Dicampakkan saat sedang mengandung, itu yang Zafira rasakan. Hatinya sakit, hancur, dan kecewa. Hanya karena ia diketahui kembali hamil anak perempuan, suaminya mencampakkannya. Keluarga suaminya pun mengusirnya beserta anak-anaknya.
Seperti belum puas menyakiti, suaminya menalakknya tepat setelah ia baru saja melahirkan tanpa sedikitpun keinginan untuk melihat keadaan bayi mungil itu. Belum hilang rasa sakit setelah melahirkan, tapi suami dan mertuanya justru menorehkan luka yang mungkin takkan pernah sembuh meski waktu terus bergulir.
"Baiklah aku bersedia bercerai. Tapi dengan syarat ... "
"Cih, dasar perempuan miskin. Kau ingin berapa, sebutkan saja!"
"Aku tidak menginginkan harta kalian satu sen pun. Aku hanya minta satu hal, kelak kalian tidak boleh mengusik anak-anakku karena anakku hanya milikku. Setelah kami resmi bercerai sejak itulah kalian kehilangan hak atas anak-anakku, bagaimana? Kalian setuju?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baik tapi nyebelin
Zafira tampak merebahkan punggungnya di sandaran sofa. Sepulangnya dari tempat kerjanya, Zafira pun bergegas mandi kemudian ikut bergabung dengan sang ibu yang sedang menonton layar berukuran 20 inci di hadapan mereka.
"Bagaimana kerjaan kamu, nak? Lancar? Bos kamu juga gimana?" tanya sang ibu sambil menarik kepala sang putri agar rebahan di pangkuannya.
Meskipun Zafira telah memiliki 2 orang anak, bahkan sebentar lagi bertambah menjadi 3, tapi Bu Mayang tetap memperlakukannya bak anak kecil yang membutuhkan kasih sayang. Apalagi Zafira adalah anak satu-satunya. Dulu Zafira sebenarnya memiliki satu orang saudara lagi, tapi sudah meninggal saat berusia 2 tahun karena tercebur ke dalam sumur. Sejak saat itu, pak Ahmad dan Bu Mayang begitu protektif terhadap Zafira. Sebisa mungkin mereka ingin membahagiakan anak satu-satunya itu. Tapi nasib malang, anak perempuan yang mereka sayang-sayang justru disakiti oleh orang lain yang bergelar suami dan mertuanya. Hingga saat ini pun Bu Mayang tidak terima perlakuan keluarga besar Refano. Setiap malam ia berdoa, memohon keadilan untuk putrinya yang berhati serapuh kaca tapi bermental seteguh karang di lautan lepas.
"Pekerjaan Fira lancar kok, Bu. Bos Fira juga baik. Tapi nyebelin." Tentu saja kalimat yang terakhir itu hanya ia ucapkan dalam hati. Ia tentu tak mau membuat ibunya khawatir.
Ya, sebenarnya apa yang diucapkan Zafira itu tidak ada yang salah. Bosnya itu memang benar-benar menyebalkan. Bagaimana tidak, drama membuat kopi lagi tadi berlangsung hingga 5 kali membuatkan kopi yang baru. Bila yang pertama kemanisan, maka yang kedua kepahitan, yang ketiga hambar, yang keempat terlalu panas, barulah yang kelima kopi itu terasa pas di lidahnya. Tapi yang membuat Zafira dongkol dan yakin kalau atasannya itu sengaja mengerjainya sebab kopi yang ke-lima itu ia buat dengan takaran sama persis dengan kopi cangkir pertama, 2 sendok teh kopi dan 1 sendok teh gula. Lalu dengan santainya ia mengatakan, 'nah, ini baru pas. Tidak terlalu panas dan rasanya sesuai dengan lidah saya.' tukasnya sambil menikmati kopi buatannya. Dan yang lebih membingungkan, ke-lima cangkir kopi itu benar-benar diminumnya hingga hanya menyisakan ampas. Apakah benar pak Alvian tak suka membuang-buang makanan hingga kopi itupun tetap ditandaskannya tanpa sisa meskipun rasanya tidak sesuai lidahnya?
Zafira tetap menyunggingkan senyum selebar mungkin setelah mendengar penuturan Alvian yang mengatakan rasa kopinya sudah pas. Tidak mungkin kan ia menunjukkan ekspresi dongkolnya di hadapan sang calon atasan sebab ia belum resmi menjadi atasan. Dia saja masih masa percobaan kok. Lagipula selagi ulah Alvian masih dalam batas kewajaran, Zafira tidak akan mempersoalkannya.
Setelah drama kopi berakhir, Zafira pun kembali ke meja kerjanya. Mondar-mandir dari ruangan bos ke pantry dan sebaliknya membuat kakinya terasa pegal. Sambil duduk, ia memijat betisnya yang terasa benar-benar pegal. Nova yang melihatnya pun merasa kasihan. Lantas ia menuju pantry dan membawakannya segelas air putih dingin. Zafira menerimanya setelah mengucapkan terima kasih dan meminumnya. Terlalu fokus dengan kopi sang bos membuatnya mengabaikan tenggorokannya sendiri yang telah haus.
"Pegel bener ya?" tanya Nova iba.
"Nggak juga sih. Mungkin ini efek kehamilanku jadi lebih mudah capek," jawab Zafira sambil mengulas senyum agar Nova tidak terlalu khawatir.
"Perut kamu nggak papa kan?" tanya Nova khawatir. Bukankah biasanya wanita hamil tidak boleh terlalu capek, pikirnya. Ia khawatir ulah Alvian membuat kehamilan Zafira terganggu.
Zafira terkekeh, "aku nggak papa kok. Aku nggak selemah itu. Aku malah pernah jalan lebih dari satu kilometer gara-gara mobilku mogok di tempat sepi waktu mau jemput Regina. Setelah jemput Regina, baru deh aku cari orang bengkel yang bisa benerin mobil aku. Dan Alhamdulillah, aku sama baby nggak papa. Dia anak yang kuat." Ujar Zafira santai tapi tidak bagi sahabatnya yang bar-bar itu. Matanya justru berkaca-kaca membayangkan Zafira berjalan kaki jauh-jauh dengan perut dalam keadaan hamil.
"Kamu benar, Ra, dia anak yang kuat. Sama seperti mamanya. Dia anak yang pengertian juga. Dia tahu, mamanya sedang tidak baik-baik saja, tapi ia tetap tumbuh dengan baik."
"Kamu benar Ra. Selama hamil dia, aku nggak pernah ngidam sesuatu yang aneh-aneh. Aku juga nggak morning sickness. Paling ya mudah lelah aja, namanya bawa dua badan. Aku seneng, sepertinya dia akan tumbuh jadi anak yang super pengertian sama seperti kakak-kakaknya. Aku sangat bersyukur," ucapnya sambil tersenyum dengan telapak tangan sibuk mengusap perutnya dari dalam blazer yang ia kenakan.
Siangnya, tiba saatnya makan siang. Zafira baru tau, Alvian membebaskan mereka memesan makanan apapun dari luar dengan menggunakan kartu khusus keperluannya yang dititipkan dengan Nova. Menurut Nova, ini merupakan salah satu fasilitas yang diberikan Alvian agar sekretarisnya bisa bekerja secara maksimal.
Zafira pun menyerahkan semua pilihan menu makan siang pada Nova. Ia masih belum berani membeli makanan sesuai dengan keinginannya. Ia takut dibilang aji mumpung. Selain itu, ia juga tadi sudah membawa bekal. Walaupun hanya masakan sederhana, nasi plus sayur katuk dan telur mata sapi, tapi baginya itu sudah cukup.
Mata Zafira terbelalak saat melihat makan siang mereka yang bukan hanya banyak tapi juga beragam dan semuanya terlihat enak. Ya wajarlah enak, mereka memesan ini dari restoran di hotel yang ada tepat di samping gedung perusahaan mereka.
"Apa pak Alvian nggak marah kita pesan sebanyak ini?" tanya Zafira khawatir.
"Nggak kok, tenang aja. Yang penting kita habiskan, dia nggak akan marah. Oh ya Ra, ini jus alpukat buat kamu. Nah yang ini, tolong anterin ke dalam. Biar makanan kita, aku yang siapin." Tukas Nova memberi perintah.
