Dania adalah wanita yang lemah lembut dan keibuan. Rasa cintanya pada keluarganya begitu besar.
Begitupun rasa cintanya pada sang suami, sampai pada akhirnya, kemelut rumah tangganya datang. Dengan kedua matanya sendiri Dania menyaksikan penghianatan yang di lakukan oleh suami dan kakaknya sendiri.
Penghianatan yang telah di lakukan orang-orang yang di kasihinya, telah merubah segalanya dalam hidup Dania.
Hingga akhirnya dia menemukan cinta kedua setelah kehancurannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara julyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Kau Canduku
Bik Titin membantu Dania untuk berdiri. Namun Dania menolak.
"Biarkan bik, biarkan aku seperti ini, biarkan aku meratapi nasibku ini," air matanya terus mengalir membasahi pipinya.
"Non, jangan seperti ini, kasihan den kembar non," ucap bik Titin.
Mendengar bik Titin menyebut anak kembarnya, Dania langsung bangkit. Di usapnya dengan kasar air mata di pipinya.
Baginya saat ini, si kembar adalah segalanya. Tanpa bicara apapun Dania langsung pergi menuju ruang tv dimana anak-anaknya sedang asyik menonton film kartun kesukaanya.
Di peluknya kedua bocah itu dengan erat.
"Mama kenapa menangis?" tanya Marteen.
"Papa daat agia sama mama? ( papa jahat lagi ya sama mama?" Marleen pun ikut bertanya.
"Tidak sayang papa nggak jahat kok, mama lagi rindu sama kakek dan nenek aja," sahutnya.
"Mah, pah, seandainya kalian ada," lirih Dania.
Sementara itu bik Titin ia nampak mondar-mandir. Raut wajahnya sangat tidak tenang.
"Apakah non Dania akan percaya jika aku menceritakan semuanya? selama ini aku sudah curiga dengan tuan dan non Sinta, tapi aku hanya menduga-duga saja, jadi aku tak berani bicara, tapi pagi ini aku melihatnya dengan mataku sendiri, oh ya Allah jagalah non Dania," monolognya kala itu.
🍀🍀🍀
Di sebuah hotel tampak Sinta sedang berada di lobby hotel, di depan resepsionis. Ia memesan kamar di hotel itu.
Seorang pegawai hotel mengantarnya menuju kamar yang ia pesan.
"Terimakasih," ucap Sinta sambil memberikan uang tips padanya, saat pegawai hotel itu hendak keluar meninggalkan kamarnya.
Dania mengirim pesan pada Bobby. Memberitahu di hotel mana ia berada.
🔹🔹🔹
"Sayang aku sudah berada di hotel xxx kamar 360, kamu jangan lama ya datangnya,"
Tak perlu waktu lama, pesan balasan dari Bobby pun ia terima.
"Sayang, aku ke kantor sebentar, ada pekerjaan, sebentar aja setelah itu aku segera kesana, kamu tunggu ya dan siapkan stamina," balasan pesan dari Bobby dengan emot love.
Sinta pun menunggu suami adiknya itu dengan sabar.
Sekitar dua jam kemudian Bobby sampai di hotel tempat menginap Sinta. Ia berjalan masuk ke dalam lift menekan tombol kamar yang Sinta sebutkan tadi.
Tiga enam kosong, itulah angka yang Sinta sebutkan tadi. Selang beberapa menit kemudian pintu lift terbuka. Bobby keluar, dengan bersemangat ia menuju kamar kakak iparnya.
Ting ting..
Ia menekan bel.
Sinta mengintip dari kaca kecil di pintu dan ia melihat adik iparnya telah berdiri dengan gagah disana.
Cepat-cepat Sinta membuka pintu. Bobby segera masuk dan pintu di tutup kembali.
"Maaf ya sayang, sedikit terlambat, ada berkas-berkas di kantor yang harus aku tanda tangani hari ini," Bobby mengecup kening Sinta.
"Nggak apa-apa sayang, yang penting kamu nggak lupa untuk menemuiku," jawab Sinta dengan manja.
Bobby menyandarkan tubuh Sinta ke dinding, kedua tangannya di letakkan di sisi kiri dan kanan pipi kekasih gelapnya itu.
Ia mengunci pergerakan Sinta disana. Lalu dengan brutal ia menciumi leher Sinta. Kemudian mereka saling cium bibir, melum**, dan berpagutan cukup lama.
Setelah Bobby melepaskannya Sinta langsung menghirup oksigen banyak-banyak. Nafasnya sesak karena Bobby terus memburunya.
Kini Bobby melucuti pakaian Sinta. Sinta pun membuka pakaian Bobby.
"Apa kamu tidak capek sayang?" tanya Sinta dengan suara yang mendayu-dayu dan nafas yang terengah-engah karena di buru nafsu.
"Bersamamu aku tidak pernah lelah sayang, kau bagai vitamin buatku kau canduku," jawab Bobby.
"Aihhh gombal," Sinta memukul dada bidang Bobby.
Bobby menggendong tubuh Sinta yang polos, lalu menidurkannya dengan pelan di atas ranjang.
Pergulatan di mulai dan terus berlanjut, hingga ruangan ber ac itu menjadi panas. Peluh bercucuran di tubuh keduanya. Hingga permainan selesai ketika mereka sama-sama mencapai pelepasannya.
Bobby berbaring di samping Sinta, satu tangannya menjadi bantal Sinta. Tubuh mereka masih polos, hanya di tutupi dengan selimut tebal hotel itu.
Mereka masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru mereka capai.
"Sayang, kapan kita singkirkan Dania? aku sudah nggak tahan kita kayak gini terus, sembunyi-sembunyi kayak gini, aku capek sayang," keluh Sinta.
"Sinta sayang, kamu sabar dong, kita nggak boleh gegabah nyingkirin dia."
"Tuh kan, apa jangan-jangan kamu masih cinta sama dia, pokoknya aku nggak mau ya sayang kalau kamu sampai tidur dengan dia dan nyentuh dia!" gertak Sinta.
"Kamu tenang saja, aku bahkan sudah tak punya rasa dengannya, aku hanya mencintaimu Sinta."
"Beneran?"
"Iya sayang, sumpah!" Bobby menunjukkan dua jarinya di wajah Sinta.
"Terus apa rencana kamu?"
"Kamu harus sabar dulu dan kita jalani kayak gini dulu, jangan sampai Dania tahu hubungan kita, sebelum kita mendapatkan semuanya, kamu tahu kan semua aset yang ku miliki saat ini atas nama Dania, Rumah, mobil, bahkan perusahaan semua atas nama Dania."
"Aku tahu sayang, maaf ya kalau aky terus mendesakmu."
"Tidak apa-apa sayang, yang penting kita harus main cantik untuk mendapatkan semuanya."
Bobby bangkit lalu melilitkan handuk di tubuhnya dan berdiri lalu meminum air mineral yang sudah di sediakan pihak hotel.
Ia kemudian berjalan menuju sofa dan menjatuhkan bobotnya disana. Ia mengambil vape atau yang di sebut rokok elektrik dari dalam tasnya.
Ia memasukkan vape ke mulutnya lalu menekan tombolnya dan menghirup rasanya dalam-dalam lalu mengeluarkan asapnya yang mengepul
Sinta pun memakai handuk lalu berjalan menghampirinya. Sinta duduk di sebelahnya, lalu menyandarkan kepala di bahunya. Bahu yang seharusnya menjadi sandaran Dania sang adik. Tapi malah di kuasainya.
Bobby mengelus lembut rambut Sinta. Sungguh perlakuannya sangat berbeda dengan perlakuan dia pada Dania sang istri.
Perlakuannya pada sang istri ketus dan kasar karena rasa cinta Bobby pada Dania sudah tidak ada. Bahkan rasa sayang pada kedua buah hatinya pun sudah menghilang.
Sinta meminum air mineral dalam botol.
"Papa memang tidak adil! tua bangka itu menyerahkan semua hartanya pada Dania dan hanya memberiku sedikit!" ketusnya.
"Dan aku yang sudah capek mengurus perusahaan dari saat dia masih hidup hanya menjadi kambing congek nya saja," timpal Bobby.
"Kita akan merebut semuanya sayang, sebentar lagi semua akan menjadi milik kita ha ha ha," mereka tertawa terbahak-bahak.
"Papa kamu memang sialan! sekian lama aku mengabdikan diriku di perusahaan itu dan dia hanya menjadikan aku CEO di perusahaan itu. Dan memberikan hak kepemilikan sepenuhnya pada Dania," geram Bobby.
Pikiran Bobby menerawang jauh ke masa lalu.
"Padahal mamaku sudah cukup banyak berkorban untuk mereka, bahkan mama selalu menomor duakan aku demi Dania, aku benci Dania dari dulu aku selalu mengalah untuknya, bahkan aku juga harus merelakanmu menikahinya saat itu, sakit hatiku sayang," air mata Sinta mulai jatuh ke pipinya.
Bobby membelai wajahnya dan mengusap air matanya.
Bersambung....