Mahendra laki laki tegas dan berpendirian, ia jatuh cinta pada Retno adik tunangannya.
Satu malam Hendra melakukan kesalahan besar pada Retno, sehingga membuat gadis itu pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Bertahun tahun Hendra hidup dalam penyesalannya, hingga tujuh tahun kemudian Retno kembali ke kota kelahirannya dengan calon suaminya.
apakah yang akan terjadi pada Retno dan Hendra, apakah kebencian masih menguasai hati Retno? dan masihkah Hendra mencintai Retno?, selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bersimpuh
" Plakkk!!" sebuah tamparan keras mendarat di pipi Hendra,
rupanya tidak cukup hanya satu tamparan, tiga tamparan menyusul berturut turut membuat Hendra tertunduk dalam sembari menahan rasa sakit di wajahnya.
Namun rasa sakit yang ia terima itu tidak seberapa di bandingkan dengan apa yang akan ia perjuangkan.
" Memalukan!!" wajah Prawoto memerah saking marahnya, matanya menatap putranya tajam.
Tangannya bahkan sampai gemetar, ia sungguh tidak sanggup mendengar apa yang sudah putranya lakukan pada putri kedua sahabat baiknya itu.
Tangannya Prawoto terangkat kembali, dadanya masih penuh dengan kemarahan, namun istrinya dengan cepat menarik tangannya yang sudah siap sedia menampar wajah Hendra kembali.
" kau mau putramu babak belur di tanganmu??!" Ina menatap suaminya, matanya sudah penuh air mata.
Melihat istrinya menangis, Prawoto mulai berkaca kaca, dadanya sungguh sesak.
" Itu putramu yang selalu kau lindungi selama ini.. Dia sudah mencoreng wajahku.." ucap Prawoto pada istrinya,
" bagaimana kita akan mempertanggung jawabkan ini pada mas Purnomo??" suami istri itu saling menatap sedih, sungguh..
Mama Hendra pun juga bingung, tapi memukul Hendra tidak akan bisa menyelesaikan masalah.
" Maafkan mama pa, maafkan mama.." ucap Ina sembari memeluk suaminya,
" kenapa kau harus meminta maaf ma?"
" karena aku juga turut bersalah.."
" maksudmu??" Prawoto menjauhkan diri dari istrinya dan memandang istrinya itu dengan serius.
" Sesungguhnya aku telah lama tau kalau putra kita menaruh hati pada putri kedua mas Purnomo.."
Deg..
Prawoto langsung terduduk lemas di sofa.
" Maafkan aku pa, aku menutupinya darimu.. Kukira dengan menasehati Hendra saja sudah cukup..
Kukira.. Seiring berjalannya waktu dia akan sadar dan menghapus perasaannya..
Aku berpikir Ratna cukup cantik sehingga mampu mengalihkan pandangan Hendra..
Tapi tak kusangka..
Sungguh tak kusangka pa..
Kalau Hendra akhirnya tidak mampu menahan dirinya.." Ina menangis di pangkuan suaminya.
Dada Prawoto semakin sesak sekarang, ternyata ini bukanlah perasaan sesaat, tapi perasaan yang sudah mengakar di hati Hendra.
Membayangkan Retno yang bahkan belum lulus SMA itu kepala Prawoto pening,
Gadis yang masih polos itu, kini entah bagaimana menjalani hari harinya setelah di buat seperti itu oleh putra nya.
" Duh Gusti.. Retno.." keluh Prawoto lirih sembari memegang dahinya, sama seperti Ratna ,ia juga menyayangi Retno, tidak ada yang ia bedakan atau yang mana yang lebih ia sayang, dua duanya sama, hanya saja.. Saat itu Retno terlalu kecil, karena itu Prawoto memilih Ratna untuk di tunangkan dengan Hendra.
Mana ia tau kalau sesungguhnya putranya lebih menginginkan Retno, andai ia tau sedari awal, hal memalukan seperti ini tidak perlu terjadi.
Sekarang apa yang harus ia lakukan, sungguh ia tidak bisa berpikir.
Di tatapnya putranya yang sedari tadi tertunduk.
" Akui dosamu, dan selesaikan masalahmu, saat kau berbuat seperti itu, tentunya kau sudah berpikir tentang jalan keluar yang akan kau ambil dan apa yang akan kau tanggung!
kalau kau memang laki laki sejati, akui kesalahanmu! Apapun resiko yang harus kau terima nanti!" tegas Prawoto pada putranya.
Ratna meminum susu dinginnya, terlihat sekali ia lelah dengan jadwalnya hari ini,
" duduklah dulu.. Kau terlihat capek.." Didit menarik Ratna agar duduk di kursi taman depan universitas Ratna.
