Nasib malang dialami oleh gadis muda bernama Viona Rosalina. Karena terlilit hutang yang lumayan besar, Viona dijadikan jaminan hutang oleh orang tuanya. Dia terpaksa merelakan dirinya untuk menikah dengan Dirgantara, seorang pengusaha muda yang terkenal sombong dan juga kejam.
Mampukah Viona menjalani hari-harinya berdampingan dengan pria kejam nan sombong yang selalu menindasnya?
Atau mungkin Viona memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Nantikan kisahnya hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Viona Pingsan
Hawa dingin di pagi hari membuat Viona terbangun dari tidurnya.
Masih dengan kondisi mata yang terpejam, dia menarik selimutnya. Sangatlah malas untuk bangun. Tulang-tulangnya berasa remuk sehabis diperlakukan sangat buruk oleh suaminya. Ditambah cuaca yang begitu dingin, bertambah lesu untuk segera bangun.
Dengan sedikit kesadarannya, ia merasakan sesuatu yang berat telah menimpuk tubuhnya.
"Astaga! Tangan siapa ini?"
Perlahan ia membuka mata dan mendapati tangan kekar melingkari pinggangnya.
Bola matanya seketika terbelalak lebar. Dia sangat terkejut melihat tangan besar berotot, tentunya pemilik tangan itu bukanlah Sania, adik iparnya.
"Kok dia ada di sini? Kapan dia masuk ke sini? Apa sejak tadi malam dia tidur di sini?"
Perlahan Viona melepaskan diri dari pelukan Dirgantara yang tengah lelap tertidur.
Ia tak mau dituduh menjadi wanita murahan karena sudah tidur bersamanya, walaupun kenyataannya pria itu yang datang dan memeluknya.
Viona ingin menjaga jarak untuk mencari keamanan. Lebih baik menjadi orang asing daripada dianggap mencari perhatiannya.
Setelah berhasil terlepas dari pelukan Dirgantara, Viona berniat untuk meninggalkan kamarnya. Ia mendapati kain handuk kecil yang terjatuh dari dahinya. Rupanya pria itu semalam telah mengompresnya.
"Ngapain dia mempedulikanku? Bukannya dia sangat membenciku? Sebenarnya dia menemaniku di sini karena inisiatifnya sendiri atau suruhan dari adiknya? Kurasa ini desakan dari adiknya, kalau inisiatifnya sendiri rasanya tidak mungkin."
Masih dalam keadaan demam, Viona keluar dari dalam kamarnya dengan membawa baskom berisi air sisa kompresan. Viona menuju dapur berniat untuk kembali beraktivitas, ia tak mau dianggap seperti benalu yang kerjaannya hanya numpang tanpa melakukan kegiatan. Ia cukup tau diri, keberadaannya di kediaman keluarga Dirga bukan karena keinginan Dirga, tapi karena keterpaksaan Dirga yang tak ingin dirugikan.
"Loh, nyonya kok ke sini? Bukannya nyonya seharusnya istirahat saja di kamar. Jangan beraktivitas dulu nyonya, biarkan badannya pulih dulu. Lihatlah, wajah nyonya terlihat begitu pucat."
Bi Ningsih sangat sedih melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Viona diseret dan didorong dengan begitu keras oleh anak majikannya. Sungguh seperti hewan buas yang menerkam mangsanya. Dirgantara benar-benar tak punya hati nurani, sudah memperlakukan istrinya sendiri tanpa adanya rasa iba.
Jika saja itu terjadi padanya, maka saat itu juga ia akan kabur dan melaporkannya kepada pihak berwajib, atas tuduhan penganiayaan, ia tak akan peduli walaupun pria itu akan membusuk di dalam penjara.
"Bibi, aku nggak papa. Aku sudah agak baikan. Aku nggak nyaman rebahan di kasur mulu. Aku ingin bantu menyiapkan sarapan."
Bukannya tidak nyaman rebahan di kasur, justru ia sangat nyaman, di saat badannya lemas dan sakit, bawaannya pingin rebahan terus, tapi ia cukup sadar diri, tempat ini bukannya rumahnya di mana ia bebas untuk bernafas. Tinggal di kandang singa harus waspada, sekali melakukan kecerobohan akan menjadi santapan Singa yang sedang lapar.
Dengan kepalanya yang masih berdenyut akibat banyak menangis, Viona memulai aktivitasnya dengan memasang apron. Dia mengambil bahan makanan yang ada di lemari pendingin.
"Bibi akan bantuin nyonya. Memangnya nyonya mau bikin sarapan apa pagi ini?" tanya bi Ningsih.
Viona sendiri juga tidak tahu apa yang harus dimasak. Dia mencari bahan makanan yang akan digunakan untuk membuat capcay.
