Raisa terpaksa menikah dengan Adam, bodyguard dari Papanya sendiri, karena insiden di satu malam yang telah di rencanakan pesaing partai Papanya.
Posisi Papanya yang menjadi orang momor satu dari sebuah partai politik membuat Raisa terpaksa menerima pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia inginkan itu demi menyelamatkan Papanya juga nama baiknya sendiri karena foto-foto vulgarnya itu telah di sebar luaskan oleh orang tak di kenal.
Namun bagaimana Raisa yang keras kepala dan sombong itu menerima Adam sebagai suaminya sedangkan Raisa sendiri selalu menganggap Adam hanyalah penjilat dan pria yang mengincar harta Papanya saja.
Rasa bencinya pada Adam itu tanpa sadar telah menyakiti hati pria yang menurutnya kaku dan menyebalkan itu.
Bagaimana juga Raisa berperang melawan hatinya yang mulai tertarik dengan sosok Adam setelah berbagai kebencian ia taburkan untuk pria itu??
mari ikuti perjalanan cinta Raisa dan Adam ya readersss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di luar presdiksi
Pagi harinya Raisa tak mendapati Adam berada di kamarnya. Sejak ucapannya yang membuat Adam memilih keluar dari kamar, Raisa tak mendapati Adam masuk kembali untuk tidur di kamarnya. Entah pria itu tidur di mana.
"Apa dia tersinggung tadi malam?? Tidur di paviliun lagi kali ya??"
Raisa ingat jika Adam tadi malam sempat membalas semua kata-kata pedas yang keluar dari bibirnya tanpa terkendali dari bibirnya.
"Udah ah, ngapain juga gue mikirin dia"
Tapi nyatanya Raisa kembali teringat saat Adam menciumnya dengan paksa. Tangan Raisa berlahan menyentuh bibirnya sendiri. Rasanya seperti bibir Adam masih menempel di sana jika membayangkannya.
"Mikir apa sih gue??" Raisa memukul kepalanya sendiri.
Raisa segera beranjak dari ranjangnya untuk bersiap ke kantor. Dia harus tampil sebaik mungkin karena ini hari pertamanya bekerja.
Raisa turun ke bawah setelah rapi dengan rok span sedikit di atas lutut berwarna putih yang memperlihatkan kaki jenjangnya serta blouse berenda berwarna cream. Rambutnya yang di biarkan tergerai serta polesan make up sederhana membuatnya tampak begitu cantik.
"Mana Papa Bi??" Bi Asih terlihat sedang membersihkan area dapur"
"Sudah berangkat pagi-pagi sekali Non"
Raisa hanya manggut-manggut, mungkin Papanya ada urusan penting sehingga berangkat lebih pagi dari biasanya.
"Terus sarapannya mana Bi??" Perut Raisa rasanya sudah sangat melilit.
Belum sempat Bi Asih menjawab, Raisa menoleh pada langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Dimana dari kejutan Adam datang dengan penampilannya yang seperti kemarin. Pria itu tapak sengaja mengubah penampilannya sejak kemarin. Setelah sebelumnya, selama menjadi bodyguard Papanya, Adam hanya mengenakan pakaian serba hitam di kesehariannya.
Raisa masih terus menatap Adam sampai pria itu duduk di kursi meja makan memang biasanya di tempati olehnya.
Pria itu masih tetap acuh dan terlihat tak peduli pada Raisa sedikitpun.
"Apa dia marah karena semalam?? Tapi kan harusnya gue yang marah karena berani cium gue"
"Tapi kan dia biasanya emang jaya gitu, kaku kaya kanebo kering"
Raisa menepis pikirannya itu lalu beralih kembali pada Bi Asih.
"Mana Bi??"
"Maaf Non, kan sesuai pesan Bapak, kalau Non Raisa harus menyiapkan semuanya sendiri termasuk juga membuatkan untuk Mas Adam"
Raisa langsung menoleh pada Adam yang juga sedang menatapnya.
"Ya Allah, Bi. Tapi ini kan cuma sarapan, aku juga udah dandan cantik gini masa ya mau masak. Kalau dia kan bisa bikin sendiri, kenapa harus aku??" Keluh Raisa pada wanita paruh baya yang sudah begitu lama bekerja di rumahnya.
"Maaf Non, itu pesan Bapak. Dan Bapak juga pesan kalau melayani Mas Adam adalah kewajiban Non Raisa"
Raisa mengepalkan tangannya, meredam amarahnya yang ingin meledak. Sepertinya hari ini tidak akan berjalan dengan baik karena di pagi harinya Raisa sudah di buat naik darah.
"Ini Non, biasanya Mas Adam akan minum teh panas saat pagi. Gulanya dikit aja jangan manis-manis" Bi Asih mengulurkan sebuah cangkir pada Raisa.
"Bodo amat!! Suruh dia bikin sendiri!!"
Raisa tak peduli sama sekali jika Adam akan menceramahinya atau akan melaporkannya pada Papanya.
"Mau sarapan kek, enggak kek gue nggak peduli"
Raisa menuju ke kulkas mengambil sebuah susu kotak, dan kembali ke meja makan. Meraih selembar roti tanpa harus mengolesinya dengan selai atau apapun. Baginya sudah cukup sarapan dengan itu saja tanpa harus repot-repot memasak.
