S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10. TENTANG RAMON DAN BELLA
"Dok, kenapa istri saya belum juga sadarkan diri?" Tanya Ramon. Sudah hampir satu jam sejak dipindahkan ke ruang rawat intensif, Elmira belum juga bangun. Tapi Ramon bersyukur, istrinya itu sudah tidak terlalu pucat dan bibirnya sudah tidak membiru lagi.
"Tidak perlu khawatir, Pak. Istri Anda sedang dalam pengaruh obat saat ini. Dia beruntung karena gejala hipotermia yang dialaminya tidak terlalu berat. Hipotermia yang berat bisa menyebabkan koma bahkan kematian."
Ramon memejamkan mata mendengar ucapan dokter, tenggorokannya serasa tercekat. Kedua tangannya menggenggam erat sebelah tangan Elmira yang tidak terpasang selang infus.
'Maafkan aku, Mira. Aku mohon maafkan aku.' Ucapnya dalam hati.
"Yang sabar, Pak. Istri Anda pasti akan baik-baik saja. Kami akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhannya." Dokter itu menepuk pundak Ramon. Melihat perhatian pria itu terhadap istrinya, mengikis prasangka buruk yang sempat bersemayam dipikirannya. Lebam ditubuh pasiennya itu mungkin saja akibat benturan saat terjatuh ke kolam renang.
"Terimakasih, Dok." Ujar Ramon.
Dokter itu menjawab dengan anggukan pelan, kemudian berpamitan keluar dari ruangan itu.
"Maafkan aku karena sudah sangat keterlaluan padamu, Mira. Aku khilaf. Aku cemburu melihatmu bersama Farzan. Dia pasti berusaha mendekatimu karena sejak dulu dia menyukaimu. Tapi aku tidak akan membiarkan dia merebutmu dariku. Kau tahu, aku bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan mu, termasuk mencurangi Farzan. Dan aku berhasil mengalahkan dia. Aku mencintaimu Mira, sangat mencintaimu." Ramon mengecup punggung tangan istrinya berkali-kali. Tangan itu masih sedikit terasa dingin.
Beberapa saat kemudian...
Ramon meletakkan tangan Elmira yang sejak tadi digenggamnya ketika teringat dengan Bella. Ia meninggalkan wanita itu saat sedang tidur, sekarang dia pasti sudah bangun dan sekarang mencari keberadaannya.
"Mira, aku pulang dulu menemui Bella. Aku tidak membawa ponsel, sekarang Bella pasti mencari ku. Aku janji hanya sebentar saja." Ramon mengecup kening istrinya itu dengan dalam kemudian bergegas pergi.
Diperjalanan pulang, Ramon menyempatkan singgah di sebuah cafe membeli makanan untuk Bella. Ia sudah mengatakan pada istrinya itu, makanan akan sudah tersedia setelah dia bangun nanti.
Setelah membeli beberapa menu makan, Ramon pun bergegas pulang. Ia yakin saat ini Bella pasti sudah bangun dan mencarinya.
Sesampainya di rumah, Ramon bergegas menuju kamar Bella. Dan benar saja, wanita itu telah bangun dan...
"Hei Sayang, kenapa kau menangis?" Dengan cepat Ramon meletakkan makanan yang dibawanya diatas meja kemudian menghampiri Bella yang sedang menangis ditempat tidurnya. Pria itu memeluk istrinya sambil mengusap punggungnya. Melihat Bella menangis ia khawatir akan berdampak pada kehamilannya. Bella tidak boleh stres.
"Kau meninggalkan aku sendiri di rumah." Bella menangis tersedu-sedu, membuat Ramon merasa bersalah. Karena panik dengan keadaan Elmira ia lupa dengan Bella yang sedang tertidur.
"Maafkan aku. Tadi aku panik melihat Elmira pingsan, aku membawanya ke rumah sakit."
"Mira pingsan?" Bella sedikit terkejut mendengar hal itu.
"Iya, ternyata saat aku meninggalkannya dikamar mandi ternyata Mira pingsan dengan keadaan terguyur air shower. Dan kata dokter, Mira terkena hipotermia." Wajah Ramon terlihat sendu saat menceritakan itu.
"Apa Mas? Bisa sampai segitunya?" Ekspresi Bella benar-benar terkejut, dan itu tidak dibuat-buat. Namun, ia tidak mengkhawatirkan tentang Mira, malah bagus jika wanita itu tiada. Tapi yang dipikirkannya saat ini adalah suaminya sendiri. Bagaimana jika Mira melaporkan pada polisi atas kekerasan yang dilakukan Ramon.
"Tapi beruntung hipotermia yang dialami Mira tidak terlalu berat, sekarang keadaannya sudah membaik. Tapi dia belum sadar karena pengaruh obat." Lanjut Ramon.
Bella tidak memberi reaksi apapun. Ia sama sekali tidak perduli dengan Elmira. "Mas, aku lapar." Ucapnya mengalihkan pembicaraan. Saat ini ia hanya ingin Ramon memperhatikan dirinya saja.
"Oh iya, tadi diperjalanan pulang aku menyempatkan membeli makanan untukmu. Tunggu sebentar ya, aku siapkan dulu." Dengan gesit Ramon menghidangkan makanan yang dibelinya itu untuk Bella.
"Kau harus makan yang banyak, agar bayi kita sehat." Ujar Ramon seraya menyuapi istrinya itu.
Bella tersenyum, ia menerima suapan demi suapan hingga makanannya habis tak tersisa.
"Terimakasih, Mas." Ucapnya seraya memberi gelas yang sudah kosong pada suaminya.
