BAD HUSBAND

Baru satu hari menyandang status sebagai istri El Zio, Ruka sudah merasa seperti berada di ujung tanduk. Rasanya tekanan darahnya naik tiap lima menit. Semua yang ia bayangkan tentang kehidupan pernikahan hancur berantakan—dan semua itu gara-gara satu nama: El Zio, suami yang diberikan Tuhan sebagai bentuk ujian terbesar dalam hidupnya.

Sekarang, dia duduk di meja makan sambil menggigit sepotong roti dengan penuh frustrasi. "Gimana gue mau hidup tenang kalau tiap detik rasanya kayak perang dunia?" gumamnya pelan sambil memandangi pria yang tengah menyedot jus jeruknya dengan santai, seolah tidak ada yang salah di dunia ini.

Namun, ada satu hal yang jauh lebih mengerikan daripada harus berbagi rumah dengan El. Hari ini, mereka harus berangkat 'bareng' ke sekolah. Bersama suaminya—El Zio. Si Badboy. Si bintang sekolah yang dikelilingi fans fanatik di mana-mana.

Kepala Ruka hampir meledak memikirkan apa yang akan terjadi. Bagaimana dia harus menyembunyikan wajahnya? Apa yang akan orang-orang pikirkan saat melihat dia turun dari motor besar, El? Lebih buruk lagi, bagaimana jika para penggemar fanatik El menyerangnya?

El tiba-tiba bersandar santai di kursinya dan menatap Ruka yang tampak melamun. "Hei, udah belum makannya? Katanya mau berangkat pagi." tanya El tanpa kepura-puraannya, drama pagi ini telah berakhir saat kedua mertuanya sudah lebih dulu meninggalkan meja makan. "Oiya, soal pernikahan kita, gue harap lo—"

Ruka menoleh cepat, "keep silent!" sambarnya, "Lo lupa, gue punya reputasi yang harus gue jaga juga."

"Good."

"Dan satu lagi, gue gak mau berurusan sama fans fanatik lo! Jadi lo kudu pikirin gimana caranya supaya pernikahan kita gak terekspos!"

El tertawa kecil, suaranya rendah tapi cukup menyebalkan di telinga Ruka. "bukan urusan gue!"

"Urusan lo, lah. Mereka kan fans lo. Gue gak mau ya, jadi sasaran para cewek gila yang memuja lo!" Ruka menunjuk wajah El dengan garpu yang ia pegang.

Tak terpengaruh oleh ancaman Ruka, El hanya tersenyum santai, lalu berdiri dari kursinya. "Santai aja. Kalau mereka nyerang lo, gue tinggal bilang kalau lo itu istri gue. Mereka bakal mundur, percaya deh."

"Lo gila?? Mau bikin mereka makin gila dan nyerang gue pake rudal, biar gue langsung lenyap dari dunia ini!" Ruka mendesis sambil menjauhkan kursinya, mencoba menjaga jarak. "Gue mau lo pura-pura gak kenal gue di sekolah. Anggap gue angin lewat. Bisa gak?"

"Gak bisa, dong. Gue malah bakal pastiin semua orang tahu lo istri gue. Lo tahu kenapa? Karena gue bangga banget punya istri cantik berprestasi, Ketua OSIS pula." El melipat kedua tangannya di depan dada, "Wah, apa yang akan mereka pikirkan ketua Osis mereka yang berprestasi menikah muda dengan Badboy kayak gue?"

"El, sumpah, lo bikin hidup gue tambah berantakan! Tadi lo sendiri yang minta gue keep silent!" Ruka mengerang frustasi, lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Kayaknya seruan orang-orang tahu deh, biar gak ada yang berani godain istri gue." El tertawa kecil, lalu meraih tasnya. "Ayo, buruan. Jangan sampai gue bilang ke nyokap lo, kalau lo malas masuk sekolah gara-gara takut pamer suami ganteng."

Ruka mendengus keras. "Ganteng dari mana? dari Hongkong???"

Tapi akhirnya, dengan penuh rasa terpaksa, Ruka mengikuti El menuju motor. Jika bukan karena permintaan Papanya, Ruka jelas engan. Di sepanjang perjalanan, dia hanya bisa berdoa agar bumi menelannya hidup-hidup sebelum mereka tiba di sekolah.

