intim yang membuat suasana semakin tegang. Samuel bisa merasakan ketegangan di antara mereka, dan setiap detak jantungnya seolah berkomplot untuk mendorongnya lebih dekat.
"Angelina..." suara Samuel serak, penuh kerinduan. Tanpa sadar, tangannya bergerak perlahan, ingin menyentuh pipi Angelina, tetapi Angelina dengan cepat menarik wajahnya menjauh, menghindari sentuhan yang berpotensi membawa mereka ke jalur yang lebih dalam.
"Jangan pernah menyentuh ku!" tegas Angelina mengingatkan Samuel.
Samuel menghela napas, cukup tidak terima dengan tanggapan Angelina, sebenarnya ia berhak melakukan apapun pada istrinya termasuk menggauli nya ketika ia menginginkannya. Namun, untuk sekarang ia harus bisa membuat Angelina jatuh cinta, bersabar dan bukan bertindak implusif sehingga bisa saja membuat Angelina semakin menjauh darinya.
"Aku tidur duluan, ingat jangan makan mie berlebihan," ucap Samuel saat ia bangkit dan meninggalkan dapur.
Sebelum meninggalkan ruangan, ia sempat melirik Angelina, berharap ia bisa mengubah suasana hati istrinya suatu saat nanti.
Ketika melihat Samuel pergi, Angelina merasa lega, namun juga sedikit bersalah. Tetapi rasa benci terhadap pernikahan yang tak diinginkannya membuatnya semakin terpuruk. Ia hanya bisa membuat dinding di antara mereka semakin tebal, seolah-olah itu adalah satu-satunya cara untuk melindungi hatinya dari luka yang lebih dalam.
Ia pun melanjutkan memakan mie-nya yang masih hangat ditemani suara hujan diluar.