"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehancuran Jisya
"Mas Arga!" Teriak Jisya saat melihat suaminya yang sudah terluka akibat terkena oleh pisau yang hampir mengenai wajahnya, tapi pisau tersebut langsung di hadang oleh suaminya membuat lengan Arga terluka.
"Apa Anda sudah tidak waras! Anda ingin melukai istri saya!" Rahang Arga mengeras terlihat begitu marah kepada Sherina wanita paruh baya yang hampir melukai wajah istrinya.
"Bukan saja melukai wajah istri pembunuh mu itu! Tapi aku juga berniat ingin membunuhnya!" Sherina sangat berani dan masih tak bisa menerima keputusan hakim yang membebaskan pembunuh dari putranya.
Leo yang tak ingin ada timbul masalah baru lagi, bergegas untuk mengajak ibunya pulang sebelum wanita paruh baya itu semakin hilang kendali.
"Ayo kita pergi mami, kita akan membalas semua perbuatan mereka nanti, nyawa dibayar nyawa!" Bisik Leo di kuping maminya dan langsung semenarik wanita paruh baya itu menuju ke mobilnya.
"Kau terluka Mas." Ucap Jisya memegang lengan suaminya yang terkena pisau akibat perbuatan Sherina.
"Ini hanya luka biasa. Mari kita pulang." Arga tak peduli pada lukanya yang ternyata cukup dalam sehingga terlihat darah yang mengalir deras dari lengan pria itu.
"Tapi ini sangat serius loh, Mas. Kita mampir ke Apotek dulu ya, untuk membeli obat agar aku bisa mengobati lukamu." Ujar Jisya fokus melihat luka suaminya yang lumayan serius tanpa menyadari jika pria itu sedang menatapnya.
"Hm." Arga hanya berdehem menanggapi ucapan istrinya.
Mereka berdua pun berjalan untuk mencari angkot. Karena tadi Arga datang ke sana diantar oleh sopirnya, dan saat pulang tentu saja dia akan naik angkot karena istrinya tidak tahu siapa dia yang sesungguhnya.
Mereka berdua mampir di sebuah Apotek. Jisya langsung mengobati lengan suaminya dengan berhati-hati seusai dia membeli beberapa peralatan dan obat untuk luka suaminya.
"Mas." panggil Jisya tiba-tiba saat sedang sibuk memperban luka pria itu.
"Ada apa?" tanya Arga yang peka jika istrinya ingin mengatakan sesuatu.
Sebelum mengatakan sesuatu yang ingin dia pertanyakan, terlebih dulu Jisya mengangkat pandangan dan melihat mata dingin suaminya, di mana tatapan suaminya itu berhasil menembusi jantungnya yang membuat dia membeku dan tidak berani untuk mengeluarkan pertanyaannya lagi.
Menggeleng dan tersenyum. "Tidak ada apa-apa, Mas." Jisya mengurungkan niatnya untuk bertanya tentang kebebasannya.
Karena itulah yang ingin dia pertanyakan tadi. Tapi ketika melihat tatapan dingin suaminya, Jisya kembali teringat saat dia masih berada sel tahanan, ketika itu dia bertanya tentang kehadiran pengacara Wildan, dan respon suaminya terlihat tidak suka dan seperti marah meninggalkannya begitu saja hanya karena pertanyaan yang suaminya tidak ingin menjawabnya.
Meski suaminya hanyalah seorang satpam. Tapi Jisya tetap menghargai dan menghormati suaminya. Walaupun terkadang dia tidak suka dengan sikap Arga yang tiba-tiba berubah seperti berkepribadian ganda. Tapi Jisya tetap menghormati dan bisa menempatkan diri sebagai seorang istri yang selalu taat dan patuh kepada perintah suami.
Sebenarnya karakter Arga tidaklah berkepribadian ganda. Hanya saja sikap angkuh, arogan, dan bengis yang ada dalam diri pria itu, sering dia tahan untuk menyesuaikan dengan dirinya yang dikenal hanya sebagai seorang satpam.
Kan tidak lucu kalau pekerjaannya hanya seorang satpam, tapi Arga malah terlihat arogan seperti orang-orang kelas atas.
'Kau mau ke mana setelah ini?" Tanya Arga pada istrinya.
"Pulang ke rumah Papa, lalu mau kemana lagi?" Jawab Jisya menyelesaikan perbannya yang terakhir.
"Kau yakin mereka akan menerima mu dalam rumah itu? Setelah kejadian kasus mu?"