Raisa juga mencoba tak peduli dengan Adam yang berada di hadapannya. Pria itu masih tetap diam tanpa makanan di hadapannya.
"Bi, saya berangkat dulu ya"
Perhatian Raisa beralih pada Adam yang beranjak dari kursinya tanpa minum atau makan apapun.
"Loh, Mas Adam nggak sarapan dulu?? Bibi buatin tehnya ya??" Bi Asih merasa bersalah pada pria yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu.
"Tidak usah Bi, saya tidak lapar"
"Cih, kalau sama orang lain aja. Bisa ya ngomong halus kaya gitu"
"Kamu mau berangkat bareng nggak?? Kamu udah nggak ada mobil lagi, naik taksi juga sudah mepet. Sejam lagi kita ada konversi pers yang aku bilang tadi malam" Adam melirik Raisa yang masih duduk menikmati susu kotaknya.
Raisa berpikir sejenak. Dia kemarin saja datang menyusul Satya harus memesan taksi online dulu.
"Hemm" Raisa hanya bergumam, namun ikut bangkit dari kursinya.
"Jangan ge er dulu, gue ikut sama lo cuma nggak mau di marahin Papa karena telat di hari pertama kerja" Ucap Raisa yang berjalan di belakang Adam.
"Terserah" Jawab Adam acuh.
"Buka pintunya!!" Raisa sedikit berteriak karena Adam yang sengaja mengunci pintu bagian belakang mobilnya.
"Aku bukan sopir mu lagi!!" Balas Adam setelah menurunkan kaca mobilnya.
"Gue nggak mau duduk sebelahan sama lo!!" Sungut Raisa.
"Ya udah, naik taksi aja sana!!"
Raisa tak menyangka jika Adam bisa setengil itu. Rasanya ingin menjambak rambut rapi milik Adam itu.
"Masuk atau aku tinggal!!"
"Ck" Kesal Raisa. Dan dengan terpaksa dia membuka pintu depan. Duduk di samping Adam yang mengemudikan mobilnya.
Raisa duduk dengan kesal, membuang pandangannya kesamping dan melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Ayo jalan!! Nanti telat!!" Ucap Raisa karena sudah lebih dari dua menit Adam tak kunjung menekan pedal gasnya. Mau tak mau Raisa pun menoleh pada Adam, melihat apa yang sedang di lakukan pria di sebelahnya itu.
"M-au apa lo??" Namun Raisa langsung di buat gugup karena Adam yang mencondongkan badan kearahnya.
Adam semakin maju ke arah Raisa. Bahkan wajah Adan hanya tinggal berjarak beberapa senti saja dari wajahnya.
Raisa menahan nafasnya, matanya juga terpejam secara spontan. Harum parfum yang di kenakan Adam langsung menusuk ke indera penciumannya dalam jarak sedekat itu.
Klik...
"Kita jalan"
Raisa kembali membuka matanya. Memegang dadanya yang bergemuruh karena apa yang baru saja Adam lakukan. Dia di buat senam jantung oleh Adam yang hanya memasangkan seatbelt untuk Raisa. Namun pikirannya yang sudah kemana-mana itu membuat jantungnya berdetak begitu cepat.
"Mikir apa sih lo Sa!!"
*
*
*
Mereka berdua tiba di kantor sudah di sambut oleh banyaknya wartawan yang siap mengorek informasi tentang pernikahan mereka.
Di dalam sana juga sudah menunggu Satya yang siap mendampingi anak dan menantunya melakukan konferensi pers.
Dia ingin berita tentang anaknya segera hilang setelah melakukan klarifikasi dengan mengundang media dari berbagai stasiun televisi dan juga surat kabar.
"Di dalam sana nggak usah banyak bicara, cukup ikuti saja apa yang aku dan Papa katakan. Jangan membantah agar masalah ini cepat selesai" Pesan Adam sebelum keluar dari mobil.
"Gue bukan anak kecil yang nggak tau apa-apa!!" Kesal Raisa karena Adam menganggapnya tak tau harus berbuat apa.
"Emang kenyataannya begitu" Gumam Adam dengan sangat jelas.
Raisa ingin protes namun Adam sudah terlanjur keluar dari mobil. Dan tanpa Raisa duga, Adam berputar menuju ke arahnya. Membukakan pintu untuknya.
"Oke, akting yang bagus" Raisa yakin kalau itu hanyalah salah satu rencana Adam di depan banyaknya wartawan.
Raisa pun sama mengambil peran seperti Adam. Dia menunjukkan senyum cantiknya pada suaminya itu. Namun yang lebih mengejutkan lagi, dan sungguh di luar prediksi Raisa, Adam membalas senyumannya.
Bibir yang biasanya hanya membentuk satu garis lurus kini berubah menjadi sebuah lengkungan yang sangat indah.
Raisa bahkan sampai tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah yang pagi ini terlihat begitu tampan itu. Sampai Raisa pun tak sadar jika Adam telah menggenggam erat tangannya.
"Kenapa?? Terpesona??" Bisik Adam membuat Raisa tersadar. Dia juga baru menyadari tangannya sudah berada di genggaman Adam.
"Pagi-pagi nggak usah mimpi" Raisa membuang mukanya, menyembunyikan wajahnya yang memerah.