Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Paginya,
"Good morning, nyonya Darrel."
Seorang wanita dewasa seumuran Darrel menyapa Hope dengan senyuman ramah. Hope baru saja keluar dari kamar, saat terbangun ia merasa tenggorokannya kering, jadi ia keluar untuk minum.
Ketika Hope membuka pintu kamar, hendak keluar menuju dapur, langkahnya terhenti karena melihat keberadaan orang asing. Seorang wanita berpenampilan menarik, dan pastinya usianya jauh lebih matang darinya. Bahkan mungkin sedikit lebih tua dari suaminya. Pokoknya wajah wanita itu sudah terlihat dewasa.
Tak jauh dari wanita itu duduk suaminya. Lelaki tersebut masih memakai baju tidur, pandangannya fokus ke i-ped di tangannya.
Ternyata ada di sini. Aku pikir mas Darrel kemana. Siapa wanita itu?
Hope berkata dan bertanya-tanya dalam hatinya.
Apa mereka pasangan kekasih? Tidak, tidak mungkin. Mas Darrel tega sekali kalau berani membawa kekasihnya terang-terangan bertemu dengan istri sah-nya.
Walau Hope merasakan ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya, ia tetap berusaha bersikap normal.
"Pa ... Pagi," ia balas menyapa, bersikap sesopan mungkin. Mau itu kekasih suaminya atau bukan, kalau sampai muncul di sini pasti perannya cukup penting bukan?
Darrel yang sejak tadi fokus ke i-ped, kini mengangkat wajah. Mendongak ke Hope. Ia meletakkan benda yang dia pegang di atas meja sofa.
"Karena kau sudah bangun, aku akan langsung memperkenalkan kalian berdua." ucap pria itu.
Hope menahan napas. Jangan sampai, jangan sampai apa yang dia pikirkan tadi benar. Kalau benar, hari ini akan menjadi mimpi buruk yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.
"Lina, dia adalah Hope Emilia, isteriku. Kau pasti masih ingat, karena kau juga hadir di pernikahan kami waktu itu. Hope, ini Lina. Wanita yang akan mengajarimu menjadi pekerja kantoran."
Kekhawatiran Hope menghilang seketika begitu mendengar Darrel menjelaskan. Ternyata bukan seperti dugaannya, dia saja yang terlalu berpikir berlebihan.
"Aku Lina, kau ingin aku memanggilmu Hope saja atau nyonya Darrel?" Lina mengulurkan tangannya ke depan Hope.
Hope menyambutnya.
"Hope, panggil Hope saja." katanya cepat. Ia tidak enak dipanggil nyonya Darrel. Tidak enak Darrel akan merasa terganggu nantinya.
"Baiklah Hope, salam kenal. Mulai hari ini aku adalah gurumu." kata wanita bernama Lina itu lagi penuh semangat. Hope tersenyum.
"Umurmu sembilan belas tahun kan? Kau masih muda sekali, kenapa tidak mau kuliah?" Lina bertanya. Harusnya seumuran Hope ini menikmati masa hidupnya di kampus bersama dengan teman-teman sebayanya. Bukannya terkurung di rumah, hanya mengabdi pada suami.
Kalau Lina jadi Hope sih, dia tidak mau hidup begini. Tidak mau nikah muda. Sekalipun suaminya adalah seorang laki-laki seperti Darrel. Lina tipe wanita yang suka dengan kehidupan bebas.
Hope melirik Darrel sebentar. Pertanyaan tersebut pernah ditanyakan pria itu padanya.
"A ... Aku tidak suka kuliah." jawabnya kemudian. Lina mengangguk-angguk. Memang sih ada beberapa anak muda yang tidak suka melanjutkan studi mereka ke jenjang yang lebih tinggi. Hope salah satu contohnya, dan itu wajar-wajar saja.
"Bukannya kau keluar tadi mau ke dapur?" Darrel menatap wanita itu. Dan rasa haus Hope kembali. Benar, karena keberadaan Lina, dia jadi lupa tujuan utamanya.
"Ah iya, kak Lina aku permisi ke ..."
"Silahkan pergi Hope, jangan sungkan." balas Lina cepat. Hope melirik Darrel lagi kemudian melanjutkan langkahnya menuju dapur.
