Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saingan
Seorang murid Padepokan Pandan Alas yang juga merupakan pimpinan para murid yang mengiringi perjalanan Mpu Layang dan Sasongko, Sastra, langsung berteriak lantang.
"Kawan-kawan, ayo kita balas dendam atas kematian Guru dan Denmas Sasongko!!!"
Mendengar perintah Sastra, sembilan orang murid Padepokan Pandan Alas langsung menerjang ke arah Panji Rawit yang di lindungi oleh Pramodawardhani dan Pangkaja. Mereka langsung menyerang dengan membabi buta.
Shhrrraaaaaaaakkk shhrrraaaaaaaakkk!!
Pangkaja dengan gesit bergerak menghindari serangan empat murid Padepokan Pandan Alas yang menerjang ke arah nya. Sastra yang mengandalkan ilmu silat Cakar Rajawali Melebur Gunung memburu Pangkaja yang ia anggap sebagai penolong musuh.
Tapi Pangkaja bukanlah pendekar kemarin sore yang bisa dijatuhkan dengan mudah. Bagaimanapun juga, ia adalah murid tertua Begawan Ciptaning, seorang pendeta sakti mandraguna dari Gunung Wilis. Meskipun tidak terlalu cerdas dalam menyerap ilmu Begawan Ciptaning, akan tetapi Pangkaja telah menguasai dasar-dasar ilmu silat pendeta sakti itu selama bertahun-tahun.
Dengan cerdas, Pangkaja berkelit menghindari cakaran tangan Sastra yang mengincar lehernya lalu memegang bahu Sastra dari belakang dan melayangkan tendangan keras ke arah dua murid Padepokan Pandan Alas yang menyerang dari belakang.
Dhhaaasshhh dhhaaasshhh..
Oooouuuuuuggggghhh!!!
Tendangan keras dari Pangkaja menghajar dada mereka dan membuat dua murid Padepokan Pandan Alas itu langsung jatuh terjengkang sambil melengguh kesakitan. Pangkaja lalu tertawa terkekeh kecil melihat mereka yang terjatuh dan segera melesat ke arah seorang murid lainnya yang masih berdiri. Pertarungan satu lawan empat ini terlihat seperti seorang pendekar yang sedang bermain-main.
Di sisi lain, Pramodawardhani dengan gagah berani menghadapi 6 murid Padepokan Pandan Alas yang mengepung dia dan Panji Rawit. Perempuan cantik yang mendapat julukan sebagai Perawan Lembah Wilis ini memang bukanlah pendekar perempuan biasa. Dalam beberapa gebrakan saja, dua murid Padepokan Pandan Alas sudah terjungkal mencium tanah halaman Perguruan Pedang Perak,
Whhhuuuuuuuuuutttt shhreeeeeeeeettt..
Pllllaaaakkkkkk dhhaaasshhh dhhaaasshhh!!
Lagi-lagi, dua orang murid Padepokan Pandan Alas harus tersungkur dengan gigi rompal dan bibir berdarah setelah sikutan Pramodawardhani telak menghajar mulut mereka.
Dua orang murid Padepokan Pandan Alas lainnya memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang ke arah Panji Rawit yang sedang terluka parah. Akan tetapi mereka salah perhitungan.
Panji Rawit dalam keadaan seperti itu masih sanggup melawan kedua murid Padepokan Pandan Alas itu. Segera ia menghindari serangan-serangan mereka berdua. Dua jurus kemudian Panji Rawit lalu dengan cepat memutar tubuhnya sembari menghantam punggung keduanya dengan sekuat tenaga.
Bhhuuuuuugggghhh bhhuuuuuugggghhh!!
Aaaauuuuuuuggggghhhhh!!!
Keduanya langsung terjungkal di sebelah kawan nya ya baru dijatuhkan oleh Pramodawardhani. Sepuluh jurus, para murid Padepokan Pandan Alas berhasil dibuat tak berdaya oleh Panji Rawit, Pangkaja dan Pramodawardhani. Meskipun tidak ada yang terbunuh, akan tetapi memar dan lebam di beberapa bagian tubuh mereka juga bibir pecah dan berdarah serta beberapa gigi yang rontok menjadi bukti bahwa para murid Padepokan Pandan Alas bukanlah lawan yang seimbang dengan ketiga pendekar itu.
