Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28: JEJAK YANG TERTINGGAL
Raka dan teman-temannya memutuskan untuk kembali ke pusat tempat pertama kali mereka merasakan kekuatan kegelapan itu—sebuah tempat yang penuh dengan misteri dan sejarah yang terlupakan. Kota yang telah hancur itu bukan hanya sekadar reruntuhan; itu adalah saksi bisu dari peperangan yang telah mengubah jalannya dunia. Namun, lebih dari itu, kota itu menyimpan rahasia yang jauh lebih dalam—sebuah kekuatan yang lebih gelap dan lebih kuno daripada apa yang mereka bayangkan.
Ketika mereka kembali ke reruntuhan kota, rasa cemas kembali menyelimuti hati mereka. Kabut yang telah membungkus dunia ini seolah menyembunyikan lebih banyak ancaman daripada yang bisa mereka hadapi. Namun, di tengah keheningan dan kehancuran, mereka mendengar suara langkah kaki, suara yang asing dan mengganggu, seakan datang dari dalam kabut yang tebal.
"Kita tidak sendirian," bisik wanita penjaga itu, suaranya bergetar. "Ada sesuatu di sini."
Raka melangkah maju, matanya tajam meneliti setiap gerakan di dalam kabut. Mereka tahu bahwa musuh yang mereka hadapi tidak akan menunjukkan dirinya dengan mudah. Kabut itu bukan hanya penghalang, tetapi juga alat untuk menutupi gerakan-gerakan yang tak terlihat, seperti bayangan yang mengintai di dalam kegelapan.
Tiba-tiba, dari balik kabut, muncul sosok yang tak mereka duga. Seorang pria tinggi, berpakaian gelap dengan wajah yang terlindung oleh topeng. Wajahnya tidak terlihat jelas, tetapi ada aura kekuatan yang kuat di sekitarnya, aura yang mengingatkan Raka pada kekuatan yang telah mereka lawan sebelumnya. Namun kali ini, sesuatu terasa berbeda. Sesuatu lebih gelap dan lebih menakutkan.
"Kalian kembali," suara pria itu menggelegar, meskipun tenang dan terukur. "Tapi kalian tidak akan pernah bisa menghentikan apa yang sudah dimulai."
Raka mengangkat pedangnya, siap untuk melawan. "Siapa kamu?" tanyanya dengan tegas, meskipun hatinya dipenuhi rasa waspada.
Pria itu tersenyum di balik topengnya. "Aku adalah bayangan dari masa lalu kalian. Aku adalah bagian dari kegelapan yang kalian coba hancurkan."
Wanita penjaga itu memandangnya dengan tajam. "Apa maksudmu? Kegelapan itu sudah hancur!"
"Kegelapan itu tidak pernah benar-benar hilang," kata pria itu dengan suara rendah. "Ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk bangkit kembali."
Raka merasakan ketegangan di udara. Ada sesuatu dalam kata-kata pria ini yang mengusik pikirannya. Mereka tidak menghadapi musuh biasa. Mereka sedang berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan. Kabut ini bukan hanya manifestasi dari kegelapan, tetapi juga penjaga dari kekuatan yang lebih tua, yang mungkin sudah ada jauh sebelum mereka.
Pria itu melangkah maju, dan dengan setiap langkahnya, kabut semakin tebal, semakin menggulung sekeliling mereka. Raka bisa merasakan udara yang semakin berat, seakan-akan dunia itu sendiri mulai menahan nafasnya.
"Kalian merasa takut," kata pria itu, matanya yang tersembunyi oleh topeng menatap tajam ke arah Raka. "Takut akan apa yang kalian tidak bisa pahami. Takut akan apa yang ada di balik kabut ini."
"Kami tidak takut," jawab Raka, meskipun suaranya bergetar. "Kami akan melawan."
Namun, sebelum Raka bisa bergerak, pria itu mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, kabut itu berubah menjadi bentuk-bentuk yang menyeramkan—bayangan yang bergerak dengan cepat, menyerbu mereka dengan kekuatan yang tak terbayangkan. Mereka berhadapan dengan makhluk-makhluk dari kegelapan, sosok-sosok yang tidak sepenuhnya nyata, tapi cukup nyata untuk menghancurkan mereka.
Wanita penjaga itu mengangkat perisainya, berusaha menahan serangan-serangan itu, sementara pria tua itu mulai mengeluarkan kekuatan magisnya, mencoba melawan makhluk-makhluk yang muncul dari kabut. Namun, semakin mereka melawan, semakin banyak bayangan yang muncul, semakin besar kekuatan yang mereka hadapi. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan selamanya.
"Kalian tidak akan bisa menang," kata pria bertopeng itu, suaranya hampir seperti bisikan yang datang dari segala arah. "Kegelapan ini adalah bagian dari dunia ini. Tidak ada yang bisa melawannya."
Namun, meskipun kabut itu semakin menguasai mereka, Raka merasa ada sesuatu yang menyala dalam dirinya. Sebuah harapan yang tak bisa padam, sebuah keyakinan bahwa mereka masih bisa melawan.
"Kami bisa menang," kata Raka dengan suara keras, berusaha mengumpulkan seluruh kekuatannya. "Kegelapan ini tidak akan menguasai dunia ini lagi!"
Dengan sebuah teriakan yang menggema, Raka maju, menembus kabut, dan menyerang makhluk-makhluk itu dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Setiap gerakan terasa lebih berat, lebih terarah, seolah dunia itu sendiri berperang melawan mereka. Namun, meskipun kekuatan mereka luar biasa, kabut itu masih lebih kuat, lebih sulit untuk dihancurkan.
Wanita penjaga itu melangkah di samping Raka, menggunakan perisainya untuk melindungi mereka dari serangan-serangan bayangan yang semakin brutal. "Kita harus menghancurkan sumbernya," katanya, matanya penuh dengan tekad. "Sumber dari kekuatan ini. Itu adalah satu-satunya cara kita bisa menghentikannya."
"Dimana sumber itu?" tanya Raka, sambil terus berjuang melawan makhluk-makhluk bayangan.
Wanita penjaga itu mengerutkan keningnya, mencoba merasakan aliran kekuatan yang ada di sekitar mereka. "Sumber itu... ada di dalam kabut ini. Di dalam pusatnya."
Pria tua itu mengangguk. "Kita harus sampai ke pusat kabut itu, dan menghancurkannya dari dalam."
Dengan keputusan bulat, mereka mulai bergerak menuju pusat kabut, meskipun semakin banyak makhluk-makhluk bayangan yang menghalangi jalan mereka. Setiap langkah terasa lebih sulit, namun tekad mereka semakin kuat. Mereka tahu bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mengakhiri ancaman ini sekali dan untuk selamanya.
Mereka melawan, bertarung melawan bayangan yang tak kasatmata, sementara kabut itu semakin menebal, semakin mengepung mereka. Setiap serangan, setiap langkah terasa seperti perjuangan terakhir. Namun, dalam hati mereka, mereka tahu—mereka tidak akan mundur.
"Ini belum berakhir!" teriak Raka, saat mereka akhirnya tiba di pusat kabut, di mana kekuatan gelap itu tampak lebih kuat, lebih nyata. "Kami akan mengakhirinya sekarang juga!"
Dengan keberanian yang tak tergoyahkan, mereka bersatu dan mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk melawan kegelapan yang telah menguasai dunia. Tetapi, di dalam kabut itu, mereka tahu—ini bukan hanya pertempuran fisik, ini adalah pertempuran jiwa.
---