Mendapat pertanyaan dari Arga. Jisya langsung bungkam. Apa yang di katakan oleh suaminya itu benar, belum tentu keluarganya akan menerimanya di dalam rumah itu lagi Setelah apa yang terjadi baru-baru ini.
"Kita pulang saja dulu ke sana, Mas. Jika kita belum tiba di sana, kita juga belum tahu respon mereka seperti apa."
"Terserah kau saja."
Pasangan itu kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke rumah keluarga Jisya tentunya.
Tak berapa lama mereka sudah tiba di rumah keluarga Jisya.
"Assalamualaikum" seperti biasa wanita itu akan selalu memberi salam setiap kali dia masuk ke dalam rumahnya.
Dan ternyata oh ternyata, semua ahli anggota keluarga sedang berkumpul menunggu kedatangannya di ruang keluarga.
"Dasar tidak tahu malu, ternyata kau masih berani pulang ke rumah ini setelah apa yang kau lakukan, Jisya!" Terdengar suara Papa Damar yang menggelegar di dalam rumah dan tergambar pria itu sangat marah atas perbuatan pembunuhan yang dilakukan oleh putrinya.
Dia memang sengaja tidak hadir di persidangan putrinya karena dia malu. Apa lagi semua rekan-rekan bisnisnya sedang panas-panasnya membicarakan tentang keluarga besarnya.
Jisya yang melihat Papanya begitu marah, langsung membuat dia sedikit menciut. Apa lagi Jisya terkenal dengan anak yang tidak pernah melawan kedua orang tuanya.
"Papa, kalau kakak tidak kembali ke rumah ini, terus kakak mau tinggal di mana Pa? ini kan rumah kakak juga," Arya yang selama ini selalu diam akhirnya angkat bicara saat melihat semua berusaha memojokkan kakaknya.
"Kau diam Arya! Jangan mencampuri urusan orang dewasa! Mendingan kamu pergi belajar deh, supaya bisa mendapat nilai cemerlang di kelasmu! Bukan malah jadi orang bodoh seperti kakakmu itu!" Bentak Arini kepada adiknya.
Arya yang masih berusia 15 tahun langsung terdiam saat mendengar bentakan kakaknya.
"Masuk saja pergi ke kamarmu, anak-anak tidak bisa mencampuri urusan orang dewasa!" Sasa juga menyuruh adiknya untuk pergi dari ruang keluarga itu.
Arya terlihat sedih dan melihat ke arah kakaknya yang sangat dia sayangi itu. Karena hanya Jisya yang sering memberikan Arya kasih sayang layaknya seorang kakak kepada adiknya. Sedangkan Arini dan Sasa hanya sering memarahi dia dan membentaknya saat dia melakukan kesalahan sekecil apapun.
Sama halnya dengan Mama Sua. Dia hanya sibuk bersama teman-teman sosialita-nya tanpa pernah peduli kepada anak bungsunya.
Arya tak punya pilihan selain hanya bisa menuruti keinginan kakak-kakaknya meninggalkan drama yang berada di ruang keluarga.
"Kenapa Papa bicara seperti itu? Jisya ini juga anak Papa. Jisya tahu jika Jisya sudah membuat kesalahan yang fatal, tapi semua yang terjadi itu bukan keinginan aku juga Pa..." Ucap Jisya membela diri berusaha untuk membuat Papanya mengerti.
"Kau memang anak kami Jisya, tapi setelah kau melakukan kesalahan fatal! kami semua tidak bisa menerimamu lagi dalam rumah ini! Dan sekarang juga, kau segera angkat kaki dari rumah Papa! Kau ikut saja suami miskin mu itu ke manapun dia pergi, itu terserah kamu! Kau mau jadi gembel atau jadi apapun itu, itu bukan urusan Papa, karena kau sendiri yang memilih hidup susah bersama laki-laki miskin itu!" ujar Papa Damar.
"Sekarang kau nikmatilah kebodohanmu!" Tambah Mama Sua yang membuka suara.
Jisya menitikkan air mata mendengar kata-kata dari kedua orang tuanya sendiri. Dulu Mama Sua sangat menyayanginya sebelum dia memilih untuk menikah dengan Arga, tapi semuanya berubah saat dia menikah dengan seorang satpam.
Di mana Mamanya itu berubah drastis, perubahan Mama Sua, membuat Jisya seperti tidak mengenali Mamanya lagi.
"Baiklah, kalau itu yang semua inginkan, Jisya akan pergi dari sini." Ujar Jisya ingin melangkah naik ke atas kamar untuk mengambil beberapa barang miliknya di kamar.
"Kau mau ke mana?" tanya Sasa kepada adiknya.
