"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibawa Paksa
Sean tidak terpancing emosi sama sekali dengan perkataan Vanno, dia tersenyum dan menatap lurus ke cermin.
"Kau lihat dirimu Vanno, apa yang bisa kau harapkan dari istriku? Dia mencintaiku dan dia memiliki prinsip bahwa menikah hanya satu kali seumur hidupnya, kau tidak memiliki kesempatan apapun. Jadi berhentilah mencintai istriku dan belajarlah untuk mencintai istrimu." Saran Sean pada Vanno.
"Saat Sonia menjadi sekretarisku dan dua tahun bekerja di perusahaanku, aku sudah sangat menyukainya tapi tidak pernah ada balasan dari Sonia tentang perasaanku, aku tidak tau kalau cintanya sudah habis padamu. Aku berusaha untuk terus mendekatinya namun hasilnya selalu nihil, semakin aku mendekatinya, dia semakin menjauhiku." Ujar Vanno mengingat Sonia, kali ini Sean mendengarkan perkataan Vanno dengan serius.
"Lalu kenapa kau berpikir bahwa sekarang kau bisa mendapatkannya?" Tanya Sean yang melihat keberanian Vanno mengungkapkan perasaannya pada Sonia.
"Karena aku melihat perlakuanmu padanya dan reaksinya saat mendengar namamu, aku melihat ketakutan di matanya Sean, dia takut saat mendengar namamu." Vanno mengatakan hal itu karena waktu dia mengantar Sonia, Sonia sangat ketakutan.
"Ya aku memang tidak memperlakukannya dengan baik di awal pernikahan kami, dia berusaha untuk menutupi sesuatu yang membuat aku frustasi memikirkannya." Balas Sean.
"Sekuat apapun Sonia, dia tetaplah wanita, dia butuh perlindungan, dia butuh sandaran, jika kau yang suaminya saja tidak bisa memberikan hal itu pada istrimu, jangan salahkan jika ada orang lain memiliki peluang merebutnya darimu, ingat! Selain cantik, istrimu itu sangat baik." Vanno meninggalkan Sean sendiri di toilet, Sean merenungkan apa yang dikatakan oleh Vanno tadi.
***
"Selamat malam sayang." Endro memegang bahu Sonia dari belakang dan berbisik di telinga Sonia, membuat wanita itu langsung berdiri.
"Jangan kurang ajar anda." Sonia berniat untuk meninggalkan Endro namun Endro mencegahnya dengan memegang tangan Sonia, Sonia begitu jijik melihat mertuanya itu.
"Mau kemana?" Tanya Endro.
"Jika suamiku melihatmu di sini, dia akan membunuhmu, lepaskan tanganku."
"Dari pada marah-marah mending kamu ikut denganku." Endro menarik Sonia dengan kuat, Sonia berontak namun sia-sia.
"Lepaskan aku, kamu sudah gila hah?" Sonia terus berusaha melepaskan tangan Endro dari tangannya.
"Mau kau bawa kemana dia?" Tanya salah seorang tamu undangan.
"Dia menantuku, aku ada urusan dengannya." Jawab Endro.
Lelah dengan perlawanan Sonia, Endro memperlihatkan sebuah video seorang wanita, yang membuat Sonia patuh dan menurut padanya.
"Kau ingin aku menyiksanya?" Sonia menggeleng, dia tidak mau jika wanita dalam video itu disiksa oleh Endro.
"Sekarang jadilah anak baik dan ikut denganku." Sonia sekarang patuh dan mengikuti langkah kaki Endro, Endro menyuruh Sonia untuk masuk ke mobil, Sonia yang baru saja masuk langsung dibekap dengan sapu tangan yang sudah diberi bius oleh Endro sebelumnya.
Sonia yang sudah tidak sadarkan diri dibawa ke sebuah hotel, Endro meminta anak buahnya untuk membawa Sonia ke kamar yang sudah dia booking. Endro memasuki kamar itu dengan Sonia yang sudah tidur di atas kasur.
"Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, aku akan memperlakukan mu dengan baik jika kau patuh seperti ini sayang." Kata Endro sambil terus membelai wajah Sonia.
"Kenapa kau begitu cantik? Aku sampai harus bersaing dengan putraku sendiri untuk mendapatkanmu." Endro mengecup kening Sonia dengan rasa cinta, dia sangat mencintai istri dari putranya itu.