Dengan patuh, Zafira pun segera mengantarkan makan siang sang atasan yang tampak masih sibuk dengan pekerjaannya. Setelah Zafira mengingatkan untuk makan siang, Alvian pun mengangguk dan meminta ia dan Nova ikut makan di dalam ruangannya. Ia pikir, Alvian adalah tipe atasan dan orang kaya yang sombong dan menganggap rendah bawahannya. Nyatanya tidak, ia malah tak sungkan makan bersama mereka. Bahkan Alvian pun tak sungkan makan tanpa menggunakan sendok. Ia makan dengan begitu lahap dan tanpa menyisakan sebutir nasi pun. Dari situlah, Zafira menilai, meskipun Alvian bos yang menyebalkan, tetapi sebaliknya hatinya baik. Tapi entahlah, ia belum bisa benar-benar mengenal sifat atasannya itu sebab ia baru mengenalnya hari itu.
"Alhamdulillah kalau bos kamu baik. Tapi gimana, dia nggak masalah kan kamu kerja dalam keadaan hamil gini?"
"Sebenarnya kata Nova sih nggak masalah, cuma Bu, itu kan untuk pegawai lama. Kalau yang baru biasanya kan banyak pertimbangan. Belum lagi pas mau lahiran, harus mengajukan cuti. Masa' belum lama kerja udah ngajuin cuti, pasti bos Fira entar berpikir gitu. Jadi dia bakal ngutamain yang nggak hamil. Karena itu, untuk sementara masa percobaan ini, Fira nggak kasi tau. Kalau perlu biarin pak Alvian tau dengan sendirinya. Biar dia nggak khawatir kalau kehamilan Fira bakal ganggu kinerja Fira. Fira bakal buktiin, kehamilan bukan alasan untuk Fira tidak bekerja dengan baik. Justru kehamilan ini membuat Fira makin bersemangat untuk berjuang sebab anak-anak dan ibu adalah mood booster bagi Fira," tukasnya seraya tersenyum.
"Assalamu'alaikum," seru Regin dan Refina yang baru saja masuk ke dalam rumah. "Mama," seru mereka girang sambil berhamburan memeluk sang mama.
Zafira tersenyum lebar melihat anaknya yang memakai jilbab dan gamis lengkap dengan tas di punggung mereka.
"Gimana ngajinya? Enak?" tanya Zafira.
Ya, Regina dan Refina baru saja pulang mengaji. Mereka mengaji di mushola yang tak jauh dari kontrakan mereka.
"Enak mama. Di sana Regi sama Refi banyak temen. Temen-temen Regi dan Refi baik semua. Regi seneng ngaji di sana."
"Iya mama, Bu us ... us ... us apa tadi kak?"
"Ustazah, dek," sambung Regina cepat.
"Iya, bu ustajahnya juga baik, ma. Lefi dikasi coklat kalena bisa baca doa sebelum makan," ujar Refina girang menceritakan pengalamannya mengaji di mushola tadi.
"Wah, anak mama emang pinter-pinter. Tapi meskipun begitu, kalian tetap harus belajar ya."
"Siap mama," seru keduanya girang.
...***...
Cahaya mentari telah mulai meninggi, itu tandanya aktivitas manusia akan dimulai kembali setelah sejenak mereka melabuhkan diri ke peraduan untuk mengistirahatkan raga yang lelah. Begitu pula dengan Zafira, ia telah bersiap dengan tas selempang miliknya dan sebuah paper bag berisi bekal makan siangnya.
Begitu pula Regina yang telah rapi dengan seragam sekolahnya. Rambutnya dikuncir kuda membuat Regina terlihat begitu menggemaskan. Setelah semuanya siap, mereka pun segera berpamitan dengan sang ibu dan tak lupa Refina, barulah setelahnya mereka berangkat dengan ojek langganan yang merupakan tetangga mereka sendiri. Zafira tidak ingin merepotkan Nova terlalu banyak. Nova telah banyak membantunya beberapa hari ini. Apalagi jarak rumah Nova dan dirinya cukup jauh. Mempertimbangkan hal tersebut, Zafira pun meminta Nova tidak menjemputnya lagi. Untuk pergi bekerja ia bisa menggunakan ojek langganan yang merupakan tetangganya sendiri.
Zafira meminta pak Ali mengantarkan mereka ke sekolah Regina terlebih dahulu. Setelahnya barulah mereka menuju kantor. Saat di lampu merah, sebuah mobil berhenti tepat di samping motor yang ditumpangi Zafira. Seseorang yang duduk di dalamnya sampai menegakkan punggungnya saat melihat keberadaan Zafira yang sedang duduk di boncengan sebuah motor.
"Zafira ... "
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...
suka2 entelah thor..😛