Almira Sadika, terpaksa harus memenuhi permintaan kakak perempuannya untuk menjadi madunya, istri kedua untuk suaminya karena satu alasan yang tak bisa Almira untuk menolaknya.
Bagaimana perjalanan kisah Rumah tangga yang akan dijalani Almira kedepannya? Yuk, ikuti terus kisahnya hanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Astaga, Sayang... Maaf, maaf," ucap Sebastian yang merasa bersalah seraya dengan sigap menyodorkan minuman yang dibawanya tadi kepada Almira.
Almira menerima minuman tersebut dan langsung meminumnya.
"Kak Tian kenapa sih? Al perhatikan sedari tadi Kak Tian seperti ada yang sedang dipikirkan," Almira menjeda sejenak ucapan nya sebelum kembali bertanya, "Ada apa? Apa ada masalah? Di perusahaan?"
Akan tetapi sudah sekian saat, Sebastian tak kunjung menjawab pertanyaan dari Almira. Sehingga Almira berasumsi, "Kak Tian tak ingin menceritakannya padaku? Oh, oke, tak masalah."
"Karena aku tahu dimana posisiku," lanjutnya dalam hati yang disertai rasa ngilu yang sulit untuk diungkapkan. Almira berusaha untuk tetap tersenyum agar Sebastian tak mengetahui apa yang dirasakannya saat ini.
Memang benar, dulu Sebastian pernah berkata dan meminta dirinya untuk agar menjalani pernikahan sebagaimana mestinya, menjalani pernikahan layaknya suami istri pada umumnya. Akan tetapi, tak pernah sekalipun Almira mendengar kata 'cinta' dari mulut Sebastian untuknya, sehingga membuat dirinya tak begitu membanggakan posisinya itu. Almira hanya berpikir dirinya hanyalah sebatas ibu dari anak yang dikandungnya bagi Sebastian.
Tangan yang tadinya menggenggam tangan Sebastian, perlahan dijauhkannya. Akan tetapi Sebastian justru balik menggenggamnya dan menatap manik mata Almira dengan lekat.
"Tidak, aku tidak boleh egois. Apapun yang akan terjadi nanti, apapun pilihannya, akan aku coba untuk menerimanya," pikir Sebastian.
"Ada yang ingin kakak sampaikan," tuturnya. Sembari menghela nafas, Sebastian memasukkan tangannya ke arah saku celana kain yang di kenakan nya, terlihat seperti akan mengambil sesuatu di dalam sana, membuat Almira yang melihatnya jadi penasaran. "Tadi di perjalanan menuju perusahaan.. Kakak berjumpa dengan pria yang waktu itu bersamamu, di taman,” lanjutnya.
"Aku? Bersama dengan seorang pria di taman?? Kapan?" Almira mengulang ucapan Sebastian seraya mengingat-ingat siapakah gerangan pria yang disebutkan oleh suaminya itu. "Ooh, maksud Kak Tian, Ditto??" tanyanya memastikan kala mengingat hari dimana dirinya yang tak sengaja bertemu dengan salah satu teman prianya di sebuah taman, dulu.
"Mungkin. Karena kakak lupa untuk memastikan siapa namanya." ucap Sebastian. "Ini," sambungnya seraya menjulurkan tangannya yang tengah memegang sebuah kertas yang terlihat seperti habis diremas.
"Sepertinya kita sudah pernah membahas soal ini?? Dan... Apa itu?" Tanya Almira.
"Mungkin.., sebaiknya Kau bacalah sendiri," ujar Sebastian sembari memalingkan wajahnya. "Maaf, aku telah lancang membacanya. Dan aku tak meminta izin mu terlebih dahulu," lanjutnya.
Sementara Almira justru mengernyit heran melihat perubahan raut muka Sebastian saat ini. Tak ingin ambil pusing Almira pun segera mengambil dan membuka kertas tersebut dan membacanya.
FROM: DITTO
TO: ALMIRA SADIKA
Almira, sebenarnya sudah lama aku menyukaimu, entah itu sejak kapan. Yang pasti sepertinya itu sudah lama sekali, tapi aku tak menyadarinya.
Ku kira, aku hanya menyaingi mu hanya sebatas teman, sama seperti teman yang lainnya. Namun aku menyadari sesuatu kala kau lama tak terlihat. Kala ku tak menemukan sosok dirimu beberapa waktu ini.
Ku kira itu hanya rindu sementara. Tetapi nyatanya, rindu ini semakin hari semakin dalam ku rasa.
Entah sejak kapan aku tak tahu.. Rasa sayang ini berubah menjadi rindu, dan rindu ini... Ku rasa telah berubah menjadi cinta.
Almira Sadika, aku rasa aku telah___
Almira menyudahi bacaannya kemudian melipat kertas yang berisi suara hati seseorang yang bernama Ditto itu sebelum benar-benar menyelesaikan bacaannya, lalu pandanganya beralih menatap Sebastian yang tetap setia berpaling darinya seraya meraih minuman di hadapannya dan meminumnya.
Almira menatap lekat Sebastian, mencoba membaca raut muka yang ditunjukkan Sebastian saat ini. Akan tetapi, sudah sekian saat Almira tak kunjung mendapatkan jawaban. Membuat Almira hanya mampu menghela nafas.
"Apa Kak Tian marah?" pancingnya. "Cemburu, mungkin?" lanjutnya, yang hanya mampu dirinya ucapkan dalam hati saja.
Mendengar ucapan Almira membuat Sebastian yang sedari tadi memalingkan wajah akhirnya menoleh ke arahnya kemudian berucap, "Marah?"
"Tentu saja. Siapa yang tidak akan marah jika mengetahui bahwa istrinya disukai pria lain! Tapi aku akan mencoba untuk tidak egois, dan menerima segala keputusanmu," lanjutnya dalam hati dengan perasaan sendu yang coba dirinya sembunyikan.
"Sebenarnya apa yang kau harapkan, Al? Dia memang sering memanggilmu Sayang, tapi itu bukan berarti adalah rasa sayang dari pasangan untuk kekasihnya. Melainkan... Rasa sayang dari seorang kakak untuk adiknya," ringis Almira menerima kenyataan yang begitu miris.
Sebastian bangkit dari duduknya sembari melepas dasi yang dikenakannya. Kemudian berucap tanpa melihat lawan bicaranya. "Kenapa kakak harus marah? Jika seandainya kau lebih memilih__"
"Apa yang Kak Tian katakan?!" Sela Almira dengan cepat sebelum Sebastian menyelesaikan kalimatnya. "Apa Kak Tian berpikir aku akan lebih memilih dia, disaat aku telah bersuami dan juga disaat aku tengah berbadan dua seperti ini, begitu?" Almira menggelengkan kepalanya seolah tak percaya dengan apa yang dipikirkan Sebastian. "Ada-ada saja Kakak ini."
"Biarkan saja dunia mengatakan aku egois, itu tak mengapa. Asal aku bisa terus berada di sisimu, Sebastian Alvaro. Maafkan mama Sayang, kedepannya mama sepertinya akan membawa namamu, agar mama tetap bersama papamu. Walau hanya sampai kau lahir nanti, itu tak mengapa," Almira membatin sembari menghela nafas sesak samar. "Kakak.. Maafkan Al, jika Al mengkhianati kakak. Maaf, karena hati ini juga mengkhianati ku. Maafkan Al, kak Sandra."
"Seandainya kau tak sedang mengandung, apa kau benar-benar akan pergi meninggalkanku, Al?" batin Sebastian.
Sebelum kembali berucap, Sebastian terlebih dahulu menghembuskan nafas mencoba menghilangkan rasa sesak yang tengah menghimpit dadanya. "Baiklah, kita lupakan perihal surat itu. Anggap tak pernah ada. Sebaiknya kita buat baby kita bahagia selalu. Dengan cara.. Melihat dan mendengar jika orang tuanya juga selalu bahagia. Bagaimana menurutmu?"
"Tentu saja!" Setuju Almira dengan tersenyum.
"Entah sampai kapan, aku tak peduli. Yang terpenting saat ini aku akan mencatat kebahagiaan, hanya kebahagiaan, bahagia bersamanya," ucap Almira dan Sebastian dalam hati.
"Oh ya, sebentar lagi kandungan mu berusia tujuh bulan, bukan?" Tanya Sebastian tiba-tiba.
"Iya benar, kenapa?" ucap Almira balik bertanya.
"Kok bertanya kenapa, sih?! Bukankah ketika kandungan berusia tujuh bulan pasti akan ada baby shower??" ungkap Sebastian.
"Iyakah??"
Pletak!
"Awssh...! Kak Tian!!" seru Almira sembari mengelus kening yang terkena sentilan tangan Sebastian.
"Salah sendiri, kenapa harus berpura-pura tidak tahu," ujar Sebastian.
"Ya... Aku kan memang tidak tahu Kak..!" lirih Almira. "Tapi tidak seharusnya Kakak selalu KDRT padaku!" lanjutnya dengan protes.
"Ck, hanya begitu tidak di kategorikan KDRT! Kau ini!" sanggah Sebastian. "Tapi, apa Kau serius tidak mengetahui perihal baby shower?" tanyanya mengalihkan pembicaraan, yang ternyata langsung di angguki oleh Almira.
Bukan hal mustahil Almira tak mengetahui perihal hal tersebut, karena biasanya yang akan membimbing dan memberitahunya adalah keluarga, terutama seorang ibu. Apalagi ini adalah kehamilan pertama Almira. Kehamilan pertama yang masih sangat amat membutuhkan bimbingan dari yang lebih dulu berpengalaman. Pertanyaannya adalah... Dari mana Almira akan mendapatkan bimbingan tersebut?? Karena biasanya ibu lah yang akan cerewet mengenai hal tersebut, apalagi ini adalah anak pertama, cucu pertama, dan... Pewaris pertama?? Mengingat hal tersebut Almira tersenyum hambar meratapi nasib yang tak berpihak padanya.
Siapa? Siapa yang akan memberitahu Almira? Membimbing Almira, siapa? Ibu? Ibunya telah tiada semenjak dirinya masih kecil. Kakak? Kakak perempuan satu-satunya.. Kakak yang menjadi perantara adanya pernikahan antara dirinya dengan Sebastian telah tiada sebelum mengetahui adanya benih Sebastian dalam rahimnya. Ayah? Ayahnya sudah beberapa waktu ini meninggalkan Almira untuk memperluas bisnisnya. Lalu siapa? Ibu mertua? Tidak, jangan tanyakan, lupakan perihal pertanyaan itu. Karena jawabannya adalah 'mustahil'.
Dan pertanyaan kali ini adalah... Dari mana Sebastian mengetahui mengenai baby shower itu? Itulah yang tiba-tiba keluar dari dalam benak Almira. Almira yang wanita saja tak mengetahui hal tersebut, lalu bagaimana Sebastian yang seorang pria bisa mengetahuinya dengan begitu mudahnya..?? Apakah...???