"Isterimu semanis itu, tapi sikapmu padanya sangat dingin. Kau tidak kasihan pada dia?" Lina berucap pelan setelah Hope menghilang ke dalam dapur.
Hubungannya dan Darrel cukup dekat, karena dulunya mereka adalah mantan teman kuliah. Jaman dulu Darrel memilih menjalin pertemanan dengan Lina karena wanita itu tidak ada rasa sedikitpun padanya. Dan walaupun cantik, sebenarnya kelakuan Lina ini mirip laki-laki, sangat tomboy. Rahasia gelap lainnya dari kehidupan wanita itu adalah, Lina penyuka sesama jenis. Jadi tidak mungkin akan menyukainya bukan?
"Dengar, Hope adalah isteriku. Kau tahu maksudku bukan?" Darrel memberi tatapan peringatan kepada Lina. Walau tahu Lina bukanlah tipikal yang suka merebut milik orang, tetap saja dia harus berjaga-jaga.
"Hei, aku tahu. Aku bukan tipe yang suka merebut milik orang lain, kau pasti tahu kan?" balas Lina.
"Kau pulang dulu, hari ini kau datang terlalu pagi. Nanti kau datang lagi besok saja, di kantor. Untuk hari ini, aku yang akan mengajarinya." kata Darrel.
Lina menyipitkan mata ke laki-laki itu.
"Oh, apa ini? Seorang laki-laki kaku sepertimu akhirnya mau mengajari orang lain?"
"Dia bukan orang lain,"
"Berarti memang benar, kau memiliki rasa padanya."
"Lina."
"Jangan menyangkal, matamu tidak bisa bohong. Aku melihat dengan jelas tatapan matamu tadi. Keno sudah cerita tentang kalian yang sudah melakukan malam pertama."
"Jangan mengada-ada Lina, aku memperlakukannya berbeda karena dia isteriku." elak Darrel langsung.
"Ya ya ya. Sangkal saja terus. Sampai nanti istrimu itu meninggalkanmu, kau baru menyesal."
Tatapan Darrel menusuk makin tajam. Ia tidak suka mendengar kata-kata Lina.
"Baiklah, aku pergi dulu tuan muda." Lina mengedipkan sebelah matanya ke Darrel lalu berbalik pergi.
Pandangan Darrel berpindah ke arah dapur. Hope belum keluar-keluar dari sana sejak tadi. Pria itu berdiri dan melangkahkan kakinya ke sana. Ia ingin tahu apa saja yang dilakukan isterinya.
"Kau memasak?"
Hope membalikkan badannya saat mendengar suara berat suaminya. Ia sedang berdiri di dekat bakaran roti sambil menunggu roti tersebut selesai di bakar.
"Mas Darrel, aku bikin sarapan buat kita." sahut Hope.
Darrel maju ke meja makan, menarik kursi dan duduk di sana.
"Kak Lina-nya mana?"
"Sudah pulang. Dia akan mengajarimu besok nanti." Hope mengangguk mengerti, kemudian membalikan badan ke bakaran roti lagi.
Ia mengambil roti yang berhasil dibakar tersebut, mengolesinya dengan selai, meletakkannya di atas piring dan menyodorkan ke depan Darrel. Bersama susu kedelai yang sudah ia panaskan. Miliknya, dan milik suaminya tentu saja.
Hope tidak sadar Darrel terus mengamatinya dari tadi.
"Silahkan di makan sarapannya mas,"
Sebenarnya di rumah keluarga Darrel, jarang sekali Hope menyiapkan sarapan buat suaminya seperti ini. Pembantu yang menyiapkan. Terlalu banyak pembantu di rumah mertuanya, sampai mau memasak sendiri yang dia inginkan pun dirinya tidak leluasa. Namun sekarang, tidak ada siapa-siapa di sini selain mereka. Hope bebas berekspresi dengan bahan makanan. Dan dia suka itu.
"Hanya ini bahan makanan yang ada. Sepertinya bibi yang mas sewa memasak makanan kemarin yang membelinya." kata Hope pelan.
"Siang nanti kita belanja bahan makan."
"Biar aku sendiri aja mas, mas Darrel pasti sibuk."
Darrel mengangkat wajah menatap wanita itu.
"Hari ini aku bebas. Jangan menolak, kau belum terlalu kenal daerah ini. Biarkan aku menemanimu." ucapnya datar. Hope pun mengangguk, tidak membantahnya lagi.