Ramon membalas dengan senyuman. Pria itu membawa piring bekas makan istrinya menuju dapur. Dan tak lama kemudian ia kembali dengan ekspresi yang terlihat bingung.
"Mas, ada apa?" Tanya Bella yang memperhatikan gelagat suaminya itu.
Ramon mendudukkan tubuhnya disamping Bella, ia menggenggam tangan istrinya itu. "Bell, aku harus kembali ke rumah sakit. Mira sendirian di sana. Kau ingin ikut atau tetap dirumah saja." Ujar Ramon dengan hati-hati. Khawatir akan menyinggung perasaan wanita hamil itu.
"Aku takut sendirian di rumah, Mas. Aku ikut saja ke rumah sakit." Bella langsung merangkul lengan suaminya dengan gaya manja seperti biasanya. Dalam hatinya malas sekali ikut ke rumah sakit. Tapi apa boleh buat. Lagipula ia ingin melihat bagaimana mengenaskannya Elmira terbaring di ranjang rumah sakit. Dan juga, ia akan menunjukkan dihadapan wanita itu, jika Ramon hanya pantas bersanding dengannya.
"Baiklah, kalau begitu sekarang kau bersiap-siaplah. Aku juga akan mengganti pakaianku dulu." Ujar Ramon, lalu beranjak dari tempat duduknya. Pria itu bergegas mengganti pakaiannya, pun dengan Bella yang juga mengganti pakaian yang lebih nyaman dipakai di rumah sakit.
Setelah selesai, mereka berdua pun lekas berangkat ke rumah sakit. Diperjalanan ia menghubungi sekretarisnya bahwa ia tidak akan masuk kantor dalam beberapa hari kedepannya.
Setelah sambungan teleponnya terpurus, Ramon sedikit berdecak kesal sambil menyimpan ponselnya didekat kemudi. Sektretaris barunya itu terlalu banyak bertanya, tidak seperti Bella yang langsung mengerti.
Yah, Bella adalah sekretaris Ramon yang terpaksa ia nikahi karena telah meniduri wanita itu saat sedang mabuk. Waktu itu Ramon yang ditemani Bella sedang berpesta bersama teman-temannya yang lain untuk merayakan keberhasilannya memenangkan tander. Karena terlalu banyak minum menjadikan Ramon seakan lupa diri. Entah setan apa yang merasukinya, Ramon tiba-tiba menarik Bella kesebuah kamar yang ada ditempat itu.
Pagi harinya. Ramon begitu terkejut saat bangun, mendapati dirinya berada diatas ranjang yang sama dengan Bella dalam keadaan tanpa busana.
[Saya sudah berusaha sekuat tenaga untuk melawan tapi saya tidak berdaya. Bapak telah memperkosaa saya, bapak harus tanggung jawab!] Itulah pengakuan Bella saat itu.
Ramon tak bisa menyangkal telah memperkosaa sekretarisnya itu. Meski dalam keadaan mabuk, namun ia masih bisa mengingat kejadian semalam. Dirinya tak hanya mabuk, tapi juga merasakan tubuhnya yang tiba-tiba memanas. Ia merasakan aliran darahnya mengalir begitu cepat sehingga membangkitkan keperkasaannya. Merasa tak tahan, Ramon menjadikan Bella sebagai pelepasannya.
Awalnya Ramon meminta Bella untuk melupakan kejadian itu dengan memberi bayaran. Ramon merasa bersalah telah mengkhianati istri yang sangat dicintainya. Namun, Bella mengancam akan mempublikasikan kejadian itu jika Ramon tidak mau bertanggungjawab. Dan akhirnya Ramon pun menikahi Bella secara sirih dengan batas waktu selama tiga bulan.
Satu bulan setelah kejadian itu, Bella mengatakan dirinya hamil. Dan Ramon yang memang sangat menginginkan seorang anak begitu senang mendengar kabar itu.
Karena terlampau bahagia akan memiliki anak, Ramon pun lagi-lagi membohongi istrinya. Ia mengatakan pada Elmira bahwa ia akan melakukan perjalanan bisnis keluar kota selama satu bulan, yang sebenarnya adalah membuat pesta pernikahannya dengan Bella. Ramon selalu memanjakan Bella selama satu bulan bersama, dan seakan melupakan rasa cintanya yang begitu besar terhadap Elmira.
"Mas, ada apa?" Tanya Bella yang memperhatikan suaminya terlihat kesal.
"Tidak apa-apa." Jawab Ramon.
Bella pun hanya mengangguk pelan, dan tak ada lagi obrolan sepanjang jalan. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tak lama kemudian, mobil Ramon pun telah terparkir di pelataran rumah sakit.
"Wah kebetulan sekali Pak Ramon sudah datang, istri Bapak sudah sadar." Ujar suster yang berpapasan dengan di lobi rumah sakit.
"Benarkah, Sus?" Ramon terlihat sangat senang. Berbeda dengan Bella disampingnya yang tampak cemberut.
"Iya Pak, dan belum lama ada teman istri Bapak yang datang menemani. Ujar suster itu lagi.
"Teman istri saya, siapa Sus?" Ramon mengerutkan keningnya. Setahunnya Elmira sudah jarang berkomunikasi dengan teman-temannya semenjak menikah dengannya.
"Saya tidak tahu, Pak. Teman istri Bapak itu laki-laki."
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Ramon langsung menarik tangan Bella segera menuju ruang rawat Elmira dengan langkah tergesa. Ia tidak rela jika ada laki-laki lain yang mendekati Elmira.
dah sampe di penghujung saja...
terimakasih sudah menyajikan cerita yg baik, banyak pelajaran hidup dlm berumah tangga dan cinta yg sebenarnya....,Teruslah berkarya tetap semangat ...
💖💖💖💪💪💪