🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Aku Akan Mengejarmu
"Sayang, kamu mau kemana?"
"Hah?" Daliya terbengong-bengong melihat sikap Ren yang tiba-tiba berubah menjadi sangat manis. Ren meraih pinggang Daliya dan membuat tubuh gadis itu mendekat kepadanya.
"Wah, romantis banget ya...," Silvi berkata dengan nada sarkas. Wajahnya terlihat kesal. "Gue kira kalian udah putus karena Ren nggak Lo ajak ke ulangtahun bundanya Kevin kemarin malam,"
Kening Ren berkerut, lalu ia menatap Daliya yang masih shock di pelukannya. Jadi setelah sorenya dia menghajar Kevin, malamnya mereka ketemuan lagi? Entah kenapa hati Ren terasa panas mengetahui fakta itu.
"Jangan-jangan, Ren nggak tahu ya?" Silvi menutup mulutnya dengan dramatis, pura-pura terkejut. "Ya ampun, Lo gimana sih, Dal?"
"Ah, sepertinya kamu salah paham," Meski di dalam hatinya terbakar api cemburu, Ren masih bisa pura-pura tersenyum. "Daliya sudah mengajak saya kok, cuma saya sedang sibuk waktu itu. Iya kan, sayang?"
Daliya hanya bisa menganggukkan kepala sambil tersenyum. Ia masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Apalagi ketika lelaki itu dengan tiba-tiba menggesekkan hidungnya pada pipi Daliya.
"Cih," Silvi berdecak sebal. "Nggak usah romantis-romantisan di depan Gue kenapa sih? Kaya situ doang yang punya pacar," ujarnya sewot. Setelah itu dia berlalu begitu saja meninggalkan mereka.
Setelah Silvi pergi, Ren segera melepaskan rangkulannya dari Daliya. Daliya juga merasa tahu diri, segera menjauh dari Ren.
"Eng, makasih ya," Kata Daliya lirih. Jantungnya masih berdebar tak karuan. "Tapi, kenapa kamu membantuku?"
"Terus, kalau tidak dibantu, kamu mau apa? Kabur? Kamu pikir wanita seperti dia tidak akan curiga?" Ren balik bertanya dengan nada ketus.
"Ya, tapi kan sebenarnya itu urusanku, bukan urusan kamu," Daliya menjawab sambil melirik takut-takut.
"Padahal kamu sendiri yang menyeret-nyeret aku ke urusanmu,"
Daliya menelan ludah. "Kamu marah padaku ya?"
"Aku nggak marah," jawab Ren cepat, tapi dia berkata begitu masih dengan bibir mengerucut.
"Sekarang pun kamu masih kelihatan marah," Daliya tak mau kalah. Ia sudah menahan diri seharian untuk tidak membahas hal ini. Saat ada kesempatan, Daliya ingin membahasnya sampai tuntas.
Ren menghela napas panjang sebelum menjawab. "Sejujurnya, aku memang agak bete sama kamu,"
Daliya terbelalak. Benar kan? Jadi seharian laki-laki ini bersikap menyebalkan karena dirinya?
"Kalau aku tanya kenapa, apa kamu akan makin marah?"
Ren kali ini benar-benar menatap Daliya dengan tatapan kesal. "Kamu nggak sadar kesalahan kamu apa?"
"Aku bukan cenayang Ren, aku tidak akan tahu kalau kamu nggak kasih tahu," Daliya kemudian terdiam untuk berpikir sejenak. "Apa jangan-jangan, karena aku menolak untuk kamu cium?"
Ren terhenyak, seketika wajahnya memerah karena malu. "Ya, itu juga sih! Tapi aku tambah kesal karena kamu lebih membela Kevin ketimbang aku,"
"Aku membela Kevin?" Daliya mengerutkan keningnya bingung. "Kapan aku begitu?"
"Kamu mengusir aku kemarin, bahkan membentak aku,"
"Apa?" Daliya mulai mengingat-ingat kejadian kemarin sore. Ia terbelalak saat menyadari kalau dirinya memang membentak Ren kemarin.