"Emm, gimana kalau masak capcay untuk pagi ini bi. Ini ada bahan-bahan untuk membuat capcay. Tolong bibi rebusin telur puyuhnya ya? Biar aku yang akan mengupas sayurannya."
Viona mengambil satu kantong plastik telur puyuh dan diberikannya pada bi Ningsih. Sedangkan ia mengambil wortel, kentang, beserta bunga kol untuk dikupasnya.
Sedari kecil Viona sudah bisa memasak. Dia sering membantu asisten rumah tangganya di dapur.
Walaupun jauh dari ibunya, bahkan tidak pernah bertemu, Viona tak begitu kesulitan untuk belajar memasak. Dulu ia mengagumi chef Arnold karena mahirnya memasak ditambah senyumannya yang tak pernah mengurangi kadar ketampanannya, membuatnya ngefans berat dan memiliki harapan bisa menikah dengan pria seperti itu, tapi sayangnya pria yang menikahinya tak sesempurna chef Arnold, tampan sih iya, kelakuan macam singa.
"Bibi pikir nyonya Viona nggak bisa memasak? Ternyata pemikiran bibi salah. Biasanya kan anak jaman sekarang malas buat menginjakkan kakinya di dapur, apalagi memegang pisau mengupas bawang. Anak bibi aja kalau diminta buat bantu ngupas bawang mana mau nyonya, tapi nyonya yang statusnya anak orang kaya, malah tak gengsi mengerjakan pekerjaan dapur. Andai saja saya seorang pria dan punya istri seperti nyonya, udah pasti saya bangga. Udah baik, rajin, cekatan pula."
Bi Ningsih banyak memberikan pujian pada Viona, dan itu membuat Viona jadi besar kepada.
Berlebihan, itu yang dipikirkan oleh Viona. Andai saja apa yang dikatakan oleh bi Ningsih itu benar, tentunya Dirgantara bisa menghormatinya sebagai istri, bukan menjadikannya sebagai musuh.
Dengan senyuman tipisnya Viona menjawab. "Bi Ningsih jangan berlebihan memujiku, aku tak sesempurna yang bibi katakan. Aku memang anaknya orang kaya bi, tapi 'mantan' Papaku sudah bangkrut, bahkan aku dijadikan jaminan hutangnya pada Tuan Dirgantara. Harapanku, angan-anganku, cita-citaku telah hancur karena keegoisan orang tuaku. Terkadang aku iri sama saudaraku. Mereka bisa hidup enak, melanjutkan studinya ke luar negeri, sedangkan aku ... Di sini aku malah dijadikan jaminan hutang, miris bukan?"
Sepanjang aktivitasnya di dapur, Viona berceloteh menceritakan kisah hidupnya. Sampai masakan yang diolahnya diselesaikan dengan baik.
Bi Ningsih tertegun melihat Viona yang cekatan dan mahir dalam memasak. Ia bahkan kalah jika dibandingkan dengan istri majikannya.
"Aduh! Kepalaku pusing!"
Viona hampir terjungkal saat berjalan menuju rak untuk mengambil mangkuk.
Bi Ningsih yang ada tak jauh darinya, langsung memberikan pertolongan.
"Nyonya, nyonya kenapa? Apa yang nyonya rasakan?"
"Bi, aku pusing. Aku ~~
Tiba-tiba saja darah mengalir dari hidungnya. Mata Viona mulai kabur dan bruk!!
Viona langsung jatuh pingsan. Bi Ningsih yang kehilangan keseimbangan, ia ikut terjatuh saat melakukan pertolongan pada Viona.
Dia pun menjerit sekencang mungkin.
"Tolong ...!!! Tuan ..! Nona Sania ..! Nyonya Viona pingsan di dapur!"
Suara kencang bi Ningsih membuat seisi rumah langsung berhamburan menuju dapur.
Dirga dan juga Sania juga berlari menuju dapur takut terjadi sesuatu yang buruk di dalam dapur.
"Bibi! Ada apa bi?" tanya Sania panik.
Sania melihat Bi Ningsih yang sedang memangku Viona yang terkapar di lantai dapur dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Darah segar keluar dari hidungnya terlalu banyak hingga berjatuhan di lantai dapur.
"Oh! Astaga!! Kak Viona! Kak Viona kenapa? Bang Dirga!! Tolong kak Viona!"
Dirga dengan langkah tegasnya langsung bergegas mengangkat tubuh Viona dan membawanya ke kamar.
"Sania!! Cepat panggilkan dokter ...!!"
Ya ampun ..., kira-kira kenapa ya, Viona? Semoga dia tak seperti author 🥺, dulu author muntah darah dan nggak ada orang yang tau😭 semoga saja author masih dikasih kesempatan berumur panjang agar bisa menciptakan karya-karya barunya. Jangan sedih 🥺🥺, cukup bantu author dengan doa, dan jangan lupa vote like dan komennya 🙏😭