Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 27
Fredy tersenyum seraya membalas sapaan dari para dokter dan perawat yang berpapasan dengannya. Dia baru saja tiba di rumah sakit.
"Dokter Fredy!"
Sebuah seruan menghentikan langkah Fredy. Segera dia berhenti berjalan kemudian berbalik menghadap belakang. "Ailen?"
Ailen membungkuk hormat begitu sampai di depan dokter Fredy. Dia lalu tersenyum, menyelipkan rambut ke belakang telinga saat pria yang disukainya tersenyum.
(Ya ampun, senyum dokter Fredy mengalihkan duniaku. Manis sekali. Aaaa)
"Kau kenapa berlarian seperti itu, Ailen? Apakah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Fredy penasaran. Sebenarnya pagi ini suasana hatinya sedang tidak terlalu baik. Tetapi begitu melihat Ailen yang tergesa ingin menghampirinya, membuat moodnya membaik seketika. Wanita ini seperti memberikan sihir yang mampu merubah suasana dengan cepat.
"Juria bilang hari ini kita akan melakukan operasi bedah pada salah satu keluarga terpandang di kota ini. Apakah itu benar?"
"Oh masalah itu ya. Iya benar, nanti sekitar jam sepuluh operasi itu akan dilakukan."
"Siapa yang akan memimpin operasi itu?"
"Kau."
"A-aku?" Ailen menunjuk hidungnya sendiri. Dia kaget. "Kenapa aku, dok? Bukankah kau jauh lebih berpengalaman ya?"
Fredy kembali tersenyum. Meski disebut sebagai dokter yang gila kerja, nyatanya Ailen masih punya rasa ragu untuk memimpin sebuah operasi besar. Sikap wanita ini masih sama seperti dulu. Merasa rendah hanya karena orang lain jauh lebih berpengalaman darinya. Padahal, tidak semua dokter bisa melakukan pekerjaan ini.
"Justru kesempatan ini bisa kau gunakan untuk lebih mengasah kemampuanmu lagi, Ailen. Sebagai dokter, kau tidak boleh terus berada di zona nyaman. Sesekali harus melakukan sesuatu yang besar agar tidak minim pengalaman. Tahu?"
"Tapi aku .... "
"Permisi, maaf mengganggu. Bisakah aku bicara empat mata dengan dokter Ailen?"
Julian menatap datar dua dokter di hadapannya yang sedang terlibat pembicaraan serius. Dokter Fredy ternyata bebal juga. Padahal tempo hari dia sudah memberinya peringatan agar tidak dekat-dekat dengan Nona Ailen, tapi tetap saja dilakukan. Sepertinya perlu teguran yang sedikit lebih kejam. Mungkin.
"Julian, dengan siapa kau datang kemari?" tanya Ailen gelisah. Bukan pertanda baik kalau orang ini tiba-tiba muncul. Karena biasanya di mana ada Julian, di sana pasti ada Derren. Ini petaka.
"Apa Nona berharap aku datang bersama Tuan Derren?" sahut Julian balik bertanya.
"Tentu saja tidak."
"Tidak?"
Mata Julian memicing tajam. Berani sekali Nona Ailen menjawab demikian. Andai didengar oleh bosnya, maka habislah sudah semuanya. Dijamin hari ini Nona Ailen akan dipaksa absen seperti tempo hari karena harus membujuk bosnya yang merajuk.
"Em maksudnya tidak mungkin Tuan Derren datang ke rumah sakit ini. Beliau itukan sangat sibuk," ucap Ailen meralat perkataan. Air muka Julian terlihat aneh saat dia menjawab tidak.
"Sesibuk-sibuknya Tuan Derren, beliau pasti akan tetap datang jika kau yang menginginkannya. Coba saja hubungi dia kalau tak percaya."
Ailen kicep. Dia tak lagi berani banyak bicara karena di sana ada dokter Fredy. Ailen takut ucapannya malah membuat Julian mengatakan sesuatu yang melakukan. Dua orang inikan sebelas dua belas. Sikap dan tindakan mereka hampir sama.
"Dokter Fredy, apa perkataanku waktu itu masih belum jelas untukmu?" tanya Julian seraya memasang mimik wajah serius. Ditatapnya seksama wajah tampan dokter tersebut yang terlihat begitu tenang. Saingan yang cukup imbang. Bedanya dokter Fredy bekerja di bawah kepemimpinan bosnya, bukan sebagai rival bisnis.
"Tentu sudah sangat jelas, Tuan Julian. Akan tetapi aku dan Ailen adalah dokter yang akan sama-sama melakukan operasi. Kami butuh membangun koneksi yang baik agar tidak mempengaruhi fokus kami saat sedang menjalankan tugas," jawab Fredy dengan bijak. Selama Ailen mengaku kalau Tuan Derren bukan kekasihnya, maka dia bebas melakukan pendekatan. Tak apa jika harus menghadapi Tuan Julian. Meski berat, sudah dia putuskan tidak akan mundur. Fredy siap bersaing cinta dengan pemilik rumah sakit ini.