Kekacauan di arena sayembara tersebut yang diawali dengan kematian Sasongko, di lanjutkan dengan pengkhianatan Guninglaya dan terbunuhnya Mpu Layang sang pimpinan Padepokan Pandan Alas langsung diselesaikan oleh Rara Kartikawati dengan membubarkan sayembara. Para penonton langsung membubarkan diri juga para murid Padepokan Pandan Alas yang masih bisa berjalan cepat-cepat meninggalkan tempat itu.
Guninglaya tewas setelah dikeroyok oleh para murid Perguruan Pedang Perak yang pernah dia latih sebelumnya. Pengkhianatan Guninglaya pada Mpu Kartikabuana membuat mereka tidak terima dan langsung merajam tubuh Guninglaya dengan pedang dan panah hingga kakak seperguruan Mpu Kartikabuana itu tewas dengan luka yang dideritanya.
Dipapah oleh Pangkaja dan Pramodawardhani, Panji Rawit bermaksud untuk meninggalkan Perguruan Pedang Perak akan tetapi langkah mereka langsung terhenti setelah Rara Kartikawati menghadang pergerakan mereka bertiga.
"Kalian mau kemana? ", tanya Rara Kartikawati seraya menatap ke arah mereka bertiga.
" Acara ini sudah selesai. Kakang Rawit juga sudah berhasil melampiaskan dendam nya pada Mpu Layang. Aku dengar bapak mu juga sedang dalam masalah. Jadi sebaiknya kami segera pergi dari tempat ini.. ", sahut Pramodawardhani segera.
" Tidak bisa, kalian tidak bisa pergi begitu saja. Dia adalah pemenang dari sayembara ini, maka ia harus tetap tinggal di sini sampai ayah ku mengijinkan nya untuk pergi.. ", Rara Kartikawati menunjuk pada Panji Rawit yang berada dalam papahan Pangkaja dan Pramodawardhani.
" Apa kau sudah gila?!
Lihat keadaan nya, ia sedang luka parah begini kau masih ingin ia tetap tinggal disini? Kalau kami tidak pergi, orang-orang Padepokan Pandan Alas akan datang membalas dendam pada Perguruan Pedang Perak. Dengan keadaan ayah mu saat ini, apa kau pikir kalian bisa menghadapi mereka? ", tegas Pramodawardhani yang langsung membuat Rara Kartikawati berpikir keras.
"Begini saja, kalian tinggal dulu di salah satu rumah milik keluarga ku yang berada tak jauh dari perguruan. Sekalian untuk memulihkan luka-luka di tubuh pendekar muda ini. Disana ada seorang tabib pengobatan yang bisa membantu untuk mempercepat penyembuhan.
Nanti jika pendekar muda ini sudah sembuh, kita baru bicara lagi. Bagaimana? ", Rara Kartikawati menatap wajah cantik Pramodawardhani dengan penuh harapan perempuan itu menyetujuinya.
Pramodawardhani terdiam sesaat. Sepertinya ia juga berpikir bahwa sungguh beresiko mengajak Panji Rawit melakukan perjalanan jauh dengan keadaan nya sekarang ini. Setelah menghela nafas panjang, Pramodawardhani menganggukkan kepalanya tanda setuju yang membuat Rara Kartikawati tersenyum senang.
Mereka berempat bergegas meninggalkan Perguruan Pedang Perak menuju ke sebuah pemukiman penduduk yang berada tak jauh dari tempat itu. Kampung ini cukup banyak penduduknya, sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani ataupun peladang juga pemburu di kawasan hutan lebat yang masih banyak dihuni oleh binatang liar.
