Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Pulang Lebih Cepat
“Mas...” panggil Rani dengan manja.
“Hmmm...” jawab Faris sekenanya karena saat ini ia sedang membalas pesan Anindya.
Ia mengabarkan jika besok ia akan kembali. Ia memajukan kepulangannya karena ada salah satu rekannya yang memintanya untuk menggantikan shiftnya. Anindya merasa senang suaminya pulang lebih cepat walaupun sehari karena 2 hari kemarin ia seperti diikuti seseorang.
Awalnya Anindya mengira jika ia hanya paranoid, tetapi di hari kedua dirinya yakin jika laki-laki dengan motor ninja itu mengikutinya karena tidak hanya mengikutinya saat pulang kerja melainkan sejak ia berangkat bekerja. Akan tetapi Anindya tidak mengatakannya kepada Faris, takut membuat suaminya khawatir. Ia berencana mengatakannya saat suaminya sudah kembali.
Rani yang merasa diabaikan pun mengambil ponsel Faris dan melihat apa yang sedang diketikkan suaminya. Setelah tahu jika suaminya sedang berbalas pesan dengan Anindya, Rani pun merasa cemburu dan mematikan ponsel Faris. Kemudian ia meletakkan ponsel tersebut di meja. Saat Faris ingin mengambil ponselnya, Rani menghentikan tangannya. Tangan Faris lalu diarahkannya ke dada. Faris yang beberapa hari ini dilema dengan hubungannya pun menarik tangannya, tetapi Rani menahan kuat tangannya.
“Apa yang membuatmu menolakku?” tanya Rani dengan kedua tangannya yang tetap menahan tangan Faris di dadanya.
“Kita sudah melakukannya kemarin dan kemarinnya lagi!” jawab Faris.
“Bukankah wajar untuk suami istri? Selama pacaran kamu bahkan tak memberiku waktu untuk beristirahat!” Rani melepaskan tangan Faris dan berpura-pura merajuk.
"Benar, itu dulu sebelum menikah. Mengapa ia tidak merasakannya sekarang?" batin Faris.
"Sekarang sudah berbeda.” Kata-kata itu lolos begitu saja dari mulut Faris.
“Apanya yang berbeda? Apa karena kamu sudah merasakan tubuh Anindya yang perawan itu hingga membuatmu tidak menginginkanku lagi?” Rani tidak akan menyerah.
Ia akan menggeser posisi Anindya suatu hari nanti. Dengan membuat suaminya bertekuk lutut padanya, Faris akan kehilangan selera terhadap Anindya. Ia tak lagi berpura-pura merajuk, melainkan mulai melepaskan daster yang dikenakannya. Dengan berani Rani menuntun tangan Faris untuk menjamahnya. Faris yang masih linglung pun terkejut tatkala tangannya bersentuhan dengan benda kenyal milik Rani.
Seolah Rani meniupkan guna-guna, Faris pun terbawa suasana hingga keduanya beradu nafas. Dalam hati Rani, ia merasa menang telah membuat Faris tidak menolaknya. Hari ini adalah kesempatannya untuk memberikan kesan tak terlupakan untuk Faris agar merindukannya saat kembali nanti.
Rani mengunci pergerakan Faris hingga ia yang memimpin permainan. Ia bahkan tidak memberikan kesempatan Faris untuk mengubah permainan. Entah berapa kali mereka melakukannya, baik Rani maupun Faris seperti tidak pernah kehabisan tenaga. Hingga suara tangisan Arka menghentikan permainan keduanya.
Tak berapa lama setelah Faris selesai membersihkan diri, pintu rumah Rani diketuk dari luar. Faris membuka pintu dan memperlihatkan sang ayah yang berdiri di hadapannya. Faris pun mempersilahkan ayahnya masuk, namun beliau menolak dan memilih menunggu di luar.
Faris masuk ke dalam kamar untuk mengatakan kepada Rani jika Ayahnya sudah menjemput. Rani yang telah selesai menyusui pun tak ingin hanya ucapan selamat tinggal. Ia memeluk Faris dengan cepat dan mendaratkan ciuman di bibir. Merasa Faris tak membalasnya, Rani menggigit kecil bibir suaminya dan menggesekkan tubuhnya yang masih polos. Seketika Faris menegang dan membalas ciuman Rani.
"Sudah, Ayah sudah menungguku. Aku sudah menransfer sejumlah uang ke rekeningmu. Nanti jika sudah gajian aku akan mengirim lagi." Faris melepaskan tubuh Rani dan merapikan kemejanya.
