Novel ini mengisahkan perjalanan cinta yang penuh dinamika, yang diselimuti perselisihan dan kompromi, hingga akhirnya menemukan makna sesungguhnya tentang saling melengkapi.
Diantara lika-liku pekerjaan, mimpi, dan ego masing-masing, mereka harus belajar mengesampingkan perbedaan demi cinta yang semakin kuat. Namun, mampukah mereka bertahan ketika kenyataan menuntut mereka memilih antara ambisi atau cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arin Ariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Tradisi
Hari itu, Alfatra duduk di ruang tamu bersama kedua orang tuanya. Udara di ruangan itu terasa berat, penuh dengan ketegangan yang tidak terucap. Ibunya duduk dengan punggung tegak, memandang Alfatra dengan sorot mata tajam, sementara ayahnya menyandarkan tubuh di sofa, terlihat tidak sabar.
“Kita sudah cukup sabar, Alfa,” kata ayahnya memulai. “Kami memberimu waktu untuk berpikir, tetapi kamu masih keras kepala menolak perjodohan ini. Apa sebenarnya masalahmu?”
Alfatra menarik napas dalam, berusaha menahan emosinya. “Ayah, aku sudah bilang. Ini bukan soal aku tidak menghormati kalian. Aku hanya tidak bisa menikah tanpa cinta.”
“Cinta?” Ibunya tertawa kecil, nada suaranya penuh sarkasme. “Apa kamu pikir cinta saja cukup untuk menjalani pernikahan? Kami menikah karena tanggung jawab, dan lihatlah kami sekarang. Hidup kami baik-baik saja.”
“Tapi, Bu, aku tidak ingin hidupku hanya ‘baik-baik saja’. Aku ingin bahagia,” balas Alfatra. “Aku tidak ingin memulai hubungan dengan kebohongan, terutama kepada Naumi. Dia juga tidak ingin ini.”
Ayahnya menggebrak meja, suaranya meninggi. “Kamu bicara seolah-olah hidup ini hanya tentang apa yang kamu inginkan! Apa kamu lupa berapa banyak kami berkorban untukmu? Untuk pendidikanmu, untuk kariermu? Dan sekarang kamu tidak bisa melakukan satu hal kecil untuk keluarga ini?”
“Ini bukan hal kecil, Ayah,” jawab Alfatra tegas. “Ini adalah hidupku. Aku menghormati semua yang kalian lakukan untukku, tapi aku tidak bisa menyerahkan masa depanku hanya demi memenuhi ekspektasi kalian.”
Ibunya menatapnya dengan kecewa. “Kamu berubah, Alfatra. Dulu kamu anak yang selalu mendengarkan kami. Sekarang kamu hanya memikirkan dirimu sendiri.”
Alfatra terdiam. Kata-kata ibunya menusuk, tetapi ia tahu ia tidak bisa mundur.
“Bu, Ayah,” katanya akhirnya, suaranya melembut. “Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu keputusan ini sulit untuk kalian terima, tapi aku mohon, percayalah padaku. Aku tahu apa yang terbaik untuk hidupku.”
“Apa yang terbaik untuk hidupmu, Alfa? Ariana?” tanya ibunya, nadanya penuh ejekan. “Perempuan yang meninggalkanmu dua tahun lalu itu? Apa kamu pikir dia masih peduli padamu?”
“Aku tidak tahu, Bu,” jawab Alfatra jujur. “Tapi aku peduli padanya. Dan aku ingin memperjuangkannya.”
Ayahnya berdiri, wajahnya merah karena marah. “Kalau begitu, jangan harap kami akan mendukungmu. Mulai sekarang, kamu sendiri yang menanggung keputusanmu. Kami tidak akan melindungimu dari konsekuensinya.”
Alfatra mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. “Aku mengerti, Ayah. Tapi aku tetap tidak akan menyerah pada apa yang aku yakini.”
~
Percakapan dengan Naumi
Setelah konfrontasi dengan orang tuanya, Alfatra keluar rumah untuk menenangkan diri. Tanpa sadar, ia menelepon Naumi.
“Naumi, apa kamu punya waktu?” tanya Alfatra setelah panggilan diangkat.
Naumi terdengar sedikit terkejut. “Ada apa, Alfa? Kamu terdengar... tertekan.”
“Aku baru saja bertengkar dengan orang tuaku. Aku tidak tahu harus bicara dengan siapa lagi,” kata Alfatra jujur.
Naumi terdiam sejenak, lalu berkata, “Oke. Aku ada waktu. Temui aku di taman dekat rumahku.”
Ketika mereka bertemu, Alfatra menceritakan semua yang terjadi. Naumi mendengarkan dengan sabar, tanpa menyela.
“Alfa, aku mengerti posisi keluargamu,” kata Naumi akhirnya. “Tapi aku juga mengerti kamu. Ini situasi yang sulit, tapi aku yakin kamu membuat keputusan yang benar.”
“Terima kasih, Naumi,” kata Alfatra. “Aku tahu ini juga tidak mudah untukmu.”
Naumi tersenyum kecil. “Aku hanya ingin kita semua bahagia. Kamu dengan Ariana, dan aku... aku akan menemukan jalanku sendiri.”
Alfatra menatap Naumi dengan rasa hormat. “Aku tidak akan melupakan apa yang kamu lakukan untukku. Kamu tidak hanya membantu aku, tapi juga memberiku keberanian untuk melawan.”
~
Malam itu, Alfatra kembali ke apartemennya, memikirkan semua yang telah terjadi. Ia tahu perjalanannya belum selesai. Ia harus memenangkan kembali hati Ariana, tetapi pada saat yang sama, ia juga harus membuktikan kepada keluarganya bahwa ia mampu menjalani hidupnya sendiri.
Langkah berikutnya tidak akan mudah, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa yakin bahwa ia berada di jalur yang benar.