Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cintai diri sendiri
Mansion Albert
Cukup lama Tania merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya, merasakan sakit punggung yang mulai menjalar dan sungguh terasa nyeri.
TOK ... TOK ... TOK
“Tania, boleh saya masuk?" tanya Bu Mimi minta izin terlebih dahulu.
“Masuk saja bu Mimi,” sahutnya dari dalam kamar.
Bu Mimi membuka pintu kamar Tania, lalu masuk dan menatap Tania yang masih meringkuk bak bayi di dalam kandungan. “Tania, hari ini tidak berangkat kerja kah?”
Dengan wajah menahan rasa sakit, wanita itu beringsut dari rebahannya, kemudian duduk di atas ranjangnya. “Ini saya baru mau siap-siap Bu Mimi.”
“Aduh.” Tania kembali meringis kesakitan, sambil memegang punggung belakangnya.
“Punggung kamu sakit?”
Tania menganggukkan kepalanya pelan. “Iya Bu Mimi punggung saya agak sakit, habis di dorong sama Nyonya Marsha, barusan,” adu Tania.
“Astaga, keterlaluan sekali. Sini saya coba cek punggungnya, takutnya ada luka,” pinta Bu Mimi, ikutan duduk di tepi ranjang.
Sebelum Tania membuka dasternya, terlebih dahulu Bu Mimi mengambil kotak p3k dan kain sarung, baru setelahnya mengecek bagian punggung wanita itu.
“Duh ... Tania punggungnya memar nih, kayaknya kena gagang lemari baju dan agak biru,” ujar Bu Mimi, sambil mengoles minyak tawon.
“Aauu....Bu pelan-pelan pegangnya sakit banget,” keluh Tania, ketika tangan Bu Mimi membalurkan minyak tawon ke punggungnya.
“Iya....ini saya sentuhnya sudah lembut banget.”
Tania menatap jam dinding yang menempel di kamarnya, waktu sudah menunjukkan jam 10 pagi, tapi dirinya masih berada di mansion, belum berada di kantornya. Dan satu hal yang membuat wanita itu mendesah dalam, dia tidak memiliki handphone untuk memberitahukan ke atasannya jika hari ini dia telat datang ke kantor atau tidak masuk kerja. Jika pun dia meminjam handphone Bu Mimi untuk menghubungi Kia, juga percuma karena tidak hapal dengan nomor handphonenya, nasib deh pasti akan dapat surat teguran.
“Bu Mimi, terima kasih ya,” ucap Tania setelah Bu Mimi membantu mengobati punggungnya.
“Sama-sama, oh iya tadi saya ke sini maksudnya mau kasih tahu bekal kamu ada di dapur, tinggal di bawa saja.”
“Makasih kembali ya Bu Mimi.”
Bu Mimi yang masih duduk di tepi ranjang bersama Tania, lalu menepuk lembut bahu wanita itu. “Apa pun yang terjadi, kamu jangan berpikiran pendek. Ada saatnya semua masalah ini akan berakhir,” ucap Bu Mimi.
Tania mengulum senyum tipisnya, lalu menoleh ke arah Bu Mimi. “Saya sempat berpikir seperti itu Bu Mimi, dan malah sangat menginginkan jika dunia saya berakhir saat ini. Tak ada keluarga yang menyayangi saya dan sepertinya tidak ada artinya keberadaan saya di dunia ini," ucap Tania lirih.
“Sungguh saya juga tidak menginginkan berada di sini, dan masuk ke dalam rumah tangga Pak Albert, apakah Bu Mimi juga berpikir saya ini seorang pelakor seperti Nyonya Marsha?”
Bu Mimi menggelengkan kepalanya. “Kamu berbeda, kamu tidak merebut suami Nyonya Marsha, dan bukan pelakor. Saya sudah lama bekerja di mansion Tuan Albert sebelum Tuan menikah dengan Nyonya Marsha. Tuan sejak dulu sikapnya dingin dan sedikit arogan, sikap Tuan seperti itu mungkin kurangnya kasih sayang dari orang tuanya. Ini hanya dugaan saya aja.”
“Memangnya ibu dan bapak Pak Albert ke mana, Bu Mimi?” Tania baru menyadari atau memang tidak mengetahui silsilah keluarga Albert.
“Kedua orang tua Tuan Albert mengalami kecelakaan pesawat waktu usia Tuan dua belas tahun, karena kehilangan orang tuanya, Tuan Albert di asuh oleh Opa dan Omanya.”
Seseorang mempunyai sifat yang memang bawaan gen dari kedua orang tuanya, tapi ada juga sifat dan sikap atau karakteristik seseorang yang terbentuk atas pengaruh pola hidup atau lingkungan sekitarnya dan didikan orang tua ketika mereka masih kecil. Sifat dan sikap anak yang di penuhi kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya akan berbeda dengan sifat dan sikap anak yang kurang kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Makanya tidak bisa di salahkan jika menjelang dewasa ada karakter seseorang menjadi kasar atau justru menjadi baik dan tangguh.