Rani hanya mengangguk dengan senyuman menggoda. Setelah Faris keluar dari rumah ini, ia hanya bisa berdo suaminya tidak melupakan permainan mereka hingga merindukannya sepanjang hari.
Mobil yang dikendarai Ayah Faris pun melaju menuju rumah mereka. Di rumah, Ibu Faris sudah menunggunya di ruang makan dengan hidangan kesukaan Faris. Segera setelah mereka mencuci tangan, mereka pun menikmati makan siang yang disiapkan Ibu Faris.
"Apa tidak bisa lusa saja pulangnya?" Ibu Faris mencoba membujuk anaknya.
"Tidak bisa, Bu. Aku pernah berhutang shift dengan rekanku. Jika aku tidak kembali besok, tidak akan ada yang mau menggantikan shift ku kedepannya." jelas Faris.
"Biarlah dia kembali. Lebih cepat lebih baik daripada berlama-lama di sini hanya akan memberikan waktu Rani untuk menguasainya." sergah Ayah Faris.
Mendengar nama Rani disebut, tentu Ibu Faris meradang. Beliau tak lagi membujuk anaknya dan setuju dengan perkataan Ayah Faris. Ibu Faris mengingatkan Faris kembali untuk tetap menutupi pernikahannya dengan Rani dan jangan sampai Anindya tahu. Beliau tidak mau Anindya meminta cerai saat masih mengandung cucunya. Egois memang, tetapi beliau hanya menganggap cucu anak yang ada dalam kandungan Anindya bukan dari Rani.
Faris sedang menunggu travel yang akan membawanya ke Semarang. Rani mengirimkannya pesan berupa gambar sedang menyusui Arka. Faris hanya melihatnya sekilas karena travel yang ditunggunya sudah sampai. Ia pun berpamitan kepada kedua orang tuanya dan masuk ke dalam travel.
Rani mengirimkan pesan lagi, kali ini bukan gambar melainkan kata-kata yang mengatakan jika dirinya sudah merindukan Faris. Lagi-lagi Faris tak membalasnya, justru menonaktifkan ponselnya. Ia pun memejamkan matanya selama perjalanan.
Sampai di Bandara Semarang, barulah Faris mengaktifkan ponselnya kembali untuk membuka tiket. Ketika ia sedang berada di ruang tunggu, Rani menghubunginya.
"Ada apa, Ran?"
"Kenapa baru aktif? Aku menghubungimu dari tadi!" dengan nada sedikit tinggi.
"Bateraiku habis." jawab Faris asal.
"Sekarang kamu di mana?" tanya Rani melembut.
"Di ruang tunggu. Sudah dulu, sebentar lagi aku akan naik pesawat." kata Faris ingin menyudahi telepon Rani.
"Baiklah, kabari aku jika sudah sampai nanti!"
Faris menghembuskan nafas lega. Entah mengapa ia menjadi takut ketahuan saat akan kembali menemui istrinya. Entah bagaimana nanti ia menyembunyikan pernikahannya dengan Rani. Yang pasti ia harus menyembunyikan notifikasi terkait Rani di ponselnya.
Sementara itu Anindya, saat ini sedang dalam sesi terapi. Ia telah melihat pesan yang dikirimkan suaminya. Anindya hanya membalasnya dengan emoji senyum pesan Faris yang mengatakan dirinya telah sampai di Bandara. Fokus Anindya saat ini adalah bayi yang ada di hadapannya.
Anindya sedang memberikan terapi pada bayi yang mengalami batuk, pilek dan hidung tersumbat untuk melegakan pernafasan, melancarkan pernafasan, mengeluarkan lendir dan meningkatkan kualitas tidur. Pertama-tama Anindya memberikan pijatan pada dada bayi yang terlentang di pangkuannya, kemudian menepuk-nepuk area sekeliling dada bayi sampai ditengah dada. Lalu membalik tubuh bayi dan menepuk area punggung, seketika bayi pun menangis dan muntah.
Setelah itu, Anindya memijat pangkal hidung bayi untuk mengeluarkan ingus bayi. Terapi terakhir adalah menggunakan sinar infrared di area dada dan punggung. Total waktu yang dibutuhkan Anindya adalah 45 menit karena bayi yang menangis membuatnya kuwalahan dengan perut yang sudah mulai membuncit. Jika waktu normal, Anindya hanya membutuhkan waktu selama 30 menit.
Selesai dengan terapi bayi, Anindya duduk bersandar di kursinya dan mengatur nafas. Sejak kehamilannya, Anindya cepat merasa lelah. Karena jadwal kosong, Anindya pun memejamkan matanya sebentar untuk memulihkan diri.
Aku ingin lihat rumah tangga penghianat ama pelakor ..
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.