Darra Smith adalah seorang anak yatim piatu yang menikah muda dengan suaminya Raynard Walt. Di tahun kedua pernikahannya, semuanya berubah. Mertua dan kakak iparnya kerap ikut campur dengan rumah tangganya. Di tambah perusahaan yang dibangun suaminya mengalami masalah keuangan dan terancam bangkrut. Situasi kacau tersebut membuat Raynard selalu melampiaskan kemarahannya kepada Darra. Ditambah lagi Darra tak kunjung hamil membuat Raynard murka dan menganggap Darra adalah pembawa sial.
"Aku sudah tidak sanggup hidup denganmu, Darra. Aku ingin bercerai!"
Kalimat itu seperti suara gelegar petir menghantam Darra.
Setelah kejadian pertengkaran hebat itu, kehidupan Darra berubah. Bagaimana kisah selanjutnya
ikuti terus ya....
Happy Reading 😊😊😊
Update hanya hari senin sampai jumat 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AROMA PARFUM WANITA
💌 POSESIF SETELAH BERCERAI 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Darra segera membalikkan badannya dan meninggalkan meja. Ia mengambil kunci mobil di atas meja dan melangkah menuju garasi.
Di dalam mobil ia masih terdiam di sana. membiarkan mobil menyala. Tapi Darra belum menginjak pedal gas. Di sana Darra membenamkan wajahnya di setir mobil. Memukul keningnya berulang kali, untuk mengurangi sesak di dadanya.
"Kenapa ibu tidak punya perasaan?"
"Kenapa kau tidak pulang ke rumah Ray? Apa jangan-jangan Ray...." Darra tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
Darra menjalankan mobilnya keluar dari garasi. Saat melihat mobil berwarna merah keluar. Shanty segera berlari mengejar.
"Hei....mobilku!" Shanty berteriak. Ia tidak terima saat Darra memakai mobilnya. Tapi sayang mobil itu tidak bisa dihentikan. Darra sudah membawa mobilnya meninggalkan kediaman Walt.
Di dalam mobil Darra mencoba menenangkan hatinya. Air matanya dengan cepat tergelincir membasahi pipinya. Bayangan Raynard bersama wanita lain terus memenuhi otaknya. Tatapan marah Ray begitu jelas saat suaminya menarik tangannya. Darra seperti tidak mengenal Ray. Itu yang membuat Darra terasa hampa.
Darra menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Memacu mobilnya begitu cepat agar tiba di kantor Walt.
DI KANTOR WALT.
Darra memarkir mobilnya dengan asal. Ia turun dengan terburu-buru.
BRAKKKK!
Pintu mobil dibantingnya dengan cepat. Lalu berjalan dengan penasaran dan jantung yang terus memicu dengan kencang. Ia sangat penasaran apakah Ray sudah tiba di kantor apa tidak.
Ketika berada di dalam di lift, ia bermonolog untuk mengatur kata-kata yang tepat untuk mengucapkan kata maaf. Ya dengan meminta maaf, masalah akan selesai. Dia tidak ingin masalah ini semakin rumit. Apalagi ibu mertuanya tidak menyukai keberadaannya. Paling tidak suaminya berpihak kepadanya. Mengalah demi kebaikan adalah yang terbaik saat ini. Berulang-ulang Darra menghembuskan napas lewat pipi yang menggembung. Ia menjepit bibirnya untuk menenangkan perasaannya.
TING!
Pintu lift terbuka.
Melihat kedatangan istri pak direktur, Felix dengan cepat menundukkan kepalanya untuk memberi hormat.
"Selamat pagi, nyonya!" Sapa Felix dengan senyum ramah.
"Apa bapak direktur ada?" Darra langsung to the point menanyakan keberadaan suaminya.
"Pak direktur ada di dalam. Setengah jam lagi beliau akan pergi meninjau ke lokasi proyek."
"Terima kasih pak Felix ,saya masuk dulu."
" Silakan, nyonya!"
Darra tersenyum lalu melangkah mendekati ruangan pak direktur.
CEKLEK!
Darra membuka pintu dan mendorong daun pintu masuk ke dalam.
"Kenapa aku gugup, Ray adalah suamiku." Darra meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Ia menarik napasnya dalam-dalam dan melangkah masuk.
Raynard terlihat sibuk dan tidak melihat ke arah Darra.
Darra semakin menjepit bibirnya ke dalam dan mendesah kecil. Ia berjalan pelan mendekati suaminya.
"Ss-sayang?" Panggil Darra gugup. Rasa percaya dirinya hilang begitu saja. Raynard masih bertahan dan tangannya terus bergerak menandatangani beberapa dokumen yang ada di atas meja. Ia sudah tahu kalau istrinya akan menyusulnya ke kantor. Begitu Darra kalau Ia tidak pulang ke rumah.
"Sayang lihat aku!" Suara Darra sedikit bergetar dan ia mencengkram tangannya begitu kuat.
Raynard mendesah dan meletakkan pena yang ada di tangannya dengan kasar. Menatap istrinya dengan ekspresi wajah tidak terbaca.
"Apa yang kau lakukan di kantor ini?"
"Aku ingin bicara."
"Bicara? Bukankah di rumah kita bisa melakukan itu. Kau datang ke kantor membahas hal yang tidak penting dan mengganggu pekerjaanku."
