NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Bullying di Tempat Kerja / Mata-mata/Agen / TKP / Persaingan Mafia
Popularitas:530
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Gagang Pel andalan

Arga yang sedang berjalan cepat menuju pintu keluar, tak menyadari bahwa langkah Rahmat mengikuti di belakangnya. Begitu keluar dari kantor, Arga memutar tubuh, matanya menyapu sekitar, memastikan tidak ada yang melihat. Langkahnya mantap, dan mulutnya penuh dengan tekad. Namun, tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki yang sedikit tergesa-gesa dari belakang.

“Rahmat?” tanya Arga, sedikit terkejut, sambil memperlambat langkahnya.

Rahmat yang sejak tadi menyembunyikan gelisahnya, akhirnya menghela napas panjang dan mengangkat bahu. “Ya, ya, aku ikut. Nggak bisa diem aja,” katanya dengan nada frustrasi, tapi ada sedikit tawa di ujung kalimatnya. “Kalo kamu dihukum, aku juga pasti bakal ikutan dihukum, meskipun nggak salah. Jadi mendingan sekalian aja, lah. Biar kita barengan, daripada saya di sini nungguin Komandan Gunawan nyuruh kita ngerjain tumpukan laporan."

Arga menatap Rahmat dengan bingung dan sedikit terkejut. "Loh, serius? Kamu ikut?"

Rahmat mengangguk sambil menatap ke depan dengan tatapan kosong, seperti orang yang sudah pasrah pada nasib. “Iya, udah lah. Lagian, toh akhirnya kita juga bakal dihukum juga nanti. Jadi, sekalian aja. Toh hukumannya juga nggak jauh beda kan? Yang penting, kita bisa bantu orang yang butuh.”

Arga yang awalnya merasa cemas, sedikit merasa lega mendengar pendapat Rahmat yang, meskipun aneh, terasa sedikit melegakan. "Kamu ini kok bisa banget ya, mikirnya begitu?"

Rahmat tertawa pelan. "Iya, aku kan juga sudah lama di sini, jadi udah biasa lah, kalau atasan bilang jangan, malah kadang kita yang malah pengen coba-coba. Hukumannya juga nggak seberat nungguin Komandan Gunawan marah-marah. Setuju?" dia mengedipkan mata dengan nakal.

Arga terdiam sejenak, masih memikirkan keputusan besar yang dia ambil. Tapi melihat Rahmat yang sudah nekat ikut bersamanya, dia merasa sedikit lebih yakin. “Ya sudah, kita barengan. Moga-moga Komandan Gunawan nggak marah besar, deh."

Rahmat mengangguk penuh keyakinan. "Tenang aja. Kalau dia marah, kita tinggal bilang aja, 'sudah di luar kendali'.” Rahmat menyenandungkan dengan nada konyol, membuat Arga hampir tersenyum.

Arga tertawa kecil, dan meskipun dia tahu mereka berdua sedang melawan aturan, rasa percaya diri mereka berdua mulai tumbuh. Ada sedikit ketegangan, tapi juga kepercayaan bahwa mereka melakukan hal yang benar. Mereka berdua melangkah cepat menuju tujuan, tanpa memikirkan hukuman yang akan datang—karena saat itu, yang terpenting adalah satu hal: menyelamatkan nyawa.

...****************...

Begitu tiba di depan gedung apartemen yang tampak biasa saja, Arga dan Rahmat sudah merasakan ketegangan yang mulai menyelimuti suasana. Rosa yang dari tadi cemas, kini menggenggam tangan Arga erat-erat, seolah takut kalau mereka terlambat. Suara-suara ribut dari dalam unit apartemen itu terdengar semakin jelas, menambah kegelisahan mereka. “Cepat, kita harus segera masuk!” kata Rosa dengan panik.

Arga dan Rahmat saling pandang sejenak, sebelum keduanya melangkah dengan cepat menuju lift, lalu menuju lantai atas. Setibanya di lorong yang dimaksud, mereka langsung disambut oleh kerumunan orang yang sudah mengumpul di depan pintu unit. Beberapa dari mereka tampak hanya bisa berbisik-bisik, sementara yang lain sibuk mengerubungi pintu, mencoba melihat apa yang terjadi.

“Ini pasti masalah besar,” kata Rahmat dengan nada serius, meskipun jelas ada kecemasan di matanya. “Kita harus cepat. Jangan sampe ada yang tahu kita ini polisi baru.”

Arga mengangguk, matanya memindai kerumunan yang tampaknya lebih tertarik untuk jadi saksi daripada membantu. “Berarti kita harus bertindak diam-diam. Ayo, Rahmat,” katanya sambil melirik ke Rosa yang terdiam di sebelahnya, ketakutan melihat keributan itu.

Dengan cepat, Arga dan Rahmat mendekati petugas kebersihan yang sedang berdiri di ujung lorong, sambil memegang gagang pel besar yang tampaknya tergeletak di lantai. Rahmat segera mengambil gagang pel itu dengan gerakan cekatan, seakan itu adalah senjata terbaik yang mereka punya saat itu. “Tunggu dulu, ini yang kita punya. Gak ada alat lain,” Rahmat berkata, sedikit tertawa canggung.

“Gagang pel? Ini untuk ngepel atau buat nendang orang?” Arga bertanya, mencoba mencairkan suasana meski hatinya mulai dag-dig-dug.