***
Sean meminta petugas hotel untuk membukakan pintu kamar, dia dapat mengetahui keberadaan Endro dari Vanno yang dari tadi mengikuti Sonia, Vanno melihat Sonia dibawa oleh Endro saat dia sedang menenangkan hati di luar gedung.
Vanno tidak ingin terjadi salah paham antara Sonia dan Sean, dia menghubungi Sean untuk datang menyelamatkan Sonia.
Pintu terbuka dan Sean langsung saja menghajar Endro yang saat ini tidak mengenakan pakaian sama sekali, dia menindih Sonia yang masih belum sadarkan diri, baju Sonia masih lengkap tak tersentuh, melihat istrinya dicumbu oleh ayahnya sendiri, Sean naik pitam, dia menghajar Endro hingga tak berdaya dan membawa Sonia keluar dari kamar itu.
"Aku masih berurusan denganmu, aku tidak akan melepaskanmu orang tua biadab." Nafas Sean sudah memburu saat ini, dia membawa kembali Sonia ke hotel tempat mereka menginap dan menidurkan Sonia.
Sean terus berusaha untuk membuat Sonia sadar tapi istrinya tetap memejamkan mata, Sean melihat bagian leher Sonia ada satu bekas merah keunguan, dia tahu kalau itu adalah perbuatan papanya.
***
Sudah 45 menit berlalu, Sonia masih belum sadarkan diri, Sean mulai panik dan mencoba untuk terus membangunkan Sonia, bukannya bangun, hidungnya malah mengeluarkan darah, istrinya mimisan lagi, tanpa berpikir panjang.
Sean melarikan Sonia ke rumah sakit, di depan kamar mereka sudah ada Vanno yang berdiri hendak menemui Sean.
"Sonia kenapa?" Tanya Vanno ketika melihat Sean menggendong Sonia dengan darah yang terus mengalir dari hidung wanita itu.
"Tolong, aku harus membawanya ke rumah sakit." Kata Sean, Vanno dengan sigap membantu.
"Naik mobilku saja." Tawar Vanno dan disetujui oleh Sean, Sean dan Sonia duduk di bangku belakang sedangkan Vanno yang mengemudi, mereka berdua terlihat cemas melihat darah yang begitu banyak keluar dari hidung Sonia.
"Apa Sonia sering begini?" Tanya Vanno.
"Iya, dia sering begini jika kelelahan tapi sekarang...." Sean teringat sesuatu, dia memeriksa tubuh istrinya dengan seksama, di bagian leher Sonia terlihat ada bekas suntikan, di sana terasa bengkak, dia yakin saat disuntik Sonia melawan hingga terjadi pembengkakan seperti itu.
"Kenapa?" Tanya Vanno.
"Aku yakin tadi Endro memberikan obat pada Sonia, itu kenapa istriku tidak sadarkan diri selama hampir satu jam dan dia juga mimisan."
"Obat apa?" Sean menceritakan apa yang dialami oleh Sonia dan kecurigaannya pada Endro.
"Aku yakin kalau dialah yang memberikan Sonia obat itu." Kata Sean dengan yakin.
"Yang jelas sekarang kita bawa Sonia ke rumah sakit." Vanno memacu laju mobilnya dan akhirnya mereka sampai di rumah sakit, Sonia segera mendapatkan pertolongan, Sean dan Vanno menunggu dengan perasaan cema.
"Aku akan membunuhmu Endro, setelah menghabisi nyawa mamaku, sekarang kau ingin menghabisi nyawa istriku juga." Geram Sean dalam hatinya.
"Aku ingin bertanya sesuatu padamu, apa boleh?" Tanya Vanno.
"Ya."
"Sebenarnya ada apa antara kau dan Sonia? Kenapa kau tega menyiksa istrimu sendiri?" Sean menarik dalam nafasnya dan menghembuskannya dengan kasar.
Dia kembali mengingat kejadian tujuh tahun yang lalu, dimana Sonia meninggalkan dirinya tanpa alasan.