"Aku mengerti soal itu. Namun, aku juga memahami kalau niatmu jauh lebih dari itu. Perlu ku ingatkan kembali kalau Nona Ailen adalah milik Tuan Derren. Terlepas apakah kau suka atau tidak, ini adalah fakta yang harus diterima oleh banyak orang."
Ailen membelalakkan mata mendengar penuturan gamblang Julian yang malah memperjelas hubungannya dengan Derren di hadapan dokter Fredy. Ini kacau. Bagaimana bisa orang ini melakukan keputusan sepihak tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu kepadanya?
"Ekhmm, Julian. Sepertinya ada kalimat yang perlu kau ralat. Aku dan Tuan Derren, hubungan kami tidak seperti yang kau sebutkan barusan. Tolong jangan menebar gosip yang bukan-bukan di rumah sakit ini. Aku sudah cukup malu menjadi bahan bullyan mereka yang memuja atasanmu," protes Ailen tak tinggal diam.
"Membully-mu?"
Julian bergerak cepat. Dia mengirim pesan pada beberapa orang tanpa mempedulikan sanggahan yang dilakukan Nona Ailen. Yang terpenting dokter Fredy sudah tahu kalau wanita ini adalah milik bosnya.
Cukup lama Julian disibukkan dengan ponselnya tanpa menghiraukan keberadaan Nona Ailen dan dokter Fredy. Dia tengah mengurus hama-hama yang seharusnya tidak bekerja di rumah sakit tersebut.
"Sudah selesai."
"Selesai?" Ailen membeo. Sedangkan dokter Fredy, pria tersebut tampak menautkan kedua alisnya. Bingung sekaligus tak mengerti apa maksud ucapan Julian barusan. "Apanya yang selesai?"
"Orang yang membully-mu. Barusan aku menanyakan pendapat Tuan Derren dan beliau mengatakan untuk segera memutasi dokter dokter itu ke tempat lain," jawab Julian dengan lantang.
Syok, geraham Ailen sampai terlihat begitu mendengar jawaban Julian yang begitu ... mengerikan. Padahal hanya alasan, kenapa orang ini menanggapinya dengan serius?
(Apa aku sudah salah dalam berkata ya? Kok jadi merasa berdosa? Astaga, dua orang ini benar-benar sangat berbahaya. Aku harus lebih berhati-hati jika ingin mengatakan sesuatu tentang orang lain)
"Tuan Julian, haruskah bertindak sampai sejauh ini?" tanya Fredy setelah sadar dari keterkejutan. "Aku tidak membenarkan adanya pembullyan. Tetapi dengan memutasi mereka ke rumah sakit lain, bukankah itu sama artinya dengan memutuskan rejeki seseorang dalam mencari nafkah? Mereka harus beradaptasi dengan tempat kerja yang baru, belum lagi dengan hal-hal yang lain lagi. Haruskah sampai sejauh ini?"
"Prosedur ini terhitung masih sederhana. Kalau itu aku, aku akan langsung menghilangkan jejak mereka dari atas bumi ini. Itu adalah buah dan akibat dari kebodohan mereka yang tidak berpikir lebih dahulu sebelum bertindak. Jadi jangan menyalahkan kami atas konsekuensi yang terjadi," jawab Julian penuh maksud. Menghilangkan hama sekaligus memberi teguran pada laki-laki yang coba mengganggu wanita bosnya.
Fredy menghela napas. Sulitnya menghadapi orang-orang yang punya kekuasaan. Mereka bisa dengan mudah mempermainkan nasib orang lain tanpa berpikir dampak seperti apa yang bisa terjadi.
"Nona Ailen, kita akan bicara di lain waktu saja. Tadi Tuan Derren berpesan agar kau bisa menjaga hati. Jika beliau merasa tak senang, tolong sambutlah kedatangannya. Aku permisi,"
Tanpa menunggu balasan dari Nona Ailen, Julian berbalik pergi dan meninggalkan rumah sakit. Tugasnya sudah selesai. Kini waktunya pergi menemui pria yang sedang gila oleh cinta.
"Dokter Fredy, aku .... "
"Tidak perlu menjelaskan apapun, Ailen. Aku tahu kau tidak berdaya menghadapi masalah ini. Jangan panik. Aku akan selalu percaya padamu," ucap Fredy memotong perkataan Ailen sambil tersenyum.
Wusss
Wajah Ailen terasa sejuk sekali seperti terkena sapuan angin sepoi-sepoi. Jiwanya melayang, gembira melihat respon dokter Fredy yang lebih percaya padanya alih-alih percaya pada ucapan Julian. Ailen lega.
(Apapun rintangannya, aku akan berusaha memperjuangkan perasaanku terhadapmu, Ailen. Tak peduli meski rintangan itu sendiri adalah Tuan Derren dan Tuan Julian. Cintaku tidak ada yang salah)
***