“Ooh ... sudah meninggal, pikir saya tinggal di luar negara dan masih hidup.”
“Ya sudah lama meninggal, kasihan. Sebenarnya saya juga tidak menyangka jika Tuan berani menikahi wanita lain, padahal Tuan sangat mencintai Nyonya Marsha. Mungkin Tuan sangat menginginkan anak, Tuan Albert sangat menyukai anak kecil, tapi sayangnya Nyonya Marsha tak kunjung hamil.”
Wanita itu jadi tersenyum kecut, dan tak percaya jika Albert menyukai anak-anak, sedangkan dengan wanita khususnya dirinya suka berbuat kasar.
“Seharusnya sebagai istri siap hamil, jadi tidak perlu suami menikah dengan wanita lain. Akhirnya wanita yang tidak tahu apa-apa kena imbasnya,” celetuk Tania, namun agak emosi berkatanya.
“Allah tidak pernah salah menakdirkan seseorang, Allah tidak akan pernah diam melihat hambanya kesakitan. Kamu di pilih menjalankan takdir ini, itu tandanya kamu mampu menghadapinya. Percaya lah semuanya akan indah dalam waktunya, tidak akan selamanya terjerembap dalam lubang yang dalam, suatu hari kamu akan naik dari lubang itu. Yakin lah dan selalu berdoa, minta pertolongan-Nya,” tutur Bu Mimi penuh kelembutan, bagai seorang ibu.
Hati Tania mulai terasa hangat, setelah dapat sedikit nasihat dari Bu Mimi walau wanita paruh baya itu seorang pelayan, tapi mampu memberikan semangat untuk menghadapi segala rintangan hidup, itu lah yang di butuh Tania saat ini, agar dirinya tidak merasa seorang diri di dunia ini.
“Cintailah dirimu sendiri, kamu berharga untuk mu, biarlah orang memandang rendah dirimu. Tegakkan punggung mu, luruskan pandangan mu, dan angkatlah wajahmu, hadapi mereka dengan kekuatan mu, kamu pasti bisa!” tutur Bu Mimi kembali, memberikan motivasi.
“Bu Mimi ...” wanita muda itu langsung mendekap Bu Mimi. “Terima kasih,” ucap Tania lirih, wanita paruh baya itu mengusap bahu Tania dengan lembut. Buat Bu Mimi, memeluk Tania mengingatkan putrinya yang tinggal di kampung bersama nenek dan kakek, sedangkan wanita paruh baya ini berjuang mencari rezeki untuk putrinya serta kedua orang tuanya. Begitulah kehidupan, setiap orang pasti memiliki porsinya dalam setiap masalah.
...----------------...
Perasaan Tania mulai terasa ringan setelah sempat berbagi keluh kesah dengan Bu Mimi, dan melihat waktu sudah mau jam 12 siang, terpaksa Tania tidak berangkat kerja, tapi wanita itu tetap pergi dari mansion Albert setelah menyantap bekal makan siang nya yang tak jadi di bawa nya.
Berhubung tidak ada handphone terpaksa Tania keluar jalan kaki sampai gerbang utama, lumayan menguras tenaga, di tambah teriknya matahari membuat wanita itu mandi keringat.
“Akhirnya ada abang ojol juga,” gumam Tania sendiri, tangannya mulai melambai memanggil abang ojol yang mengenakan jaket hijau. Lalu si abang ojol menghampiri Tania.
“Bang bisa ngojek tanpa aplikasi gak, saya gak punya handphone?” tanya Tania.
“Ooh bisa mbak, mbaknya mau ke mana?”
“Mau ke tanah abang, ongkosnya berapa ya?” tanya Tania sebelum menerima helm dari si abang ojol.
“Kalau mbak mau, ikut tarif yang ada di aplikasi. Tarifnya 50 ribu,” jawab si abang ojol sembari melihat aplikasi nya.
“Ok deh bang, antar saya ke sana.” Wanita itu langsung naik dan duduk di belakang si abang ojol, dan kotor langsung melesat ke tanah abang.
Tak terasa satu jam perjalanan dari gerbang utama mansion Albert ke tanah abang. Sekarang wanita itu tersenyum lebar ketika sampai di pasar tanah abang blok A.
“Waktunya me time, shopping eey,” gumam Tania kegirangan. Sudah lama Tania tidak merasa se-senang ini , khususnya hari ini dia ingin menyenangi dirinya sendiri, yaitu berubah penampilannya dengan membeli beberapa baju kerja yang sesuai dengan kantongnya. Lagi pula pasar tanah abang memang pusatnya penjualan baju mulai dari harga murah sampai harga tinggi karena biasanya orang yang membeli untuk dijual kembali, ada kualitas ada harga, tapi tidak semahal di toko atau mall.
bersambung........ Kira kira ada yang panikkah Tania tidak ada di mansion dan di kantor?
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya 😉😉😉.
Kakak Readers mampir yuk ke karya author Lian Julian.
Karya author Retnosari, mampir yuk Kakaka 😊