" Aku tidak bisa fokus.." ujar Ratna menatap Didit yang duduk disampingnya,
" kenapa? Kau tidak enak badan?"
" tidak, entah kenapa pikiranku berlari terus ke adikku? Tumben sekali.." Ratna lagi lagi meminum susu dinginnya.
" dia masih di Surabaya kan?"
" iya, tapi ada yang aneh, semenjak pulang dari villa, dia menghindariku,"
" menghindari bagaimana?"
" menghindar, tidak bicara padaku, tidak menatapku,
Dia seperti bukan adikku yang biasanya..
Dan ada yang lebih aneh lagi,
Mas Hendra, dia yang biasanya tidak banyak bicara yang tidak penting, tiba tiba saja banyak bertanya, dan kau tau apa yang sering di tanyakan sekarang?"
" apa itu rat?"
" Retno,"
" Retno?"
" benar, apalagi saat tau Retno pergi ke Surabaya, terlihat sekali kekecewaan di wajahnya.."
Didit jadi ikut berpikir,
" ah.. Ya masa sih.." kata Didit,
" masa apa?"
" masa sih mas Hendra menaruh hati pada adikmu?"
Ratna diam mendengar itu,
" apa kau pernah lihat mas Hendra mencuri curi pandang pada adikmu? Bukankah mas Hendra menatapmu saja jarang? Ya masa dia mencuri curi pandang pada anak yang masih SMA seperti Retno?"
" aku sempat berpikir begitu, tapi melihat betapa acuhnya dan tidak ramahnya mas Hendra terhadap Retno sejak dulu, aku jadi membuang jauh jauh pikiran itu, seperti tidak mungkin ya?"
Tiba tiba Didit tersenyum,
" kau tau kakakku?" Didit bertanya pada Ratna,
" kakak kandungmu?"
" iya.. Siapa lagi, kakakku cuma satu.."
" apa hubungannya masalah ini dengan kakakmu?"
" nah.. Dengarkan aku..
Kau tau kan sikap kakakku, tidak banyak bicara dan sulit mengungkapkan perasaannya,
Apa kau kira dia pernah bersikap romantis pada istrinya?
yah memang sekarang mendingan setelah ada anak..
Tapi dulu, sebelum menikah sikapnya benar benar kaku,
Kau tau kakak iparku itu tetangga kakakku sendiri, dan mereka mengenal sejak kecil..
Jangan kan merayu, bersikap manispun kakakku tidak, padahal jelas jelas dia menyukai kakak iparku,
Kalau orang lihat malah tidak terlihat jatuh cintanya sama sekali.. malah terlihat ketus dan seperti musuh.. Padahal cinta.. Tapi bawaannya seperti kucing dan anjing.."
" ah masa dit?"
" iya.. Karena itu, bapakku kaget sekali saat kakakku tiba tiba meminta bapakku untuk melamar..
Orang taunya mereka musuh..
Mana tau kalau aslinya cinta.." Didit menjelaskan sembari tertawa kecil,
" jadi kesimpulannya, sikap itu tidak bisa di jadikan patokan..
Acuh bukan berarti tidak perduli.. Dan tidak perhatian bukan berarti tidak sayang.. Karena untuk beberapa orang, susah sekali mengungkapkan perasaannya.."
Ratna menjadi berpikir,
" jadi maksudmu selama ini mas Hendra menutupi perasaannya pada adikku dengan sikap acuhnya?"
" bisa jadi.. Ini hanya asumsi.. Bisa benar bisa tidak.. Karena tidak semua manusia itu sama rat.. Kau dan aku mungkin bisa menunjukkan perasaan kita dengan baik, tapi orang lain belum tentu punya kemampuan itu..", lama Didit dan Ratna berbincang, hingga keduanya akhirnya memutuskan untuk pulang karena hari sudah cukup sore.
Didit menghentikan motornya sedikit jauh dari rumah Ratna karena takut ketahuan ayah Ratna. Setelah pamit Didit segera memacu gas motornya dan pergi meninggalkan Ratna di tepi jalan.
Ratna berjalan dengan tenang ke arah rumahnya, tapi ia melihat mobil Hendra di depan pagar,
" tumben sekali tidak di masukkan ke dalam.." batin Ratna.
Perempuan itu berjalan masuk ke dalam rumahnya,
Dengan tenang ia berjalan ke arah ruang tamu, ia bersiap siap untuk menyapa, namun betapa kagetnya ia melihat Hendra yang duduk bersimpuh di lantai, di hadapan kedua orang tuanya.
Laki laki itu tertunduk, namun terlihat jelas bahunya yang berguncang.
Sedangkan wajah kedua orang tuanya benar benar terlihat tidak baik, bahkan ibunya sedang menangis saat ini.
sehat selalu mbk Ayu