Dan benar saja, begitu motor memasuki gerbang sekolah, atmosfer langsung berubah. Mata-mata siswa yang sedang berkumpul di depan koridor langsung tertuju pada mereka. Bisik-bisik mulai terdengar, dan rasa cemas yang sudah Ruka prediksi sejak pagi kini terasa berlipat ganda.

"Itu El, kan? Kok boncengin cewek?" suara salah satu siswi terdengar cukup jelas di antara gumaman.

"Enggak mungkin! El gak pernah biarin cewek naik motornya," sahut yang lain dengan nada tak percaya.

"Tapi itu jelas-jelas motor El! Lihat plat nomornya. Lagian, siapa lagi yang punya Ducati kayak gitu?"

Ruka mencengkeram erat bagian belakang jaket El, meskipun hatinya ingin sekali kabur. El, sementara itu, hanya tertawa kecil tanpa memperlambat laju motornya. Dia menikmati perhatian yang mereka dapatkan, bahkan sengaja mengangkat tangan dan melambai seperti selebriti yang menyapa penggemar.

"Gue bilang apa, Ruka? Semua orang bakal tahu sekarang," gumam El tanpa menoleh, suaranya terdengar jelas di tengah deru motor.

"El! Gue serius, berhenti di tempat sepi aja, jangan di sini!" Ruka memekik, wajahnya mulai memerah karena malu.

Tapi El hanya tertawa lebih keras. "Tempat sepi buat apa? Lo takut para penggemar gue bakal ngelabrak lo, ya?"

Motor berhenti tepat di depan area parkir, tepat di tengah kerumunan siswa. Seperti pahlawan yang baru tiba di medan perang, El turun dari motor dengan gaya santai, melepas helmnya, lalu mengacak rambutnya dengan tangan.

"Oke, istri gue yang cantik, turun sekarang," bisiknya sambil melirik Ruka.

"El, mulut lo!" bisik Ruka panik, "lo mau kita dikeluarin dari sekolahan? Lagian ingat kata Papa—"

"Iya bawel, kuping gue panas dengerin lo ngoceh mulu." tangan El terulur ingin membantu melepas helm, namun Ruka reflek mundur, seolah jijik disentuh. "mau ngapain lo?"

"Bukain helm, lo mau ke kelas pakai helm?"

"Gue bisa sendiri!" Ruka menepis tangan El, lalu buru-buru melepaskan helmnya sendiri.

Walaupun takut, Ruka sudah memikirkan sebuah alasan yang masuk akal untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan si El.

"Anjirrr, itu kan Ruka! Ketos kita?" salah satu siswa berkata setengah berteriak, cukup keras untuk memancing perhatian lebih banyak orang.

"Hah? Masa iya? Kok bisa bareng El?"

"Omo... Jangan-jangan mereka pacaran?!" bisik seorang siswi yang tampak shock sambil menutup mulutnya.

Ruka merasakan jantungnya hampir loncat keluar dari dadanya. Dia mencoba melangkah cepat ke arah gedung sekolah, tapi suara El kembali terdengar di belakangnya.

"Eh, sayang, tas lo hampir ketinggalan!" seru El dengan nada yang seolah disengaja untuk menarik perhatian lebih banyak orang.

Ruka berbalik dengan mata melotot, menyambar tasnya tanpa berkata apa-apa. Tapi El, seperti biasanya, tidak berhenti di situ.

"Santai aja, sayang."

Ruka merasa seluruh darahnya mengalir ke wajahnya. Dia ingin balas berteriak, tapi malah hanya bisa menunduk dan bergegas masuk ke gedung sekolah. Di belakangnya, suara bisik-bisik semakin ramai, sementara El hanya tertawa kecil, menikmati kekacauan yang telah dia ciptakan.

"Dasar bencana berjalan!" Ruka menggeram dalam hati, sementara langkahnya semakin cepat, berharap dia bisa menghilang dari perhatian semua orang.

Namun sayangnya, apa yang ia harapkan berbeda dari kenyataan. Melodi, ketua perkumpulan fans fanatik El Zio mencegat langkahnya.

"Punya hubungan apa lo sama El?"

Bersambung...