Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hinaan
"Tuan, nona ada di sini. Sepertinya nona sedang ditindas oleh beberapa karyawan," ucap Haris yang mendapat kabar dari orang-orangnya.
Denis menoleh, wajahnya yang kaku semakin dingin. Membuat atmosfer di ruangan tersebut berubah drastis. Bahkan, hembusan pendingin ruangan tak terasa sama sekali.
"Siapa yang berani?" geram Denis seperti binatang buas yang berhadapan dengan mangsanya.
"Tu-tuan, a-ada apa?" Hasto-direktur perusahaan Mahendra bertanya gugup melihat ketegangan di wajah kedua orang besar itu. Ia meneguk saliva dengan susah payah, terasa sakit seperti ditusuk benda berduri.
Haris menoleh dengan tatapan tajam menusuk, diikuti Denis yang mata elangnya lebih mengancam.
"Seseorang merendahkan istriku di sini. Apakah memang diperbolehkan menghina orang lain di dalam kantor perusahaan sebesar ini?" ucap Denis mengancam Hasto tidak main-main.
"M-maksud Anda ... istri Anda bekerja di sini?" tanya Hasto gugup dan takut menerima intimidasi dari dua orang di hadapannya.
Denis melirik Haris, beranjak kemudian untuk melihat siapa yang sudah berani menghina istrinya.
"Istri tuan Agata adalah salah satu karyawan di perusahaan ini, tapi dia mengundurkan diri hari ini juga. Sepertinya, perusahaan Mahendra sudah bosan berkecimpung di dunia bisnis," ujar Haris tersenyum sinis sambil melirik Hasto yang sudah gemetar.
Peluh sebesar-besar biji jagung bermunculan di sekitar pelipis. Disapunya menggunakan lengan baju, mengkhawatirkan nasibnya sendiri di perusahaan besar itu.
"Atau bagaimana jika Tuan Mahendra sendiri tahu permasalahan ini? Sudah pasti posisimu ini terancam. Kau tidak ingin kehilangan jabatanmu, bukan?" lanjut Haris semakin mengintimidasi.
Hasto membelalak, mengganggu seorang nyonya Agata sama aja mengantarkan nyawa sendiri. Ia bingung harus bagaimana? Hanya bisa mengumpat di dalam hati pada mereka yang membuat kekacauan.
"Ti-tidak, Tuan! Saya akan membereskan kekacauan yang sedang terjadi," ucap Hasto seraya beranjak dari duduk dan berjalan cepat keluar.
"Tunggu! Jangan katakan apapun tentang identitas tuan Agata di depan istrinya," beritahu Haris sebelum menyusul dan mendahului laki-laki itu.
Sementara di tempat Larisa berada, ia disudutkan.
"Tentu saja benar."
Larisa menoleh, tapi kemudian melengos jengah. Beruntung dia mengundurkan diri dari perusahaan, jika tidak maka akan bertemu wanita itu setiap harinya.
"Nona Karin!" Mereka membungkuk hormat karena wanita itu adalah istri dari sang atasan.
"Kenapa? Apa kau malu mengakuinya?" ejek Karin sembari melipat kedua tangan di perut.
Larisa tak acuh, ia melangkah mendekati meja kerjanya. Merapikan yang perlu dirapikan, mengosongkan tempat tersebut.
"Hei! Aku sedang berbicara denganmu!" Karin menarik lengan kiri Larisa hingga tubuh gadis itu memutar sepenuhnya.
"Maaf, Nona Karin. Saya tidak memiliki urusan dengan Anda," ujar Larisa sembari melepaskan cekalan tangan Karin.
Ia sibuk membereskan meja kerjanya, menumpuk semua barang penting ke dalam dus dan memisahkan yang tak layak untuk dibuang.
"Kurang ajar!" Karin semakin geram, dia kira mudah memprovokasi Larisa. Ternyata, gadis itu cukup tangguh.
"Cih! Kau sungguh tidak tahu malu. Datang ke perusahaan pasti ada maksud lain selain mengundurkan diri," ucap Karin membuat semua orang saling pandang satu sama lain.
Larisa sempat menghentikan aktivitasnya, tapi kemudian kembali tak acuh dan secepatnya menyelesaikan pekerjaan itu.
"Kau ingin menggoda suamiku dan kembali padanya. Tidak tahu malu!" lanjut Karin semakin menghina.
Larisa menoleh, berkacak pinggang karena lelah sambil tersenyum ramah pada wanita hamil itu. Ia berkata, "Terserah Anda mau menganggap aku ini bagaimana? Aku tidak perlu menanggapinya."
Larisa kembali tersenyum dan berbalik lagi untuk mengangkat dus berisi barang penting dan yang lainnya.
Karin mengepalkan tangan, satu pun dari karyawan di perusahaan itu tak ada yang berani melawannya. Mereka semua patuh dan segan karena ia adalah istri dari Raditya Mahendra.
Karin kembali memutar tubuh Larisa dan mengangkat tangan tinggi-tinggi hendak menamparnya. Semua orang dibuat terkejut, tak menduga Karin akan melakukan tindakan jauh seperti itu.
Namun, sebelum tangan itu menyentuh kulit pipi Larisa sebuah tangan besar mencekalnya. Karin terkejut tidak terima, sementara Larisa tengah memejamkan mata takut dengan tamparan yang akan dia terima.
"Siapa kau! Lepaskan tanganku!" Karin menggeliat dari cekalan Denis, meronta mencoba untuk melepaskan diri dari jemari tersebut.
"Berani sekali kau mengganggu istriku!" ucap Denis seraya menghempaskan tangan Karin dengan kasar. Jika tak ingat dia sedang hamil, rasanya Denis ingin memberinya pelajaran lebih.
Mendengar suara sang suami, Larisa membuka mata dan tersenyum senang. Mendekat pada Denis, berdiri di sisinya.
"Suamiku!" Larisa berakting, dia tidak malu sama sekali mengakui Denis sebagai suaminya meski tahu akan mendapatkan lebih banyak penghinaan karena kondisi wajah itu.
"Kau tidak apa-apa? Apa dia menyakitimu?" tanya Denis sembari memeriksa seluruh tubuh Larisa dari ujung rambut hingga kaki.
Gadis itu menggelengkan kepala sambil tersenyum.
"Saat ini tidak, tapi entahlah jika kau tidak datang. Oya, kenapa kau ada di sini? Bukankah kau sedang wawancara di Agata Grup?" tanya Larisa bingung.
Denis tersenyum dan berkata, "Akan aku jelaskan nanti."
Melihat yang dilakukan Denis kepada Karin, membuat semua orang terkejut dan menatap cemas padanya. Mereka hanya tidak tahu siapa Denis sebenarnya. Namun, terlepas dari itu semua, mereka sungguh terkejut dengan penampilan suami Larisa yang dikabarkan hanyalah seorang pelayan.
Sementara laki-laki di depan mereka kini, begitu berwibawa dan penuh aura kekuasaan meski memiliki bekas luka.
"Cih! Seorang pelayan beraninya berbuat kasar kepadaku. Kau tahu siapa aku, hah? Aku bisa membuatmu menjadi tidak memiliki pekerjaan seumur hidupmu!" bentak Karin menuding lurus tepat di depan wajah Denis.
Denis berbalik, menatap remeh wanita hamil yang begitu cerewet itu. Ia diam sambil menelisik lebih teliti siapa sosok di hadapannya. Oh, dia ingat wanita itu yang menggagalkan pernikahan Larisa.
"Aku ingin melihat seberapa mampu kau melakukannya," tantang Denis dengan tenang.
Karin tertawa mencibir saat melihat bekas luka di wajah Denis. Menjadikan cela itu sebagai senjatanya untuk menyerang.
"Oh, kau sangat berani dan tidak tahu malu rupanya. Pantas saja waktu itu kau menutupi wajahmu dengan masker. Ternyata ...." Karin kembali tertawa, mencibirkan bibir melihat Denis.
Pemuda itu tak bergeming, seolah-olah menantang Karin tanpa takut sama sekali. Larisa melirik suaminya, kemudian melempar tatapan nyalang pada Karin.
"Memangnya kenapa? Menurutku dia terlihat lebih gagah dengan bekas luka itu. Laki-laki sejati yang berani tampil apa adanya," ucap Larisa sambil tersenyum bangga menatap Denis.
Bukan mendapat simpati, ia malah semakin dicibir. Sudahlah pelayan, memiliki cacat seperti itu pula. Sungguh aib yang sangat memalukan.
"Gagah? Aku tidak berpikir begitu, justru di mataku itu tampak menjijikkan dan menakutkan. Oh, jangan-jangan suamimu ini adalah mantan preman yang galak?" Karin menutup mulutnya, tapi kemudian tertawa.
Larisa geram, ingin membalas, tapi tangan Denis mencekalnya. Ia merasa tidak perlu meladeni Karin. Hanya buang-buang waktu dan tenaga saja.
"Ku sarankan agar kau berhati-hati, Larisa. Dia seperti algojo yang suka menghukum orang dengan kejam," lanjutnya dengan nada pelan menekan.
"Kau!" Larisa geram.
"Siapa yang berani membuat kekacauan di sini!"
Semua orang termasuk Karin terdiam mendengar suara itu.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......