Arkan Pratama, putra kedua dari pasangan Azel dan Renata. Dia adalah anak tengah yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh mereka. Tidak seperti kakak dan adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Hingga....
Penasaran?
Akankah Arkan mendapatkan kasih sayang dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurFitriAnisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alone 23
Rafi menatap wajah Arkan, yang sedang menggendongnya lekat-lekat..
“Dokter Al sakit?” Tanya Rafi yang melihat cairan kental berwarna merah keluar dari hidung Arkan.
Arkan mengusap noda merah yang menetes di lengan Rafi dengan cepat.
“Tidak... Dokter Al tidak sakit... mungkin Dokter hanya kecapean saja.” Sanggah Arkan.
Arkan segera mengambil sapu tangan di saku celananya kemudian menyapu dan membersihkan darah yang mengalir dari hidungnya.
“Lalu, kenapa Dokter Al mimisan sepertiku? Saat aku mimisan bibi panik dan langsung membawaku ke rumah sakit.” Tanya Rafi dengan wajah polosnya.
“Tidak semua orang mimisan itu sedang sakit, Rafi. Orang kelelahan, stres, faktor genetik, dan masih banyak lagi.” Jawab Arkan mengusap rambut Rafi.
“Kalau Dokter Al capek, turunin Rafi. Rafi bisa jalan ke kamar sendiri kok.”
“Oh! Rafi tidak marah lagi sama Dokter Al, kan?”
“Tidak.” Rafi menggeleng dengan cepat.
“Dokter Al sepertinya harus istirahat.” Ujar Rafi perhatian pada Arkan.
“Yah, Dokter Al akan istirahat setelah Rafi tidur nanti.” Ujar Arkan mendekap erat tubuh mungil yang ada di gendongannya.
Rafi menyentuh kening Arkan, untuk memastikan Dokter Al nya itu benar-benar tidak sakit. Arkan melihat tatapan khawatir dari pasien kecil yang ada di dekapannya penuh arti.
“Rafi tidak perlu khawatir, apa Rafi lupa kalau Aku adalah seorang Dokter? Jadi tenang saja, Dokter Al bisa menyembuhkan diri sendiri, oke.” Ujar Arkan dan mencubit lembut pipi gembul Rafi.
“Baiklah...”
Rafi segera mengaitkan kedua tangannya di belakang leher Arkan, dengan tatapan matanya yang kembali berbinar. Arkan mengadu hidung mancungnya dengan hidung kecil milik Rafi.
“Jagoan Dokter Al gak boleh cengeng, semua perawat dan dokter di sini sayang sama Rafi, dan Rafi harus semangat untuk sembuh!”
Rafi menyamankan sandarannya pada dada Arkan dan memberikan jawaban yang mengejutkan Arkan.
“Rafi tidak mau sembuh... Rafi mau sakit saja, supaya Rafi bisa di rawat terus sama Dokter Al.”
“Rafi harus sembuh, kalau Rafi sakit terus Dokter Al dan Bibi akan sangat sedih.”
“Rafi tidak mau pulang.... Karena kakek dan nenek selalu memarahi ku, bahkan mereka juga sering memukul ku, meskipun Rafi tidak berbuat nakal.” Ujar Rafi dengan mengerucutkan bibirnya.
“Kakek dan nenek membenci Rafi, mereka tidak suka pada Rafi!” Tambahnya.
Arkan menghela nafas panjang mendengar penuturan Anak yang tak berdosa itu, hatinya begitu sakit, karena Arkan merasa Rafi masih terlalu kecil untuk mendapat perlakuan buruk seperti itu. Arkan tersenyum dan menyeka manik Rafi yang mulai berair.
“Apakah Rafi mau tinggal bersama Dokter Al?”
Tanya Arkan yang membuat kedua manik hitam milik Rafi itu membulat sempurna menatap wajah Arkan dengan senyum kecil di bibirnya.
“Iya! Rafi mau!” Ujar Rafi mengangguk dan terlihat begitu senang dengan pertanyaan yang Arkan katakan.
“Makanya Rafi harus sembuh, terus Rafi bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bersama Dokter Al.”
Rafi mengiyakan apa yang Arkan katakan, dirinya terlihat begitu bahagia.
“Dokter Al, setelah sembuh. Rafi ingin bersekolah, selama ini nenek melarang bibi untuk menyekolahkan ku.” Ujar Rafi.
“Kenapa tidak boleh?”
“Rafi juga tidak tahu... katanya nenek, akan malu jika orang lain tahu keberadaan Rafi di rumah itu.” Tutur Rafi menunduk sedih.
“Kenapa Rafi kembali murung?” Tanya Arkan sambil mengangkat dagu Rafi.
“Nenek Rafi akan menyesal karena sudah merasa malu memiliki cucu setampan dan sepintar Rafi.” Ujar Arkan menoel hidung kecil milik Rafi.
“Dokter Al akan menyekolahkan Rafi di sekolah terbaik di kota ini dan Rafi akan memiliki banyak teman di sana.”
“Benarkah?”
Tanya Rafi dengan wajah yang kembali berseri-seri oleh ucapan yang Arkan katakan.
“Ya, Dokter Al yang akan mengantar dan menjemput Rafi saat sekolah.”
Senyuman Rafi kembali mengembang dan tiba-tiba saja Rafi melontarkan pertanyaan yang membuat Arkan terdiam sesaat.
“Apa boleh Rafi memanggil Dokter Al dengan sebutan Papa?”
“Sepertinya aku akan benar-benar memiliki anak, seperti yang singa betina itu katakan. Padahal aku belum menikah.” Batin Arkan.
“Bolehkan Dokter Al?” Tanya Rafi lagi penuh harap.
“Ya, b-boleh.” Jawab Arkan tersenyum.
Lelah berceloteh akhirnya Rafi pun tertidur, dengan perlahan Arkan meletakkan tubuh mungil Rafi ke atas brankar. Setelah menidurkan Rafi, Arkan segera kembali ke ruangannya.
Arkan mengambil jarum infus dan menancapkan jarum tersebut di pergelangan tangannya sendiri. Arkan menjatuhkan kepala pada sandaran kursinya, memejamkan kedua mata dan menarik nafas panjang, kedua tangannya mengepal begitu erat.
“Ergh....” Lenguhnya menggigit bibir bawahnya.
Perlahan kepalan tangan Arkan terbuka, dan jatuh terkulai lemas, dan suara desisan dari Arkan pun sudah tak terdengar lagi. Ruangan Arkan jadi begitu sunyi senyap dengan suasana yang begitu dingin, hanya terdengar detakan jam dinding yang berada di sana.
Tak ada sedikit pun pergerakan dari pemilik ruangan, Arkan terlihat begitu tenang dan damai.
...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...
tapi syukur deh, semoga dengan mimpi itu sang ayah bisa merubah sikap nya sama Arkan
dan buat bunda jangan hanya bisa menyalahkan saja kau juga sama 🤧
duh kalau Arif tau pasti nyesel banget itu, Arkan udah berkorban buat dia
arkan selalu sendiri padahal memiliki keluarga yang lengkap