Dikejar Berondong Bucin
Anindya adalah seorang gadis yang baru saja menyelesaikan program studinya, S1 Fisioterapi. Cita-citanya untuk membuka klinik sendiri tinggal selangkah lagi, ketika Anindya mengajukan pendidikan profesi Fisioterapi untuk menjadi seorang Physio.
Sayangnya Anindya tidak bisa melakukannya karena Faris, anak dari teman sang ayah yang melamarnya. Kedua orang tua Anindya tidak memaksanya untuk menerima lamaran tersebut, mereka membebaskan pilihannya. Tetapi setelah mendengar jika dengan menikahi Faris usaha Ayah Anindya akan mendapatkan keuntungan dan keluarga Faris tidak akan menghalangi mimpinya untuk membuka klinik mandiri, Anindya dengan suka rela menerima lamaran tersebut.
Pernikahan keduanya pun ditetapkan dan akan dilangsungkan 3 bulan kemudian. Selama 3 bulan itu, Anindya dan Faris melalui proses penjajakan lewat panggilan video. Yang namanya tidak bertemu langsung tentu tidak membuat Anindya tertarik dengan Faris. Tetapi karena ia memikirkan usaha sang ayah yang diambang bangkrut, Anindya mulai membuka hatinya untuk Faris.
Faris bekerja di sebuah perusahaan swasta yang ada di Kalimantan Timur sebagai mekanik. Pernikahan yang akan dilaksanakan 3 bulan lagi juga dikarenakan cuti rutin yang Faris dapatkan.
“Apakah kamu sudah mantap, Nak?” tanya Ibu Anindya.
“Insyaallah, Bu.”
“Jangan hanya karena usaha Ayah, kamu mengorbankan masa depanmu. Ibu tidak rela!” ucap Ibu Anindya sambil menangis.
Ayah Anindya merupakan pengusaha batu bata yang saat ini mulai sepi peminat karena orang lebih memilih menggunakan batako yang relatif murah. Sedangkan orang tua Faris merupakan kontraktor yang mana bisa menjamin kelangsungan usaha Ayah Anindya.
“Tidak, Bu. Orang tua Mas Faris tidak melarangku untuk mengejar cita-cita, jadi masa depanku tidak dikorbankan di sini.” Anindya mencoba menenangkan sang ibu.
“Baiklah jika memang itu keputusanmu. Ibu selalu mendukungmu, Nak!”
Anindya memeluk sang ibu yang selama ini selalu mendukung keputusan dan cita-citanya. Ia hanya berharap apa yang menjadi keputusannya saat ini, tidak membuatnya menyesal nantinya.
Selama menunggu hari pernikahan, Anindya mengumpulkan data mengenai tempat calon suaminya bekerja yaitu Kalimantan Timur. Ia menemukan bahwa akan diadakan ujian CPNS di Kalimantan Timur, sebulan setelah pernikahannya. Jika ia bisa ikut ujian tersebut, ia memiliki kesempatan untuk bekerja sebagai tenaga medis di sana dan ia bisa melanjutkan pendidikannya. Anindya pun menyiapkan semua berkas yang ia perlukan untuk mengikuti ujian, agar ketika waktunya tiba ia bisa dengan lancar mengikuti ujian.
Hari demi hari telah berlalu, sampai hari pernikahan pun tiba. Anindya dengan kebaya berwarna putih lengkap dengan paes ageng khas Jogja, dituntun menuju meja tempat dilaksanakannya ijab kabul. Faris yang telah menunggunya di kursi pun berdiri menyambut Anindya. Seketika Faris terpukau dengan kecantikan Anindya yang akan menjadi istrinya.
Jika biasanya Anindya terlihat cantik dengan polesan make up tipis, kini Anindya semakin anggun dengan make up khas pengantin.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Anindya binti Supomo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Ucap Faris dengan tegas.
“Sah?” tanya penghulu kepada para saksi.
“Sah!” jawab saksi secara serempak diikuti ucapan hamdalah tamu yang menyaksikan ijab kabul.
Semua orang dengan perasaan bahagia mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh penghulu untuk menutup prosesi ijab kabul. Kemudian acara dilanjutkan dengan prosesi pengantin sampai dengan foto bersama dan menyalami seluruh tamu.
Acara di rumah Anindya hanya berlangsung sampai tengah hari dan kemudian setelah asar dilanjutkan di rumah keluarga Faris yang kebetulan hanya berbeda desa, sampai pukul 9 malam. Rangkaian acara berjalan dengan lancar tanpa kendala apa pun, sampai pengantin kini hanya berdua di kamar.
“Badanku terasa pegal setelah seharian ini aku terlalu banyak berdiri!” seru Faris memecahkan kecanggungan keduanya.
“Apakah Mas mau Anin pijat?” tanya Anindya dengan lembut.
“Apakah kamu bisa?” Anindya menganggukkan kepalanya.
Tentu saja Faris menerimanya dengan senang hati dan segera melepaskan kaosnya. Sesuai instruksi yang diberikan Anindya, Faris berbaring tengkurap dengan hanya mengenakan celana pendek. Dengan melumuri tangannya dengan lotion, Anindya mulai menggerakkan tangannya di tubuh laki-laki yang kini halal baginya.
Awalnya gerakan Anin fokus pada bahu dan punggung Faris, kemudian beralih ke pinggang dan tangan hingga sentuhan terakhir, Anindya memijat kepala Faris. Anindya bingung karena selama proses memijat, Faris tidak banyak bicara dan ketika ia melihat ke arah wajah sang suami, ternyata Faris telah terlelap.
Tanpa ada rasa curiga, Anindya mengira jika suaminya mungkin kelelahan karena dirinya pun sama. Setelah menutup tubuh suaminya dengan selimut, Anindya mengoleskan lotion ke titik lelahnya dan memberikan pijatan singkat untuk melemaskan ototnya. Setelah merasa cukup, Anindya mencuci tangannya dan menyusul suaminya untuk tidur.
Di sisi lain.
“Mengapa kamu datang ke sini?” tanya Ibu Faris.
“Aku ingin bertemu Mas Faris!”
“Faris sudah menikah, menjauhlah darinya!” seru Ibu Faris.
“Akan aku pastikan kalian menyesal telah menolakku!” teriak perempuan tersebut dan pergi meninggalkan rumah keluarga Faris.
“Ada apa, Bu?” tanya Aya Faris yang keluar ketika mendengar teriakan seorang perempuan.
“Rani, Yah!”
“Mau apa dia kemari malam-malam?”
“Mau ketemu Faris lah, siapa lagi!”
“Bukankah mereka sudah lama tidak berhubungan?”
“Inilah alasanku menyuruhmu melamar Anindya. Agar Rani tidak lagi mendekati Faris! Perempuan bekas orang banyak tidak layak menjadi menantuku!” tegas Ibu Faris yang kemudian meninggalkan Ayah Faris yang masih terdiam di teras.
Ayah Faris baru saja mendengar alasan istrinya memintanya melamar Anindya untuk anaknya, Faris. Beliau awalnya mengira jika istrinya memilih Anindya karena pendidikan dan parasnya juga keluarga Anindya yang memang sudah lama berteman dengan keluarganya. Tetapi ternyata untuk menghindarkan Faris dari perempuan yang bernama Rani. Ada rasa bersalah di hati Ayah Faris, tetapi beliau tidak bisa mengatakan hal ini kepada Anindya. Karena bagaimanapun istrinya tetaplah istri yang harus ia tutup aibnya.
Dengan pasrah beliau menyerahkan semua yang telah terjadi kepada Allah Yang Maha Kuasa. Semoga pernikahan anaknya dengan Anindya membawa keberkahan untuk menjemput keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Tanpa Ayah Faris sadari, sedari tadi ada yang mendengarkan percakapan mereka yang tidak lain adalah Faris yang ingin ke dapur untuk mengambil minum. Entah apa yang dipikirkannya saat ini, setelah menenggak air di gelas Faris berjalan kembali ke kamarnya dengan tersenyum.
“Kamu memang cantik Anin, tapi sayangnya ragamu tak bisa membuatku berminat.” Gumam Faris sambil memandangi tubuh Anindya yang terbaring mengenakan pakaian tidur terusan.
“Satu-satunya alasan kamu menikah denganku adalah untuk menjauhkanku dari Rani, maka jadilah istri dan tameng yang baik untukku dan jangan berharap lebih padaku! Karena aku tidak mungkin bisa membalasmu dengan pantas. Semoga saja kamu bisa mengerti dan menjadi istri yang baik.” Imbuh Faris yang kemudian merebahkan tubuhnya di samping Anindya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Nasibmu Anindya...
2024-08-09
1
Nabilah
baru mulai sudah ada bau2 belut nih author!
2024-08-03
1