Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB TIGA PULUH
Rayyan menelungkup di atas ranjang, dan Tyas sedang mengoles salep memar di punggung Rayyan. Merah, bahkan sampai ada kulit tipis yang terkelupas.
Tyas terenyuh, ternyata hukuman menikahinya separah ini. Dan lihat, Rayyan masih mau bertahan dengan pernikahan ini.
Walau Tyas sendiri belum yakin, apakah cinta ini tulus atau ambisi. Yang pasti, Tyas cukup tersentuh oleh perilaku Rayyan kali ini.
Tyas merasa bersalah jujur saja, karena itu dia menangis hingga air mata yang sedari tadi dia tahan agar tak keluar, kini menjatuhi luka Rayyan.
Isak pun tak bisa dia bendung lagi, hingga Rayyan menoleh karena mendengar suara lembut tertahan istrinya. "Kamu ngapain nangis hm?" cecarnya.
Segera Rayyan bangkit walau masih meringis dan berkeluh. Ia lalu mengusap setitik air mata di pipi istrinya. "Jangan nangis lagi. Tangisan kamu itu lebih mahal dari pada harga cabe di warung Mang Toha, Yank."
Tyas terkikik reflek, padahal tangisan ini tulus tak dibuat- buat, tapi lihatlah, Rayyan malah membuatnya tertawa cekikikan. "Bisa nggak sih kamu serius, Yan?!"
"Bisa, ini aku serius!"
Rayyan menyipitkan mata, sedikit mendekati wajah Tyas, dan Tyas malah semakin tertawa karena wajah suaminya berekspektasi berlebihan, bahkan seperti aktor antagonis.
"Gitu kan cantik," puji Rayyan.
Pemuda itu tersenyum setelah merasa berhasil menyembuhkan tangis Tyas yang seharusnya tak pernah ada lagi setelah ada dirinya di sisi perempuan itu.
Takkan Rayyan biarkan Tyas bersedih meski hanya karena alasan sepele. Rayyan sudah berjanji akan membahagiakan gadis itu, dan kisah ini baru saja dimulai.
Rayyan membelai rambut Tyas, tidak terlalu lurus, tidak juga ikal, tapi gelombang yang terjuntai menambah kesan seksi tersendiri bagi mata Rayyan.
Tyas merasa, Rayyan memang kanak- kanak, tapi terkadang Rayyan memberikan sentuhan yang berbeda, seolah dirinya terlindungi, seolah dirinya ini bukan wanita yang lebih tua dari pemuda badung ini.
Seakan, Rayyan ini benar- benar bisa menjadi ganti sosok pelindung seorang ayah yang sudah tenang di sisi Tuhannya. "Kenapa kamu mengorbankan masa depan kamu?"
"Korban apa?" Rayyan menyela.
"Kamu masih 19 tahun, menikah belum pantas buat kamu, Yan. Jadi sekarang ngomong sama aku, apa yang akan buat kamu menyerah dengan pernikahan ini?"
"Apa ya?"
Manik Rayyan bergerak ke atas, berpikir sesuatu karena merasa aneh. Bagaimana bisa ada seorang istri yang baru dinikahi kemudian bertanya seperti Tyas.
Melihat itu, Tyas jadi tak sabar mendengar jawaban yang sepertinya belum Rayyan siapkan karena terlalu mendesak.
"Apa setelah melakukan hubungan malam pertama, kamu akan merasa sudah berhasil mendapatkan aku?" Tyas menimpalinya.
Rayyan tentu saja mengernyit, cukup kesal dengan tudingan itu. Tapi, Rayyan bukanlah lelaki yang bisa meledak ledak di depan perempuan kesayangannya termasuk Aisha.
"Sepertinya begitu!" Iya saja lah, mungkin itu membuat Tyas senang.
Benar saja, bukannya seharusnya bersedih, Tyas justru tersenyum gempita. "Jadi kamu mau melakukannya setelah itu pergi kan?"
"Kamu berharap apa?" tanya balik Rayyan, karena kalau dia jawab jujur, bukan perkara kenikmatan ranjang, tapi suka, nyaman, dan bahagia di sisi Tyas, yang membuat Rayyan ingin menikah mendadak.
"Aku mau kamu sadar, hidup kamu berbeda dengan ku, Rayyan. Jadi aku berharap. Kamu pulang lagi ke orang tua kamu setelah kita melakukannya."
"Kalo aku ketagihan gimana?" Rayyan menyengir, ah ... baru bayangin suara kulit Tyas ajah udah candu, Anjir. "Gimana kalo aku makin candu sama kamu?" tanyanya lagi.
"Satu bulan sudah cukup buat kamu bosan dan nyari cewek baru lagi, Yan!" sela Tyas.
"Emang bisa begitu?" tanya Rayyan kembali.
"Aku yakin begitu."
Rayyan menyipitkan mata lagi. Sepertinya Tyas ini sudah menyalahi kodrat manusia, karena mendahului ketentuan Tuhan.
"Jadi, kamu mau pulang setelah satu bulan kita menjalani hubungan layaknya suami istri yang saling mencintai kan?" cecar Tyas.
"Kamu ngusir aku?"
"Ini yang akan terjadi, nanti."
