Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
Sore harinya Ghendis diizinkan pulang. Bersama mama Reni dan Alice, mereka berempat pulang. Ibu Novi rencananya setelah dari sampai di rumah baru Aksa kabari.
Mama Reni yang meminta putranya untuk tak mengabari mertuanya itu setelah mendengar cerita dari Aksa. Dia tak habis pikir, kenapa seorang ibu tega berkata kasar pada putrinya yang sedang berduka dan sakit.
Ghendis heran melihat perubahan di dalam rumah Aksa. Tak ada lagi foto pernikahan pria itu dengan Grace. Hanya ada foto Alice dan suaminya itu. Memasuki ruang keluarga terpasang foto pernikahan mereka. Walau tidak sebesar foto pernikahan Grace, tapi itu juga sangat indah. Sederhana seperti yang Ghendis suka.
Aksa menggendong Ghendis dan mendudukkan di sofa. Alice langsung naik ke sofa dan duduk di samping miminya. Mengecup seluruh bagian di wajah gadis itu.
"Aku ingin makan disuapin Mimi. Mandi sama Mimi dan makan masakan Mimi," ucap Alice dengan penuh semangat.
"Alice, tunggu Mimi sehat dulu. Baru bisa makan disuapin Mimi. Sekarang biar nenek saja yang suapin," ucap Mama Reni.
"Tapi aku maunya Mimi," ucap Alice mulai terisak.
"Nanti Mimi suapin. Tapi kalau mandikan Alice, Mimi belum kuat. Kaki Mimi masih sakit," balas Ghendis dengan suara lembut merayu ponakannya itu.
"Aku sayang Mimi," ujar Alice dan kembali mencium pipi Ghendis.
"Kamu mau istirahat?" tanya Aksa. Ghendis hanya menjawab dengan anggukan kepala. Aksa lalu bangun dan menggendong istrinya itu. Karena takut jatuh, Ghendis lalu memeluk leher sang suaminya.
Aksa memandangi wajah Ghendis dengan menunduk. Wajah keduanya begitu dekat. Karena malu gadis itu menyembunyikan wajahnya di dada sang suami. Tanpa di duga Aksa mengecup pucuk kepala sang istri.
Ghendis mengira dia akan di bawa ke kamar tamu dimana dia biasa tidur, tapi dugaannya salah. Dia di bawa ke kamar utama. Pertama kali masuk ke kamar utama dia pikir akan melihat foto pernikahan kakaknya, lagi-lagi dugaan gadis itu salah. Dia melihat foto pernikahan mereka yang sangat besar terpasang di dinding kamar.
Ghendis merasa heran dan bertanya dalam hatinya. Kenapa semua berubah. Dia tadi juga melihat perbedaan dari tata letak perabot dalam rumah ini. Aksa membaringkan tubuh Ghendis dengan perlahan ke atas kasur. Kembali dia mengecup dahinya.
"Tidurlah. Tenangkan pikiranmu. Apa yang kamu inginkan katakan padaku, jangan di simpan. Jika kamar ini kamu rasa masih kurang nyaman, kamu bisa katakan nanti mana yang menurutmu baik. Aku tak tau seleramu gimana," ucap Aksa dengan lembut.
Ghendis hanya diam tak menjawab ucapan suaminya itu. Semua yang terjadi membuat dia heran. Apa yang menyebabkan Aksa berubah? Tanya gadis itu dalam hatinya.
Aksa turun ke lantai bawah dan berjalan ke ruang keluarga tempat mama Reni dan Alice berada. Keduanya sedang menonton televisi. Tadinya Alice ingin bersama Ghendis, tapi neneknya melarang.
"Ingat Aksa, mulai hari ini kamu harus menghargai Ghendis sebagai istrimu. Kamu lihat sendiri bagaimana dia menyayangi Alice. Jangan pernah mengatakan hal yang menyakitkan lagi. Jaga ucapan dan sikapmu.
"Iya, Ma."
Mama Reni mengajak Alice ikut pulang ke rumahnya. Awalnya bocah itu tak mau karena ingin bersama ibunya. Namun, Mama Reni tetap membujuknya. Dia ingin Aksa lebih dekat dengan istrinya itu.
Semua perubahan di rumah ini juga atas usul mama Reni. Dia meminta Aksa menyimpan semua foto pernikahannya dengan Grace. Bagaimana dia bisa melupakan sang istri jika semua kenangannya masih ada. Sebenarnya Aksa keberatan, tapi dia tak ada pilihan. Mama Reni bisa marah jika tak diikuti kemauannya.
Jam dua belas malam, Aksa masuk ke kamar. Dia melihat istrinya sudah terlelap. Naik ke ranjang dan dipandangi wajah istrinya dari dekat. Masih terlihat mata bengkaknya karena setiap hari masih terus menangis.
"Kenapa Ibu Novi begitu benci denganmu? Apa Grace juga membancimu? Apa alasan keduanya begitu membenci kamu? Apa aku harus mencari tahu semuanya?" tanya Aksa pada dirinya sendiri.
Ghendis yang tak menyadari kehadiran Aksa, bergerak dengan menggeliatkan badan dan tidur miring menghadap suaminya. Aksa makin mendekatkan wajahnya ke muka isterinya. Dia lalu mengecup bibirnya dengan lembut takut membangunkan gadis itu. Setelah itu Aksa memeluknya.
Pagi hari saat bangun, tubuh Ghendis terasa berat. Seperti ada yang menghimpit. Dia membuka matanya dan terkejut mendapati Aksa yang memeluknya seperti guling.
"Mas, lepaskan pelukanmu!" ucap Ghendis dengan suara datar.
Aksa membuka matanya. Wajah mereka begitu dekatnya. Pria itu lalu tersenyum.
"Lepaskan pelukanmu, Mas. Aku sesak," kata Ghendis.
Aksa baru menyadari kalau dia memeluk tubuh Ghendis. Sejak Grace meninggal, baru malam ini dia bisa tidur nyenyak. Apa karena dia memeluk tubuh istrinya.
Setelah pelukan suaminya terlepas, Ghendis lalu bangun. Duduk dengan bersandar ke kepala ranjang.
"Kamu mau mandi?" tanya Aksa.
Dengan ragu, akhirnya Ghendis menganggukan kepalanya.
Aksa bangun dan menggendong Ghendis menuju kamar mandi. Dia mendudukkan istrinya di closed yang telah tertutup.
Dengan hati yang berdebar kencang, Aksa menyiapkan air panas di bak mandi dengan hati-hati, memastikan suhu air sesuai dengan selera Ghendis. Setelah itu, dia membantu istrinya melepaskan pakaian satu per satu dengan kehalusan dan kelembutan.
Saat bersentuhan dengan kulit lembut Ghendis, tubuh Aksa gemetar tak terkendali. Dia merasa getaran erotis yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Aksa merasa seakan-akan tengah memasuki dunia seni tubuh yang begitu menggoda. Namun, dia dengan cepat mengusir pikiran-pikiran itu dan memfokuskan perhatiannya pada tugasnya untuk membantu sang istri.
Dengan gerakan lembut, Aksa mengelus leher Ghendis dengan handuk basah yang lembut. Gadis itu menatap Aksa dengan sedikit canggung. Pria itu lalu terdiam sejenak ketika tangannya menyentuh bagian-bagian tubuh istrinya yang begitu indah dan menggoda.
Semakin lama Aksa memandikan istri tercinta, semakin sulit baginya untuk mengontrol diri. Dia berusaha menjaga pikiran-pikiran liar yang berputar di kepala saat ini. Aksa tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk berpikir seperti itu, terlebih lagi saat dia membantu Ghendis yang terbatas gerakannya akibat cedera beberapa minggu yang lalu.
Ketika proses pemandian selesai, Ghendis menatap Aksa dengan matanya yang tajam. Dia berkata, "Terima kasih, Mas."
Aksa tersenyum kaku, merasa bersalah atas pikiran-pikiran yang sejenak melintas dalam benaknya tadi. Dia menghapus pikiran-pikiran itu dan mengatakan dengan rendah hati, "Tak perlu berterima kasih, aku ini suami kamu. Jadi kewajiban aku membantu."
"Ya Tuhan, kuatkan aku. Jangan sampai aku khilaf, dia masih sakit," gumam Aksa dalam hatinya.
...----------------...
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit