Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode enam belas.
Garren tertunduk lesu, ia tidak menyangka akan jatuh cinta secepat ini. Awalnya ia pikir hanya kagum saja pada Septy.
Karena ketelatenan Septy dalam bekerja. Dan juga mencuri hati klien yang kabarnya sulit di taklukkan.
"Baru sadar 'kan sekarang?" tanya Lita.
"Masih ingin berbuat lagi?" Marissa menimpali.
Garren benar-benar merasa dibully saat ini. Garren pun menggeleng cepat. Sedangkan Septy tenang-tenang saja. Toh dia tidak merasa bersalah.
Lita mengajak Septy ke kamarnya, Septy pun menurut saja. Lita membuka lemari dan mengambil kotak perhiasan.
"Sebenarnya ini sudah lama ingin mama berikan ke kamu. Tapi mama selalu lupa," kata Lita.
Septy tahu jika itu adalah kotak perhiasan. "Tidak usah Ma, Mas Garren juga sudah memesan kalung berlian termahal."
Lita tersenyum. "Itu dari Garren, ini dari mama."
Lita menyerahkan kotak tersebut kepada Septy dan meminta Septy untuk membukanya. Septy melotot kan matanya melihat satu set perhiasan terbuat dari berlian.
Dan sangat berkilau, apalagi terkena cahaya lampu. Septy tidak mau menerimanya, karena menurutnya terlalu berlebihan.
"Terimalah Nak." Septy menoleh ke belakang, ternyata Marissa juga ikut masuk.
"Ma, Oma, ini terlalu berlebihan. Pasti ini harganya sangat mahal."
"Kamu menantu keluarga kami, jadi kamu berhak menerimanya. Jangan kecewakan Oma dan mamamu."
Septy tanpa sadar menetes airmata nya. Penderitaan hidup yang dulu ia jalani, kini seakan dibalas segala kebaikan.
Lita dan Marissa memeluk Septy, hingga Septy berada ditengah-tengah keduanya.
"Sekarang saatnya kamu hidup bahagia, soal Garren, biarkan ia merenungkan dirinya agar tidak memandang rendah orang lain," kata Lita.
Septy hanya mengangguk, tapi airmata nya masih mengalir deras membasahi pipinya. Lita mengusap airmata Septy dengan lembut.
"Ada apa ini?" Mereka semua menoleh kearah suara lembut. Yang ternyata Gavesha yang baru datang dari perusahaan.
"Kenapa dengan Septy, Ma?" tanyanya.
"Gak apa-apa, dia hanya terharu. Tumben kamu pulang awal?"
"Pekerjaan ku sudah selesai Ma, lagipula aku dapat pesan dari papa, katanya Septy dan Garren ada di mansion."
Lita sengaja tidak menceritakan tentang Garren dan Septy. Jika Gavesha tahu, habislah Garren di marahi nya.
Belum lagi jika Darmendra dan Diva tahu, juga keluarga yang lain. Sudah pasti Garren menjadi bahan bully-an mereka.
"Kamu menginap, Septy?" tanya Gavesha.
"Mungkin tidak kak," jawab Septy lalu menoleh ke Lita.
Lita melarang Septy bercerita tentang dirinya dan Garren melalui kode. Dan Septy mengerti kode dari Lita.
Mereka kemudian keluar, Garren tersenyum saat melihat Septy membawa kotak perhiasan. Garren tahu, itu pasti hadiah dari mamanya.
"Beruntung kamu Septy, seluruh keluargaku menyayangi mu. Maafkan aku karena terlambat menyadarinya," batin Garren.
Septy menyerahkan kotak tersebut pada Garren. Garren mengernyitkan keningnya karena Septy menyerahkan kotak perhiasan padanya.
Ternyata Septy meminta Garren untuk menyimpannya dirumahnya nanti. Garren tertawa pelan setelah mengetahui maksud Septy.
"Sayang, kita pulang sekarang yuk," ajak Garren.
"Kamu pulang sendiri, biarkan Septy menginap disini malam ini," ujar Lita.
Garren cemberut, ia ingin berlama-lama berdua dengan Septy sebelum Septy pindah ke apartemen.
"Besok juga akan ketemu lagi di perusahaan," kata Lita lagi.
"Kamu juga menginap son," kata Carel.
Mendengar hal itu Garren bersorak senang. Malam ini dia bisa bersama Septy. Ya walaupun tidak bisa berhubungan suami istri.
Iapun berterima kasih kepada papanya yang selalu mendukungnya. Karena Carel mengerti bagaimana rasanya jauh dari istri.