Tyas kekeuh, karena dia yakin betul, jika tak ada cinta pada pandangan pertama, tak ada tulus yang mendadak seperti yang Rayyan gaungkan.
Setelah merasakan, Rayyan pasti akan bosan padanya dan segera mencari wanita lebih cantik dari pada Tyas yang hanya orang biasa.
"Kamu Tuhan?" sambung Rayyan. "Tapi ok lah kalo kamu cuma kasih aku sebulan buat terus ada di sisi kamu."
Belum sempat Tyas menjawab pertanyaan sebelumnya, Rayyan sudah mengulur tangan untuk sebuah kesepakatan. "Deal!"
"Kamu pulang ke Ibu kamu?" Tyas tampak tersenyum saat menyalami suaminya. Dan itu terlihat aneh bagi Rayyan.
Tak ada angin tak ada hujan, Tyas meminta dirinya kembali pada orang tua. "Masalah balik ke Mimi sama Papap dipikir nanti."
"Jangan begitu, Rayyan! Kamu nggak tahu gimana hidup tanpa doa ibu!" Tyas lupa luka suaminya hingga tak sengaja menepuknya.
"Ah, sakit, Ning Tyas!" teriaknya. Sontak, Tyas menutup mulutnya menyesal, ia kemudian segera meraih salep memarnya kembali.
"Sembuhin pake bibir." Sayangnya ketika Tyas ingin mencium pipi, Rayyan mendesis untuk menghentikannya. "Bukan di sini, Sayang."
"Terus?" kernyit Tyas. Dan Rayyan melirik ke bawah, di mana sang junior berada. "Di bawah sini loh."
Rayyan bahkan memaju- mundurkan kepalan sebelah tangan tepat di depan bibirnya sendiri demi memberi tutorial pada Tyas bagaimana cara memanjakan miliknya.
"Rayyan!" Tabokan itu sakit, tapi melihat wajah merona malu Tyas, Rayyan terkikik geli.
...°^\=~•∆•∆•~\=^°...
Usai drama mengobati luka, sekarang Tyas diperkenalkan pada Axel dan Lily yang sudah duduk berkumpul di kursi meja makan. King Miller juga ada di sana.
Pernikahan ini baru diketahui mereka saja, dan selain Fasha, anak- anak King Miller belum ada yang mengetahuinya. Lagi pula Nabeel sedang ada di Singapura, begitu juga dengan Syahrul yang sibuk di negara lainnya.
King Miller tentu saja ragu memberitahukan keluarga pesantrennya. Takut jika sampai Kiyai Zainy shock dan berkelanjutan, jadi lebih baik mereka akan simpan berita ini saja dulu.
Sambil memikirkan kapan pernikahan Rayyan dan Tyas dilegalkan negara. Walau sudah dapat dipastikan jika nantinya King akan menanggung malu karena ini.
Bagaimana tidak, bungsu menikah lebih dulu dari anak sulung: Gosip hamil duluan sudah pasti melebar ke mana- mana, terlebih image putranya tidak begitu baik.
"Masha Allah, cantik sekali." Mommy Lily tersenyum saat punggung tangannya dicium oleh Tyas, si cucu mantu pertama, sebab Gus Ikash si cucu pertama belum menikah.
Justru, cucu bungsunya membawa istri paling awal. Benar- benar tak diduga, sama seperti pernikahan putranya, King Miller.
"Mommy setuju kan Tyas jadi mantu?" Rayyan bertanya, sengaja untuk memberikan paham pada ayahnya yang sepertinya masih kesal.
"Setuju sekali."
Mengingat, Mommy Lily juga dari keluarga biasa yang akhirnya menjadi orang sukses berkat beasiswa, apa lagi setelah memiliki Shanshan dari Alex Miller, keuangannya tak bisa lagi dihitung sejak saat itu.
"Daddy apa lagi!" Axel pun setuju, karena dia juga mencintai Lily tidak karena hartanya tapi kenyamanannya, walau nyatanya Lily pernah memiliki hubungan dengan kembarannya.
Mendengar persetujuan Mommy Daddy, membuat Rayyan menjadi ujub. Sehingga bibir nyengirnya dia perlihatkan di depan lawan berantemnya sedari kecil; King Miller.
"Makanya sekarang makan, terus setelah ini kita ke rumah baru kalian." Ucapan Daddy Axel kali ini membuat Rayyan mengerutkan kening tipis.
"Buat apa rumah baru?" tanyanya bingung.
"Kamu bilang mau jualan ikan."
"A-apa?" Mendadak Rayyan berdiri.
King giliran menyengir. "Ucapan adalah doa, Rayyan, jadi terima saja ketentuannya."
Seketika, Rayyan menengadah, sengaja bermain drama demi mencari simpati kakek dan neneknya. "Ya Allah... Kan Rayyan nakal, ngapain ucapan Rayyan dikabulkan secepat ini ya Allah?"
Tyas tak tahu harus bersedih atau bahagia, sebab di lain sisi dia kasihan pada suaminya, tapi di sisi lainnya lagi Tyas yakin dengan begitu, Rayyan akan lebih cepat menyerah dari pernikahannya.
...📌 Bismillah di vote Senin, semoga bisa update lagi yaaa.... ...