Di sebuah rumah kayu yang tidak telalu besar, mereka berempat menghentikan langkah. Rara Kartikawati segera mengajak Panji Rawit dan kawan-kawan untuk masuk. Segera setelah itu, Rara Kartikawati keluar dan tak lama kemudian ia datang bersama seorang lelaki tua yang dari dandanan nya saja sudah kelihatan bahwa ia adalah seorang tabib.
"Mpu Prana, tolong kau obati kawan ku ini. Masalah biaya kau tak perlu khawatir, aku yang akan menanggung nya", ucap Rara Kartikawati segera.
" Nimas Rara Kartikawati tak perlu sungkan. Nimas sudah banyak membantu ku juga masyarakat kampung ini. Sudah selayaknya aku juga membalas perbuatan baik nimas tanpa mengharapkan balasan ", ujar lelaki tua yang bernama Mpu Prana itu sembari tersenyum.
Segera setelah itu, Mpu Prana memeriksa keadaan Panji Rawit. Lelaki tua yang bekerja sebagai tabib itu manggut-manggut sebentar lalu mengambil beberapa barang di dalam kotak kayu yang ia bawa. Ia mengambil sepotong bumbung bambu kecil bertutup putih, membuka nya dan segera menaburkan benda berbentuk bubuk putih itu ke luka-luka Panji Rawit. Sang pendekar muda menggeram menahan rasa sakit.
"Tahan sebentar saja. Setelah ini luka mu akan segera mengering, anak muda", ucap Mpu Prana sembari mengambil beberapa daun kering juga potongan bahan obat kering. Dia meramu nya lalu memberikan nya pada Pramodawardhani. Dia meminta Pramodawardhani merebusnya dan memberikan pada Panji Rawit sehari dua kali sebelum ia pamit undur diri. Rara Kartikawati mengantar Mpu Prana kembali ke rumahnya.
Setelah Panji Rawit beristirahat, Pangkaja menarik lengan Pramodawardhani keluar dari dalam rumah. Begitu sampai di luar rumah, Pramodawardhani dengan cepat mengibaskan tangannya hingga cekalan itu terlepas.
"Ada apa sih Kakang Pangkaja? Sakit tahu.. ", omel Pramodawardhani sembari mengelus kulit nya bekas pegangan Pangkaja.
" Gadis bodoh! Apa sebenarnya yang ada dalam otak mu itu hah? Apa kau benar-benar ingin kehilangan Panji Rawit? ", tukas Pangkaja yang membuat Pramodawardhani terkejut.
" Apa maksud mu berkata seperti itu, Kakang Pangkaja?! Jangan bicara macam-macam ya".
"Duh gadis ini..
Dengar Pramodawardhani, putri pimpinan Perguruan Pedang Perak itu jelas-jelas tertarik pada Panji Rawit. Dia sengaja menahan kita untuk bisa mendekati Panji Rawit. Soal wajah dan penampilan nya, ia tidak kalah dari mu. Apa kau yakin bisa menang bersaing untuk mendapatkan cinta pendekar muda itu?", ucapan Pangkaja ini langsung membuat Pramodawardhani terdiam seketika.
"Aku bisa melihat bahwa kau menyukai Panji Rawit sejak kita bersama. Aku juga tidak keberatan jika nantinya Panji Rawit lah yang akan menjadi suami mu.
Tapi jika kamu harus menghadapi Rara Kartikawati itu, kau tak boleh hanya bersikap santai saja. Bisa-bisa Panji Rawit jatuh ke pelukan perempuan itu ", imbuh Pangkaja yang membuat dada Pramodawardhani bergemuruh seperti suara gunung yang sedang meletus. Tangan Pramodawardhani langsung mengepal erat.
"Lantas apa yang mesti aku lakukan, Kakang? ", mendengar pertanyaan adik seperguruannya, Pangkaja segera mendekatkan diri ke Pramodawardhani dan membisikkan sesuatu di telinga gadis cantik itu. Wajah Pramodawardhani langsung memerah mendengar nya sembari memekik keras,
" Haaaahhhhhh??!!! Pakai cara itu? "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut