Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Penuh Misteri
Ello menghela napas berat. “Aku belum tahu pasti, Kak. Kami langsung membawanya ke sini setelah menemukannya. Tapi ... dia sangat mirip dengan Diana.”
Elin mengangguk pelan, lalu menarik napas dalam. “Baiklah. Kita bisa pastikan nanti. Kabari kami perkembangannya, ya? Kami pulang dulu.” Ia tersenyum lembut sebelum berpamitan.
Ello membalas dengan anggukan kecil, memaksakan senyum. “Iya.”
Perlahan, Ziel beranjak mengikuti Elin, meskipun langkah kakinya terlihat ragu dan enggan meninggalkan tempat itu.
Sebelum benar-benar jauh dari ruangan tempat wanita itu ditangani, Ziel berbalik. Matanya bertemu dengan Ello yang duduk di kursi tunggu. Seolah ada janji yang tak terucap, Ziel menatap Ello, seakan memastikan bahwa Ello akan tetap berada di sana dan menjaga wanita yang baginya adalah ibu kedua baginya. Dengan berat hati, Ziel pun akhirnya pergi bersama Elin, membiarkan Ello tinggal menunggu sosok yang selama ini mengisi hatinya untuk memulihkan diri.
Begitu Elin dan Ziel meninggalkan ruangan, Ello menghela napas panjang, menatap pintu di depannya, tempat wanita itu ditangani. “Apakah dia benar-benar Diana?” gumamnya penuh kebingungan. Jujur ada yang membuatnya ragu. Rambut wanita itu pendek, sementara Diana selalu membiarkan rambutnya terurai sepanjang punggung. Ia ingat Diana pernah berkata bahwa ia tak suka rambut pendek.
Setelah menunggu dengan perasaan tegang, penuh tanya, dan dihantui oleh rasa penasaran yang tak kunjung terjawab, Ello akhirnya melihat wanita yang mirip Diana itu dipindahkan ke ruang perawatan. Ia mengikuti brankar dengan langkah berat, sementara pikirannya berkecamuk, mencoba menyatukan kepingan harapan yang samar. Sesaat setelah masuk ke ruang perawatan, dokter yang menanganinya menghampiri Ello.
“Kondisinya sudah lebih stabil sekarang,” kata dokter itu dengan nada meyakinkan. “Syukurlah, hipotermianya tertangani dengan baik, dan ia hanya membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya.”
Ello mengangguk perlahan, menghembuskan napas yang ia tahan selama ini, merasakan sedikit ketenangan. "Terima kasih, Dok," ujarnya, masih tak bisa mengalihkan pandangan dari sosok wanita yang terbaring lemah di hadapannya.
Ada sorot kerinduan yang begitu dalam dari tatapan Ello. Dokter jaga itu akhirnya berpamitan, meninggalkan Ello di ruangan rawat, menunggu dengan setumpuk rasa yang berkecamuk. Setelah kepergian dokter, Ello segera menghubungi Ziel, menyampaikan kabar tentang kondisi wanita yang mirip Diana itu.
“Ziel,” panggilnya pelan melalui telepon. “Kondisi Tante sudah lebih stabil. Dia ... dia akan baik-baik saja.”
Di seberang sana, terdengar napas lega Ziel. “Benarkah, Om? Aku senang sekali mendengarnya!”
“Iya, Om juga senang. Kau tenang saja, ya. Om akan tetap di sini untuk memastikan semuanya,” kata Ello, mencoba menenangkan Ziel meskipun perasaannya sendiri masih dipenuhi kebimbangan.
Setelah mengakhiri panggilan, Ello kembali menatap wanita itu dengan perasaan bercampur aduk. Jantungnya berdebar kencang seolah ingin keluar dari rongga dadanya. Wajahnya ... sungguh, ia benar-benar tak bisa membedakan, serupa Diana di setiap lekuk dan bayangnya. Namun, di balik kesamaan itu, ada sekelumit keraguan yang menggelitik hatinya. Ingatan tentang bekas luka di paha bagian dalam Diana kembali menghantui pikirannya. Bekas luka yang pernah ia obati dengan penuh kasih sayang. "Mungkinkah ini benar-benar dia?" gumamnya dalam hati. "Atau hanya ilusi yang sengaja kumainkan?"
Dengan tangan bergetar, Ello menguatkan diri. “Maafkan aku ... Aku tak bermaksud tidak sopan, tapi aku harus tahu,” gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan kepada diri sendiri. Perlahan, ia memeriksa bagian paha wanita itu. Setiap detik terasa begitu lama, hingga akhirnya ia menyadari tidak ada bekas luka di tempat yang diingatnya. Wajahnya yang tadi penuh harapan berubah sendu, kecewa bercampur kebingungan.
“Bukan..." gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Tangannya yang tadi gemetar kini lemas, melepas ujung brankar dengan perasaan yang hampa. "Jadi ... kau bukan Diana. Lalu, siapa kau?"
Ello terdiam, menatap lekat wajah wanita itu, tak habis pikir. Setahunya, Diana tak punya saudara, apalagi saudara kembar. Tapi wanita di depannya ini ... kemiripannya sungguh tak terbayangkan.
“Apa ini ... doppelgänger?” gumamnya, mencoba merasionalisasi. “Katanya, kemungkinan menemukan seseorang dengan wajah nyaris identik itu sangat rendah, hanya 1 dalam satu triliun.” Meski kecil, ia tahu kemiripan tanpa hubungan darah seperti ini masih mungkin terjadi, terutama jika berasal dari kelompok etnis yang sama. Namun, hatinya tetap tak bisa menerima begitu saja.
***
Ziel bersama kedua orang tuanya, Zion dan Elin, datang ke rumah sakit untuk mengunjungi wanita yang mirip Diana. Sejak mengetahui keberadaan wanita itu, Ziel tak henti-hentinya merengek ingin memastikan keadaannya.
"Tante Diana ..." gumam Ziel begitu masuk ke ruangan perawatan. Ia bergegas ke samping tempat tidur, menggenggam jemari wanita itu erat. "Tante harus cepat sembuh. Aku ingin main bareng Tante lagi." Suaranya lembut namun penuh harapan, dan tatapannya terpaku pada wajah wanita yang begitu ia rindukan.
Elin dan Zion berdiri tak jauh, memerhatikan wajah wanita itu dengan cermat, mencoba mencari kejelasan dalam hati masing-masing. Elin akhirnya menoleh pada Ello, ragu namun tak bisa menahan diri untuk bertanya. "Ello … dia benar-benar Diana?" tanyanya pelan tak ingin di dengar Ziel. Ia takut Ziel tak terima jika Ello mengatakan bahwa wanita itu bukan Diana dan membuat keributan di ruangan rawat itu
Ello menggeleng pelan, menarik napas dalam. Sebelum menjawab ia menjauh dari Ziel diikuti Zion dan Elin. “Bukan, Kak. Mereka hanya mirip.” Nada suaranya berat, dan kekecewaan tampak jelas di wajahnya. Selama ini, ia begitu ingin percaya, namun bukti yang ia temukan berkata lain.
Zion mengerutkan kening, masih belum sepenuhnya yakin. “Kamu yakin? Wajahnya … benar-benar seperti kembar identik.”
Ello menghela napas. "Aku sudah memeriksanya, Kak. Dia bukan Diana. Wanita ini tidak memiliki bekas luka di paha yang dulu pernah kuobati untuk Diana."
Zion mengangguk ragu, tetapi masih tak lepas dari rasa penasaran. “Bagaimana kalau dia menjalani operasi plastik? Mungkin bekas luka itu dihilangkan?”
Ello menatap Zion, lalu menggeleng. "Mungkin saja, tapi aku hampir yakin seratus persen. Dia memiliki tahi lalat di pahanya, sedangkan Diana tidak." ia tak sengaja melihat tahi lalat itu saat memeriksa paha wanita itu tadi.
Elin menyahut, mencoba menalar kemungkinan lainnya. “Tapi, bukankah tahi lalat bisa muncul seiring usia? Siapa tahu dia tumbuh belakangan?”
Ello menatap wanita itu dengan mata yang penuh perasaan rumit, lalu berbisik lirih, “Itu mungkin, Kak. Tapi wanita ini memiliki otot-otot yang menandakan latihan bela diri cukup lama, bukan hanya satu atau dua tahun, sementara tubuh Diana tak pernah seperti itu. Diana tidak menguasai ilmu beladiri. Aku tahu pasti … dia bukan Diana.”
“Kamu yakin, Diana tidak memiliki saudara kembar?” tanya Elin, masih sulit menerima bahwa wanita itu mungkin tak ada kaitan dengan Diana.
Ello menggeleng pelan. “Diana tak pernah menyebut soal saudara kembar. Meski kecil kemungkinan ini ada hubungannya, aku rasa ini hanya doppelgänger.”
Elin menatapnya dengan alis terangkat. “Doppelgänger?”
“Itu istilah untuk seseorang yang terlihat sangat mirip dengan orang lain, meskipun tidak ada hubungan darah,” jelas Ello. “Kemiripan ini bisa muncul hanya karena kombinasi genetik yang kebetulan hampir identik. Meski jarang, kemungkinannya tetap ada, bahkan jika hanya satu dalam miliaran.”
Zion akhirnya menghela napas panjang, menatap wanita yang terbaring tak sadarkan diri itu. “Mungkin kita akan tahu jawabannya saat dia bangun. Nanti, kita bisa bertanya langsung padanya,” katanya, menyerah pada teka-teki yang menyesakkan itu. Tapi, di balik kata-katanya yang tenang, ada kekhawatiran yang mendalam. "Namun, melihat otot tubuhnya yang sepertinya sudah cukup lama berlatih beladiri, aku takut latar belakang wanita itu tidak sederhana."
...🌸❤️🌸...
.
To be continued