Malika Anggraini 19 th yang di paksa menikah oleh keluarga angkatnya dengan laki laki cacat yang duduk di kursi roda karena sebuah kecelakaan.
Demi membalas budi keluarga angkatnya dan juga ingin keluar dari rumah yang seperti neraka bagi Malika, dia menyetujui permintaan Ibu angkatnya, berharap setelah keluar dari rumah Keluarga angkatnya Malika bisa mendapatkan kehidupan bahagia.
Bagaimana kisah Malika, yukkk.... ikuti cerita selanjutnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
"Malika... Maaf kan Bapak nak, bapak ngak bisa belain kamu" ujar Pak Bayu menemui Malika di kamar tidur Malika.
"Iya pak... Ngak pa apa, Malika udah senang selama ini di tampung sama bapak tinggal di sini, makasih ya pak udah mau jagain Malika sampai saat ini, maaf Malika belum bisa balas budi sama bapak" ujar Malika memeluk Ayah angkatnya.
"Jangan pikirin itu nak, hiduplah bahagia di luar sana, jangan pernah balik lagi kerumah ini, bukan bapak tidak mau menerima kamu, tapi bapak tidak tega melihat kamu di siksa di sini nak, bapak menyesal tidak membiarkan kamu untuk ngekos dulunya" ucap Pak Bayu sendu sambil memeluk Malika.
"Sudah pak... jangan di ingin lagi, Malika ngak apa apa kok, pak... klau Malika ngak di izinkan ke rumah ini, lalu klau Malika rindu sama bapak giman?" tanya Malika, dia hanya punya Pak Bayu sebagai sanak saudaranya di dunia ini, dia tidak punya keluarga selain Pak Bayu.
"Nanti kita pasti bisa ketemu nak, sekarang pergilah, semoga di sana kamu bisa mendapatkan kebahagianmu" ucap Pak Bayu sekali lagi dia memeluk erat tubuh anak angkatnya itu, Pak Bayu sangat menyayangi Malika melebihi anak kandungnya sendiri, karena Malika anak yang patuh, tidak neko neko seperti anaknya yang selalu membuat kepala Pak Bayu pusing setiap hari.
"Heh... lama banget sih loe ngambil baju lusuh aja! bentak Sintya yang sudah jengah melihat Malika di peluk sayang oleh papanya.
"Iya... ini sudah selesai kok" ujar Malika dan berlalu dari kamarnya.
"Kasian banget hidup loe, cantik sih cantik, pintar jangan di tanya, tapi punya laki cacat sama aja bohong" ejek Sintya.
Malika hanya diam tanpa mau menjawab ucapa Sintya yang tidak berbobot menurut Malika.
"Cih... sombong loe, gue takutnya nyampe di sana loe malah di usir dan tidur di kolong jembatan, eh... tapi klau itu terjadi, loe di usir sama mereka jangan pernah balik lagi ke rumah ini, rumah ini bukan penampungan" pekik Sintya.
Malika hanya menarik nafasnya dalam dalam, agar tidak menjawab ucapan Sintya.
"Saya sudah selesai nyonya" ucap Malika yang berdiri di dekat mamanya Refandi
"Baik lah..." ujar Mama Refandi, dia lansung berdiri dan berjalan keluar rumah itu, dan di belakang Ferdian di dorong oleh kepala pelayan yang membantunya, Malika mengikuti mereka dari belakang.
"Biarkan dia yang mendorong saya pak!" titah Refandi.
Malika tau klau dia yang di suruh mendorong calon suami yang dia sendiri belum tau siapa namanya itu, lansung mengambil alih mendorong kursi roda Refandi
Sesampai di mobil Malika pun ikut membantu Refandi untuk naik ke atas mobil.
"Sini Tuan saya bantu" ujar Malika lembut.
Refandi membiarkan saja apa yang di lakukan oleh Malika, dia menyapirkan tangannya di pundak calon istrinya itu, dan Ferdian bisa mencium wangi tubuh calon istrinya yang menenangkan bagi Ferdian.
"Kamu duduk di sini, di samping saya" titah Refandi yang tidak bisa di bantah.
Malika hanya mengikuti dengan pasrah permintaan calon suaminya itu tanpa penolakan.
"Jalan Pak" ucap Refandi.
Di dalam mobil itu terjadi ke heningan tidak ada satu pun yang membuka suara, sibuk dengan pikiran masing masing, begitu pun dengan Malika, dia sibuk memandangi pemandangan luar mobil yang membawa dia entah kemana.
Refandi selalu curi curi pandang ke arah calon istrinya itu, dia bisa merasakan wanita cantik itu banyak memendan Luka batin.
"Aduhhh... kok ada yang keluar sih, ha... apa jangan jangan gue dapat kali ya" panik Malika, saat merasakan tidak nyaman di bagian intinya.
"Kenapa...?" tanya Refandi melihat gadis di sampingnya yang duduk tidak nyaman.
"I-itu, kayanya saya lagi datang bulan Tuan" ujar Malika jujur, dengan wajah bersemu merah, membuat wajah Malika semakin imut di mata Ferdian
"Pak... tolong berhenti di Market terdekat" ujar Refandi tanpa meminta persetujuan Malika.
"Baik Tuan..." ujar sang sopir.
"Turun lah" perintah Refandi.
Malika melihat ke sekeliling tempat, apa mereka sudah sampai, ternyata ini di sebuah super market.
"M-mau ngapain Tuan, apa Tuan mau beli sesuatu?" tanya Malika dengan polosnya.
"Bukan saya, tapi kamu, bukanya kamu bilang sedang datang bulan? berati kamu butuh pembalut bukan?" tanya Refandi menatap mata Malika.
Blusss...
Tentu saja membuat Malika malu alang kepalang, sehingga pipinya kembali merah merona.
"Ahh... Iya, ujar Malika, lansung turun dari mobil dan masuk ke super market itu dengan terburu buru.
"Menggemaskan" ujar Refandi sambil mengembangkan senyumnya.
Tidak sengaja dia melihat tas selempang Malika masih berada di mobil, dia hanya bisa menggelengkan kepala.
"Dasar ceroboh, mau bayar pak apa dia" gerutu Refandi.
"Pak... tolong susul gadis itu, dia lupa bawa dompetnya" titah Refandi.
"Baik Tuan" ucap Sopir dan lansung menyusul Malika ke dalam super market.
Refandi yang di tinggal sendiri di dalam mobil, dengan iseng membuka isi tas Malika.
"Oh... ternya dia mahasiswa, dia juga kerja? bukannya dia anak orang lumayan kaya juga kok kerja sih?" gumam Ferdian.
Nyeeesss....
Hati Refandi merasa perih melihat dompet gadis yang sebentar lagi jadi istrinya itu, ternyata isinya tidak lebih dari 20 ribu, dompet pun sudah usang.
"Astaga... apa yang terjadi dengan kamu gadis kecil" gumam Refandi menatap Malika yang sudah menuju ke arahnya, dia bisa melihat pancaran ke sedihan di mata Malika, walau gadis itu berupaya untuk tersenyum ceria, seolah olah memberi tahu dia baik baik saja, tapi tidak dengan Refandi yang bisa di bohongi.
Bersambung....