Bisa-bisa tidak bisa tidur karena nya. Meskipun cuma satu malam, tapi rasanya berbulan-bulan.
Sementara Lita menatap tajam sang suami yang selalu memanjakan putranya. Lita selalu mendidiknya keras, agar bisa mandiri.
Keras bukan dalam arti memukul atau membentak. Tapi harus tegas dalam mengambil keputusan dan juga bertindak.
Namun Garren ternyata lebih ke sifat papanya yang kurang tegas dalam bertindak. Bahkan sering menyepelekan masalah kecil. Yang akhirnya membesar.
Ya Garren sedikit berbeda dari yang lain, tidak seperti Arthur yang tegas. Jika dia bilang tidak ya tidak. Tidak plin-plan dalam mengambil keputusan.
Seperti Kenneth juga, meskipun suka usil, tapi dia tegas dalam bertindak. Mungkin karena ajaran Lica dan Abigail.
Hari sudah mulai sore, mereka sholat berjamaah terlebih dahulu. Baru setelah itu mereka sibuk di dapur.
Sementara Garren berada dikamarnya dan melihat kotak yang diberikan oleh Septy padanya.
"Mama benar-benar menyayangimu, tapi aku bahagia," gumam Garren. Kemudian menyimpan perhiasan tersebut didalam lemari.
Garren melihat ponselnya yang berdering, ternyata panggilan dari Tomi. Garren segera menjawab panggilan tersebut.
"Ya ada apa?"
"Tuan, sepertinya Amara akan balas dendam ke Nona Septy."
"Hmmm, tenang saja. Dia tidak akan bisa berbuat macam-macam."
"Bagus deh, saya cuma khawatir saja."
"Kamu mengkhawatirkan istriku, kamu sudah bosan kerja?"
"Tidak Tuan, bukan begitu maksudnya. Biar bagaimanapun Nona adalah bagian dari perusahaan kita. Otomatis teman satu perusahaan."
Garren tidak menjawab, ia langsung mematikan sambungan teleponnya. Hatinya terasa panas jika ada orang lain mengkhawatirkan istrinya.
Entahlah, akhir-akhir ini Garren merasa tidak suka jika Septy dekat dengan pria manapun. Kecuali keluarganya.
Garren kembali menghubungi seseorang. "Awasi orang ini, aku akan kirim fotonya."
"Baik Tuan," jawab orang yang diseberang telepon. Kemudian telepon pun putus secara sepihak.
Garren mengirimkan foto Amara kepada orang yang diperintahkan oleh Garren untuk mengawasi Amara.
Jika memang Amara ingin balas dendam, barulah Garren akan bertindak. Dan Garren tidak akan bertoleransi lagi jika Amara sudah diluar batas.
Garren menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Ia terlentang dengan tangan diatas kening. Ia berpikir, jika 3 bulan itu akan sangat lama.
"Sabar Garren, ini salahmu sendiri Garren, terlalu cepat mengambil keputusan," ucap Garren berbicara sendiri.
Sementara di dapur, Septy sedang masak bersama Lita. Sedangkan Gavesha hanya duduk dikursi meja makan bersama Marissa.
Keduanya memperhatikan Septy yang sudah mahir memegang spatula. Sebenarnya Gavesha juga pandai masak.
Hanya saja dia sedikit malas kalau soal urusan dapur. Tapi jika urusan kantor, Gavesha jagonya.
Lita seringkali menasehati nya agar rajin-rajin ke dapur. Karena suami paling suka masakan istri.
Namun Gavesha malah cuek-cuek saja. Dan katanya bila nanti sudah menikah baru ia akan rajin ke dapur, memasak untuk suami.
"Septy, berapa Garren beri kamu gaji?" tanya Gavesha.
"Pertama 10 juta, karena aku bisa menarik perhatian klien dan berhasil mendapatkan kerjasama, Mas Garren menambah menjadi 20 juta dan sekarang 30 juta," jawab Septy jujur.
"Hanya segitu? Kamu istrinya loh, masa cuma segitu?"
Kemudian Septy menceritakan jika Garren memberikan kartu hitam tanpa batas. Barulah Gavesha tidak bertanya lagi.
"Oya, mobil di garasi tinggal pilih untuk kamu, terserah kamu mau yang mana?"
Septy menggeleng, dan mengatakan jika Garren sudah memberikan mobil untuknya. Septy tidak mau banyak mobil, satu sudah cukup. Lagipula mobil yang diberikan oleh Garren juga mobil mewah.