"Aku mengenal Sonia semenjak dia smp, kami menjalin hubungan dari umurnya belasan tahun hingga dia memasuki kuliah semester pertama, hubunganku dengan Sonia baik-baik saja sampai saat dimana tiba-tiba dia datang padaku dan memutuskan hubungan kami begitu saja, lalu tak lama setelah putus dariku, aku sering melihat Sonia pergi dan berkencan dengan papa, mereka sering ke hotel yang aku sendiri tidak tau apa yang mereka lakukan, aku tidak bisa berpikir positif saat itu, aku gila, aku frustasi dan ingin bunuh diri, aku sangat mencintainya. Timbul dendam di hatiku pada Sonia, aku ingin membuat dia merasakan sakit yang dulu pernah aku rasakan. Sebulan setelah dekat dengan papa, Sonia menghilang selama lima tahun, aku menyibukkan diri dengan bekerja tanpa henti berharap Sonia hilang dalam pikiranku, ternyata makin aku mencoba untuk melupakannya makin aku menginginkannya. Awalnya aku menikahi Sonia hanya untuk balas dendam, aku menyiksanya hanya untuk membalaskan sakit hatiku padanya tapi lama kelamaan aku tidak bisa seperti ini terus, semakin aku menyiksanya, aku juga semakin tersiksa." Sean tak sadar jika saat ini air matanya sudah membasahi pipi tegas itu.
"Kenapa kau tidak bertanya pada istrimu apa yang terjadi?"
"Dia tidak mau mengatakan apapun padaku, dia lebih baik disiksa dari pada harus mengatakan hal itu."
"Pasti ada yang menekan istrimu Sean, makanya Sonia begitu. Jika kau terus menyiksanya, kau sendiri yang akan menyesal jika nanti ternyata memang istrimu tidak bersalah."
"Iya aku tau, sudah setahun lebih ini aku tidak lagi menyiksa istriku, terkadang emosiku masih belum bisa dikontrol, aku masih sering marah padanya, dia istri yang hebat, dia bisa menenangkanku saat aku sedang marah."
"Kau beruntung Sean."
"Aku sangat takut kehilangan dia, aku tidak sanggup jika harus kehilangan dia lagi." Sean menghapus air matanya.
"Maafkan aku yang sudah mengganggu hubunganmu." Sean tersenyum dan menatap Vanno.
"Kau adalah saingan terberat buatku, aku sangat takut jika nanti Sonia akan berpaling padamu, itu kenapa aku sangat menbencimu." Jawab Sean dengan jujur pada Vanno.
"Aku mengerti perasaanmu." Vanno menepuk pundak Sean memberikan semangat.
***
Dokter yang memeriksa Sonia akhirnya keluar, Sean dan Vanno tak sabar ingin tahu kondisi Sonia.
"Dia sekarang sudah sadar dan baik-baik saja, untung segera di bawa ke rumah sakit, racun bisa dikeluarkan dari tubuhnya kalau tidak, mungkin istri anda sudah kritis saat ini." Jelas Dokter.
"Apa istri saya harus melakukan pengobatan rutin dok?"
"Sebaiknya begitu, dalam satu bulan ini lebih baik Madam Sonia di periksa secara rutin di sini dengan harapan bahwa kondisinya bisa kembali stabil dan pengaruh obat itu bisa hilang darinya."
"Baik dokter, terima kasih." Dokter itu pergi, Sean dan Vanno memasuki ruangan Sonia.
"Maaf Sean." Itulah kata yang bisa Sonia ucapkan saat melihat Sean mendekatinya, Sean segera memeluk Sonia dengan air mata yang tak bisa dia tahan lagi, dia sangat tahu kalau istrinya begitu menderita.
"Jangan minta maaf, kamu nggak salah." Sahut Sean.
"Vanno?" Sonia terlihat heran kenapa Vanno ada disini.
"Dia yang membantuku, kalau tidak ada Vanno, aku tidak tau kalau kamu dibawa oleh tua bangka itu." Jelas Sean.
"Dia kemana?" Tanya Sonia karena terakhir kali dia melihat Endro saat di kamar hotel.
"Nggak tau, setelah menghajarnya, aku meninggalkan dia di kamar hotel itu, apa kamu diberi suntikan oleh dia tadi?"
"Iya, di hotel tadi dia mau lecehin aku, aku berontak dan dia menyuntikkan sesuatu di leherku, mana sakit lagi, bengkak kan jadinya." Gerutu Sonia sambil memegangi lehernya yang disuntik oleh Endro tadi.
"Udah nggak papa. Sekarang kamu sudah baik-baik saja." Kata Sean.
"Makasih Vanno." Ucap Sonia menatap Vanno.
"Sama-sama, kalau begitu aku balik dulu, jaga diri baik-baik." Vanno berjalan meninggalkan ruangan Sonia, saat di luar Sean menyusul Vanno dan memeluk pria itu.
"Terima kasih." Ucap Sean.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.