DEG
Jantung Darra terpukul begitu keras. Emosi Ray lagi-lagi tersulut.
"Ayo.... katakanlah! Jangan membuang waktuku."
Mendengar itu mata Darra berkaca-kaca. Ia tidak mengerti kenapa Ray berubah sedingin ini. Darra berusaha menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia membuka mulutnya, menarik napasnya yang tertahan karena rasa sesak.
"Soal tadi malam, aku minta maaf sayang, aku sama sekali tidak ada niat untuk membuatmu marah dan merusak acara pestamu. Aku hanya membantu pelayan, tidak ada maksud lain..."
Ray bangkit dari duduknya dan duduk di sisi meja dengan tangan bersedekap. Pembawaannya sangat ini tenang. Tapi matanya begitu tajam menembus jantung Darra. "Kau tidak pernah mengerti aku. Tapi sudahlah....Aku tidak ingin membahas itu lagi. Tapi aku mohon jangan pernah membuat malu keluarga Walt lagi. Aku hanya ingin kau menjadi wanita berkelas."
"Tapi aa-aku...."
"Biarkan aku selesai bicara." kata Ray menatap Darra dengan tajam. Darra terdiam dengan meremas kedua tangannya.
"Jangan pernah membantah ibu dan Shanty. Kau harus menghormati mereka. Kau faham!"
Darra menggeleng. "Jika Ray tahu apa yang akan direncakan ibu. Apakah ray akan percaya. Aku rasa Ray tidak percaya. Bagaimana ini? Ray begitu membela ibunya."
"Agar rumah tangga kita baik-baik saja. Jadilah wanita penurut. Jangan membuat aku semakin tidak suka dengan semua sifatmu." Ray menahan emosinya.
"Jangan seperti ini Ray. Setidaknya dengarkan aku dulu." Darra menatap sendu.
Ray mengusap wajahnya dengan kasar. Berusaha tenang.
"Dulu aku memang terlalu gila, terlalu mencintaimu. Jadi aku mohon jangan biarkan rasa ini pergi. Ku harap kau bisa mengerti itu."
Darra berjalan pelan dengan air mata yang meleleh ke pipinya. Ia sudah pasrah disalahkan. Demi menjaga rumah tangganya. Ia harus mengalah. Darra berusaha untuk tidak menangis, namun ia tidak bisa. Dengan lembut ia memegang tangan Ray. "Aku akan menjadi wanita seperti yang kau inginkan. Tapi aku mohon untuk sementara kita tinggal di apartemen kita saja, hmmmm...."
"Aku tidak ingin membasah itu.. itu...lagi. Pulanglah...." Kata Ray dengan segera bangun dan berjalan keluar dari kantor.
Darra masih shock dan dengan mulut terbuka, sontak langsung mengejar Ray.
"Ray...."Teriak Darra menghentikan Ray.
Felix tertegun. Ia masih berusaha mencerna dengan apa yang terjadi. Ia menepuk pipinya, menyadarkan dirinya siapa tahu juga ia sedang bermimpi.
Ray sudah hilang ditelan lift. Darra masih menepuk pintu lift berulang kali, berharap Ray keluar dari sana. Beruntung saja kantor direktur terpisah dengan karyawannya. Jadi yang menyaksikan kejadian itu hanyalah Felix.
Darra masih belum bisa mengerti, kenapa Ray tidak ingin mereka hidup terpisah dari ibu mertua dan kakak iparnya. Hatinya begitu sedih dan jantungnya masih berdetak dengan sangat kencang. Tangannya memutih pucat dan gemetar. Pandangan Darra berubah kosong. Ia masih memukul pintu lift yang masih tertutup.
Felix melangkah panjang dan mendekati Darra. "Nyonya?" Panggil Felix memegang lengan Darra dan menuntunnya untuk duduk di sofa yang ada di sana.
"Anda baik baik saja?"
Darra tidak menjawab. Ia hanya diam membeku di sana.
Felix membuka air mineral dan memberikan kepada Darra. "Minum dulu, nyonya!"
Darra menerimanya. "Terima kasih, pak." Ucapnya dengan lemah.
Ponsel Felix tiba-tiba berdering. Dengan cepat Ia mengangkatnya.
"Sekarang turun!" titah Raynard. Belum juga Felix menjawab. Tiba-tiba ponselnya sudah di matikan sepihak oleh pak direktur.
"Maafkan saya nyonya. Saya harus turun menemui pak direktur."
Darra menarik napasnya yang begitu sesak lalu ia mengangguk. "Terima kasih pak Felix. Pergilah! Pak direktur tidak suka menunggu." Kata Darra berusaha tersenyum walau hatinya begitu sakit.
"Baik, nyonya!" Kata Felix menunduk dengan sopan.
Setelah cukup tenang, Darra berjalan memasuki kantor suaminya. Kemeja yang dipakainya kemarin tergeletak begitu saja di atas kursi panjang yang ada diruangan itu. Darra menarik napasnya dan melangkah mengambil kemeja itu untuk dibawa pulang. Darra menghentikan gerakan begitu melihat tanda merah di baju Ray. Darra mencium baju itu. Aroma parfum wanita. Instingnya sebagai perempuan keluar.
"Apa jangan-jangan?"
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini Novel ke sepuluh aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
jangan Senin 🤪🤪🤪🤪🤪🤪
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/