“Ya, pokoknya ini untuk bertindak, Lagian kita nggak ada senjata lain.” Rahmat menjawab, tak peduli. “Kalau ada yang macem-macem, kita pukul pakai ini. Paling nggak, buat nahan dulu sebelum polisi beneran datang.”

Arga menatap gagang pel itu dengan penuh keraguan, lalu mengangkat bahu. “Yah, ini aja deh. Yang penting kita masuk dulu.”

Mereka berdua, dengan Rosa mengikuti di belakang, mendekati pintu apartemen yang masih terkunci rapat. Keributan di dalam semakin keras, dan Arga bisa merasakan detak jantungnya berdetak lebih cepat. Dia tahu ini bukan hanya soal melawan ketakutan—ini soal menyelamatkan hidup seseorang.

Dengan sedikit keberanian, Arga memutar gagang pel itu, menatap Rahmat yang berdiri siap dengan ekspresi penuh harapan, lalu mengetuk pintu dengan keras. “Polisi! Buka pintunya!” teriak Arga, meskipun dia tahu itu sedikit berlebihan mengingat dia dan Rahmat belum benar-benar dalam posisi sebagai polisi berpengalaman. Namun, dia berharap teriakan itu bisa memberikan efek.

Sekian detik berlalu, dan suasana di lorong menjadi hening. Mereka menunggu, cemas, berharap tidak ada yang mengejar mereka karena dianggap terlalu ceroboh.

“Arga, kamu gila?!” bisik Rahmat, hampir tak percaya. Tapi di wajah Arga, ada tekad yang jelas—dia tidak bisa mundur lagi.

...****************...

Teriakan wanita yang terdengar jelas dari dalam unit apartemen itu langsung membuat suasana semakin panas. Semua orang di lorong itu tampak terkejut, tapi malah mundur mundur, seolah mereka takut terlibat. Arga tak peduli. Wajahnya penuh ketegasan, meskipun hatinya berdebar kencang. Dia menatap Rahmat, matanya penuh tekad. Tak ada waktu untuk ragu.

"Rahmat!" seru Arga, suaranya sedikit serak karena cemas, tapi dia tahu ini saat yang tepat. "Kita harus masuk sekarang!"

Tanpa menunggu jawaban, Arga kembali menggedor pintu apartemen itu dengan lebih keras lagi. Pintu itu bergetar hebat, dan suara teriakan wanita kesakitan yang terdengar dari dalam semakin membuat suasana semakin tegang. Semua orang yang tadi berkumpul di lorong kini mulai mundur, takut-takut ikut terseret dalam keributan ini. Tapi Arga dan Rahmat tidak mundur.

"Ini nggak bisa nunggu lagi!" Arga berteriak dengan suara yang penuh semangat. Rahmat mengangguk, terlihat serius.

Dalam hitungan detik, mereka berdua langsung bergerak bersama, menggunakan gagang pel yang sudah diambil sebelumnya untuk mendobrak pintu. Mereka mendorong pintu itu sekuat tenaga, mendengar kayu pintu yang mulai retak di bagian sisi.

"BRAK!" Pintu itu akhirnya terbuka, dan suara pintu yang berderak keras itu membuat semua orang di lorong terkejut. Arga dan Rahmat melangkah masuk dengan cepat, sementara Rosa mengikuti dengan napas yang tercekat, takut kalau mereka terlambat.

Begitu pintu terbuka, pemandangan yang terlihat di depan mereka membuat darah Arga seperti membeku. Seorang wanita muda, tampak tersungkur di lantai, terluka dan terengah-engah. Di dekatnya, seorang pria tampak marah besar, wajahnya merah padam dengan tangan yang masih terangkat, seakan siap menghajar lagi.

Arga dan Rahmat langsung bergerak tanpa pikir panjang. Dengan sigap, Arga mengarahkan gagang pel yang dia bawa ke arah pria itu, dengan maksud untuk menahannya.

“Jangan sentuh dia lagi!” teriak Arga, sambil melangkah maju. Rahmat ikut bersiap, meskipun wajahnya sedikit pucat, tapi tekadnya tak kalah kuat. Mereka berdua tahu, mereka tak punya pilihan lain selain bertindak cepat.

Pria itu tampak terkejut, menoleh ke arah mereka dengan ekspresi marah dan bingung. "Apa-apaan ini?" serunya dengan suara tinggi, terkejut melihat dua polisi muda yang tiba-tiba masuk.

"Tangkap dia!" Arga berteriak dengan tegas, meskipun dalam hatinya dia merasa cemas. Apakah ini benar-benar langkah yang tepat? Tapi begitu melihat Rosa yang menangis di belakang mereka, dia tahu dia tak bisa mundur lagi.

Pria itu tampaknya tidak mau menyerah begitu saja. "Kalian jangan sok pahlawan di sini!" dia mengancam, namun tubuhnya sedikit gemetar—mungkin merasa terpojok.

Rahmat langsung bergerak cepat, memanfaatkan kekuatan tubuhnya yang lebih besar untuk mendorong pria itu menjauh dari wanita yang terluka. "Sudah, cukup! Kamu nggak akan lari dari sini!" teriaknya dengan tegas, berusaha untuk mengendalikan situasi.

Arga yang masih memegang gagang pel itu, menatap pria itu dengan tajam. “Kamu berani nyakitin orang, sekarang rasain!” Arga menggertakkan gigi, merasa ini adalah saat untuk pertama kalinya dia benar-benar melakukan tugas sebagai polisi, meskipun dalam situasi yang jauh dari ideal.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!