"Astaga, maaf, aku tidak sengaja, sungguh...," Daliya terlihat menyesal. "Mungkin menurut kamu kemarin aku sudah mengusir kamu, tapi sebenarnya niatku tidak seperti itu,"
"Terus apa?"
"Aku khawatir kamu akan diusir oleh pemilik kost dan tidak boleh datang ke sana lagi,"
"Kenapa begitu?"
"Soalnya, Kevin sudah sering datang ke kostan ku, dan dia lumayan akrab dengan pemilik kost. Aku khawatir kamu akan dianggap biang kerok karena sudah membuat keributan di sana,"
"Aku meninju dia karena dia ngomong aneh-aneh tentang kamu!" Ren bersungut-sungut.
"Iya, aku tahu. Tapi mereka kan tidak. Aku benar-benar berterimakasih padamu soal itu," Daliya mengusap lembut punggung lelaki besar di sampingnya. "Maaf karena aku malah membuatmu kesal,"
Ren memalingkan muka. Meskipun tahu kebenarannya, Ia masih merasa kesal.
"Kamu masih sesuka itu sama dia?" tanya Ren dengan mata memicing. 'Dia' yang dimaksud jelas adalah Kevin.
Daliya tidak segera menjawab. Jujur, dia juga bingung harus menjawab apa pertanyaan itu. Apakah saat ini dirinya masih menyukai Kevin? Entahlah. Tapi, kalau dipikir-pikir, kenapa akhir-akhir Daliya jadi jarang memikirkan Kevin? Kenapa yang ada di pikiran Daliya malah...Ren?
"Nggak usah dijawab kalau memang nggak bisa jawab," Ren sudah merasa kesal duluan. "Apa bagusnya sih cowok itu dibanding aku?"
"Kamu nggak bisa membandingkan diri kamu sama orang lain begitu, Ren,"
"Makanya, itu yang aku bingung dari kamu! Apa wajahku ini belum bisa memenangkan hati kamu?" Ren berkata dengan nada berapi-api, sambil kedua tangannya menangkup wajah Daliya.
"Apa?"
"Seumur hidup, belum pernah aku ditolak cewek," Ren menatap Daliya tajam. "Biasanya mereka yang mengejar-ngejar aku. Tapi kamu?"
"Ren, aku—"
"Kalau begitu, aku sudah memutuskan," Ren melepaskan tangannya dari wajah Daliya. Daliya jelas makin kebingungan. Apa? Memutuskan apa?
"Mulai sekarang, aku akan terang-terangan mengejar kamu," Ren berkata dengan penuh tekad.
"Hah?"
"Kalau setelah aku berjuang semaksimal mungkin dan kamu tetap tidak menyukai aku, baru aku akan menyerah,"
"Ren, aku—"
"Aku nggak menerima penolakan," Ren menutup mulut Daliya dengan jari telunjuknya. "Nantikan saja,"
"Apa? Nantikan apa?"
"Godaan dari seorang Narendra Admaja. Aku yakin kamu pasti tidak akan bisa menahannya," Ren berkata begitu sambil memamerkan senyum penuh pesonanya. Tak hanya Daliya, semua wanita yang berada di sekitar mereka ikut tersihir dengan senyuman bak malaikat turun dari kahyangan itu.
"Ganteng banget!"
"Gila! Itu beneran manusia?!"
Bisikan-bisikan itu membuat Ren tersenyum puas, lalu ia berjalan mendekati Daliya dengan wajah menyeringai. "Lihat kan? Tidak ada wanita yang tidak takluk pada wajahku. Jadi aku pastikan kamu pun akan segera takluk,"
Daliya menahan napas saat lelaki itu mendekatkan wajah padanya. Membuat deru napas Ren yang hangat menerpa wajah Daliya, memberikan efek merinding dan jantung yang berdebar kencang.
"Bagaimana? Kamu sudah terpesona?" Goda Ren. "Jangan lama-lama, karena nanti aku yang jadi gila,"
Daliya menelan ludahnya gugup. Wajah Ren yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya membuat jantung gadis itu melompat kesana kemari. Ren sepenuhnya salah, karena sebenarnya saat ini Daliya sudah jatuh ke dalam pesona seorang Narendra Admaja.
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..