"Aku hanya ingin naik sebentar untuk mengambil beberapa barang keperluanku." Jawab Jisya kembali ingin melanjutkan langkah kakinya.
"Siapa yang bilang kau bisa mengambil barang-barang dalam rumah ini setelah kau diusir dari sini?" Timpal Arini.
"Apa maksud kakak? Aku hanya ingin mengambil pakaianku Kak,"
"Kau membeli pakaian-pakaian mu itu hasil dari uang apa?" Angkuh Arini.
"Menggunakan uang aku sendiri," jawab Jisya yang memang tidak pernah berbelanja menggunakan uang keluarganya.
"Dari mana kau mendapatkan uang itu?" sahut Sasa.
Mengerut saat mendapat pertanyaan-pertanyaan yang aneh dari kakak-kakaknya.
"Dari hasil tokoku," Jisya tetap menjawab meski dia tidak mengerti kenapa kedua kakak-kakaknya bertanya akan hal yang mereka juga semuanya sudah tahu.
"Toko itu punya siapa?" Sasa kembali bertanya.
"Tentu saja punya aku, Kak. Lalu punya siapa lagi?"
"Dari mana kau mendapatkan uang untuk membangun toko itu?"
"Sebenarnya apa maksud kakak mempertanyakan itu semua? padahal kakak sudah tahu dari mana, dan bagaimana toko itu bisa berdiri, tapi kenapa kak Sasa dan Arini malah bertanya lagi?"
"Dijawab saja!"
Jisya menarik nafas "Dari hasil tabungan ku."
"Di mana kau ambil uang untuk menabung?"
"Tentu saja uang yang di berikan oleh papa dulu."
"Pintar, dan itu artinya kau tidak bisa membawa apa-apa keluar dari rumah ini karena semua yang kau pakai dan semua yang kau miliki itu berasal dari uang Papa juga, jadi sekarang silakan tinggalkan rumah ini tanpa membawa apapun semua barang-barangmu, dan tokomu juga aku sita," bangga Sasa berucap tanpa rasa berdosa sedikit pun.
Deg!
"Kakak tidak bisa melakukan itu! Toko itu berdiri karena hasil dari kerja keras ku kak! Meski kakak berkata aku mendapatkan uang itu semua dari Papa! Tapi kakak juga harus ingat, kalau toko itu tidak akan berdiri tanpa adanya usaha untuk mendirikannya!" Tentu saja Jisya akan membantah keras jika kakaknya ingin mengambil tokonya.
Sedangkan Arga hanya diam dan menyimak membiarkan istrinya yang bertengkar dengan saudara-saudaranya.
Bagi pria itu selagi tidak ada di antara keluarga istrinya yang berani menyakiti istrinya, maka dia akan tetap diam dan menjadi penonton juga pendengar setia yang menikmati drama dalam keluarga istrinya.
"Kenapa? Kau tidak terima?" Sombong Sasa.
"Kakak bertanya pada ku? Ya jelas saja jawabannya iya! Kakak tidak bisa melakukan sewenang-wenangnya! Aku yang sudah bersusah payah memperjuangkan Jisya Kosmetik, sendirian! Dan saat Jisya Kosmetik mulai melebarkan sayap-sayapnya dan semakin berkembang. Dengan begitu mudahnya kakak ingin merampas dan mengambil Jisya Kosmetik dari ku!" Seru Jisya marah dan menjatuhkan air matanya.
"Eits! Bukan cuma itu, semua kartumu, dan juga mobil mewah, serta barang-barang mewah milik mu, jatuh ke tangan ku." Sasa bukannya takut melihat kemarahan adiknya. Dia marah semakin memancing keributan.
"Yah, hitung-hitung Malvin yang juga pernah manjadi calon suami kamu sudah menjadi milikku. Maka sekalian saja semuanya aku ambil." Tambah Sasa bertambah senang melihat kehancuran adik kandungnya sendiri.
Mereka semua tidak sadar, jika perbuatan mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri suatu hari nanti. Karena pria yang berdiri di sebelah Jisya yang mereka pandang remeh, adalah laki-laki yang akan menghancurkan mereka semua dan membuat mereka nantinya menangis darah dan bertekuk lutut di kaki Jisya memohon pengampunan atas dosa-dosa dan kesalahan mereka. Apa lagi semua perbuatan jahat mereka ke atas Jisya di saksikan langsung oleh Rega Argapramana.
"Serahkan toko itu kepada kakakmu Jisya!" Terdengar suara Damar yang kembali bersuara mendengar pertengkaran putri-putrinya.
Deg
Jisya memandang penuh kekecewaan kepada Papanya.