Cinta memang tidak pandang usia. Seperti itulah yang dialami oleh seorang gadis bernama Viola. Sudah sejak lama Viola mengangumi sosok adik kelasnya sendiri yang bernama Raka. Perbedaan usia dan takut akan ejekan teman-temannya membuat Viola memilih untuk memendam perasaannya.
Hingga suatu kejadian membuat keduanya mulai dekat. Viola yang memang sudah memiliki perasaan sejak awal pada Raka, membuat perasaannya semakin menggebu setiap kali berada di dekat pemuda itu.
Akankah Viola mampu mengungkapkan perasaannya pada Raka disaat dia sendiri sudah memiliki kekasih bernama Bian. Mungkinkah perasaannya pada Raka selamanya hanya akan menjadi cinta terpendam.
Simak dan kepoin ceritanya disini yuk 👇👇👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Hukuman.
Viola menatap gadis yang dia lihat tempo hari saat Raka mengajaknya datang ke sebuah rumah yang biasa digunakan Raka untuk nongkrong bersama dengan teman-temannya. Gadis itu juga masih menggunakan seragam sekolah sama seperti dirinya yang memang belum sempat berganti pakaian.
Viola menghampiri Hilda. Hilda mengangkat tangannya untuk menyalami Viola.
"Hai, tempo hari kita belum sempat kenalan. Namaku Hilda. Aku__ pacarnya Raka."
"Bukannya mantan ya?" Ralat Viola. Hilda langsung melengos dan menurunkan tangannya.
"Raka cerita apa aja?" Tanya Hilda sedikit ketus.
"Gak banyak kok, dia cuma bilang kalau kamu mantannya dia," jawab Viola dengan sejujur-jujurnya. Tapi Hilda memang belum bisa menerima jika dirinya disebut sebagai mantan, cintanya masih menggebu-gebu pada Raka.
"Kamu__ pacarnya Raka?" Tanya Hilda.
"Sekarang sih belum, gak tau deh kalau nanti," jawab Viola. Mungkin harus seperti ini kali ya kalau menghadapi mantan pacar crush sendiri.
"Lo tau alamat rumah gue darimana?" Tanya Viola.
"Sorry, tadi gue ngikutin mobil Lo dari depan sekolah. Gue cuma pengen ngomong sesuatu sama Lo."
"Mau ngomong apa?"
"Jauhi Raka. Gue masih sayang banget sama dia," pinta Hilda. Meskipun sedikit terkejut, Viola berusaha memasang wajah tenang dihadapan Hilda.
"Sorry, kalau Lo datang ke rumah gue cuma buat ngomong begini, mending sekarang Lo pulang. Gue juga capek, gue mau istirahat." Viola memutar badannya dan melangkahkan kakinya beberapa langkah.
"Lo tau apa tentang Raka?" Seru Hilda membuat Viola menghentikan langkah kakinya. "Lo tuh gak tau apa-apa. Cuma gue yang tau dan ngerti Raka. Raka itu sedang menjalani hukuman dari papanya makanya dia dipindah ke sekolah Lo sama papanya Raka."
Viola membalikkan badannya dan kembali menatap Hilda. "Hukuman?"
Hilda mengangguk, "Dulu Raka suka ikut-ikutan tawuran dan balapan liar."
"Gue tau, Raka cerita kok," potong Viola.
Hilda mendesah panjang, "Malam itu Raka hampir membuat nyawa orang melayang gara-gara ikut balapan liar. Beruntung bapak tua itu gak mengalami luka yang serius. Tapi Om Arman tetap memberikan hukuman supaya Raka jera. Om Arman mencabut semua fasilitas yang dikasih ke Raka dan menyuruh Raka buat tinggal bersama keluarga bapak yang dia tabrak itu. Dan Raka juga dipindah sekolah ke sekolah kalian."
Lama Viola terdiam, ternyata selama ini dia tidak benar-benar mengenal siapa itu Raka. Duh, kemana aja selama ini kamu Viola, sampai kamu tidak tau tentang hal-hal sedetail ini tentang Raka.
"Raka mutusin gue setelah kejadian itu. Gue tau sebenarnya dia juga masih sayang sama gue. Mungkin dia masih butuh waktu dengan masalahnya makanya dia mutusin gue. Dan gue harap Lo ngerti!" Sudah puas menceramahi Viola, Hilda keluar dari rumah gadis yang dia anggap sebagai pesaing cinta itu. Supir pribadinya sudah standby didepan gerbang rumah Viola.
Viola kembali ke kamarnya dengan langkah gontai. Benar gak sih yang dikatakan oleh Hilda kalau Raka sebenarnya masih mencintai mantan pacarnya itu? Viola kan jadi patah hati.
-
-
-
Kata-kata Hilda kemarin sukses membuat konsentrasi belajar Viola buyar. Mungkin benar apa kata mamanya jika remaja seumuran dirinya masih suka labil. Sekarang bilang cinta, bisa jadi besok bilang benci, terus besoknya lagi bilang cinta lagi. Dan bisa jadi yang dikatakan oleh Hilda juga adalah benar, jika Raka masih cinta sama Hilda dan ada kemungkinan mereka untuk kembali bersatu.
Sudah sepanjang rel kereta api Bu Siska menerangkan pelajaran, lagi-lagi Viola malah asyik melamun dengan menyangga wajahnya dengan kedua tangan. Bu Siska masih diam, tapi lirikan tajamnya terus tertuju pada Viola
"Huusss___ hussss___ Vi, Vio__." Dari bangku belakang Amel mencoba menyadarkan Viola dari lamunannya. Namun Viola tidak mendengar panggilan Amel
"Viola!" Akhirnya Bu Siska angkat bicara, namun tidak ada respon dari Viola.
"Viola Anastasya!!" Suara Bu Siska semakin meninggi. Kepalanya bahkan hampir keluar tanduk.
"Viola___!!!"
Viola yang mendengar teriakkan keras itu reflek langsung berdiri.
"I love you Raka!" Viola reflek berseru dengan kembali menyebut nama Raka, tapi parahnya kali ini dia pakai embel-embel kata i love you. Buru-buru Viola menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat sadar dengan apa yang dia ucapkan barusan. "Mampus, kebablasan lagi,"
"Ciyeeee Raka bro___" goda Denis yang langsung disambut riuh tawa seisi kelas.
"Njirrrr mainnya gak kaleng-kaleng. Berondong berondong____" timpal Rama.
"Sikatlah Vi, sebelum keduluan sama yang lain," timpal yang lainnya.
Bu Siska berjalan mendekat ke arah meja Viola. "Raka? Raka siapa?"
"Itu loh Bu, anak kelas XI. Berondongnya Viola Bu, suuiiittt__ suuuuiiiitttt___" seisi kelas kembali riuh.
"Sudah sudah diam semuanya!" Bu Siska menatap ke arah Viola yang masih berdiri dengan wajah yang mulai memucat karena menahan malu. Wanita itu menghela nafas panjang lalu berjalan keluar kelas.
Viola mengelus dadanya lega melihat Bu Siska keluar. Setidaknya kali ini dia selamat dari hukuman lari keliling lapangan lagi.
Namun pikiran Viola salah, Bu Siska kembali masuk ke dalam kelas dan memanggilnya.
"Viola, kamu ikut ibu sekarang! Dan kalian, kerjakan soal yang ibu kasih dan jangan membuat keributan. Tunggu sampai ibu kembali!"
"Aassyyiiaappp Bu___" jawab mereka serempak.
Dengan langkah ragu Viola berjalan mengikuti Bu Siska keluar dari dalam kelas. Mereka berjalan menuju ke arah lapangan sekolah. Bukan teman-teman Viola namanya kalau gak kepo. Selepas Bu Siska dan Viola pergi, beberapa dari mereka ikut keluar dari dalam kelas dan melihat dari lantai dua. Jelas mereka penasaran dengan hukuman apa yang akan diterima oleh Viola kali ini.
"Ah paling mau disuruh lari lagi tuh si Vio." Ujar salah satu dari mereka.
"Eh tapi lihat, Bu Siska nyamperin Pak Rangga!" Tunjuk Denis ke bawah sana. Pak Rangga adalah guru olahraga yang sedang mengajar olahraga murid kelas XI dilapangan sekolah.
Dibawah sana Bu Siska terlihat sedang berbicara serius dengan guru olahraga itu. Viola merasakan jantungnya deg-deg ser. Sepertinya Viola harus bersiap kembali dengan hukuman yang akan diberikan oleh Bu Siska.
"Raka!" Pak Rangga mengangkat satu tangannya dan memanggil Raka.
Raka yang sedang mendribble bola pandangannya langsung beralih pada Viola, Bu Siska dan Pak Rangga. Pemuda itu datang menghampiri.
"Bapak memanggil saya?" Tanya Raka yang dijawab anggukan oleh Pak Rangga.
"Ini muridnya Bu Siska mau bicara sama kamu," ucap Pak Rangga menunjuk ke arah Viola.
"Heh__" Viola dibuat melongo dengan ucapan pak Rangga.
"Ayo Viola, katakan didepan orangnya langsung apa yang tadi kamu serukan dikelas," perintah Bu Siska.
"What???"
...🌸🌸🌸...
Demi masa depan kalian Vio...
emank gak mau punya suami yang sukses nantinya...
Vio gak rela di madu 3