Setelah gagal berjodoh dengan Ustaz Ilham, tanpa sengaja Zahra bertemu dengan pria yang bernama Rendra. Dia menolong Rendra saat dikejar seseorang, bahkan memberi tumpangan pada Rendra yang mengaku tak mempunyai tempat tinggal.
Rendra yang melihat ketulusan hati Zahra, merasa jatuh cinta. Meski dia selalu merasa kotor dan hina saat berada di dekat Zahra yang merupakan putri pertama pemilik dari pondok pesantren Al-Jannah. Karena sebenarnya Rendra adalah seorang mafia.
Apakah Zahra akan ikut terseret masuk ke dalam dunia Rendra yang gelap, atau justru Zahra lah penerang kehidupan Rendra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
"Bi, tolong temani Zahra jalan-jalan ke perkebunan ya. Soalnya aku lagi ada kepentingan." suruh Rendra sambil memakai jaket levisnya.
"Iya Tuan."
Rendra segera keluar dari rumahnya, ada satu masalah yang harus dia selesaikan hari itu. Dia sangat buru-buru, sampai tidak berpamitan pada Zahra yang diam memandang langkah kaki Rendra.
Zahra hanya menatap Rendra keluar dari rumah dengan langkah cepatnya. Sebenarnya dia ingin mencoba untuk pulang hari itu. Tapi di sisi lain dia masih takut kalau abinya masih marah.
Sampai kapan aku tinggal di sini?
"Nona, mari saya antar ke perkebunan kalau ingin jalan-jalan mumpung masih pagi, di sana banyak pekerja yang sedang memetik daun teh." ajak salah satu pembantu Rendra pada Zahra.
Zahra menganggukkan kepalanya lalu mengikuti langkah pembantu itu. "Iya, Bi."
"Kita ke sana naik mobil saja, biar tidak capek soalnya lumayan jauh kalau ditempuh dengan jalan kaki." Pembantu itu membukakan pintu mobil untuk Zahra. Setelah mereka masuk ke dalam, mobil itu segera melaju.
"Hmm Bi perkebunan teh itu sebenarnya milik siapa?" tanya Zahra. Dia masih penasaran dengan pemilik perkebunan itu. Karena Rendra selalu menyisakan teka-teki untuknya.
Pembantu itu terdiam beberapa saat. "Seperti apa yang dikatakan Tuan Rendra." Begitulah jawabannya. Dia juga tidak mau bercerita banyak tentang majikannya itu.
"Katanya milik warga. Tapi setahu saya pemerintah tidak pernah buka perkebunan teh di sini." Zahra mengingat-ingat kembali perkebunan milik pemerintah yang dibuka di sekitar tempat itu.
Pembantu itu tersenyum kecil. "Kalau pemerintah yng buka, itu berarti perkebunan milik pemerintah. Perkebunan ini memang benar milik warga. Dari perkebunan itu ratusan pekerja mendapat upah. Mereka semua hidup makmur. Pemilik perkebunan teh ini sangat baik. Beliau tidak menunjukkan kesombongannya sebagai pemilik. Beliau juga selalu membantu orang-orang yang membutuhkan pekerjaan."
Zahra menautkan alisnya. Dia yakin yang diceritakan pembantu itu adalah Rendra bukan milik pemerintah seperti yang dia pikirkan.
"Nona Zahra sudah lama kenal dengan Tuan Rendra?" tanya pembantu itu yang membuyarkan lamunan Zahra.
"Baru satu bulan."
"Kesan pertama yang ditampilkan Tuan Rendra memang seperti orang jahat, tapi ketika Nona Zahra sudah benar-benar mengenalnya, percayalah Tuan Rendra sangat baik."
Zahra tak menimpali perkataan pembantu itu. Dia kini berpikir, sepertinya benar penilaian itu. Semakin ke sini, dia semakin melihat kepribadian Rendra yang sebenarnya.
"Sudah sampai, mari turun Nona."
Zahra mengangguk lalu turun dari mobil mengikuti pembantu itu. Mereka berjalan masuk ke kawasan perkebunan.
Zahra kini tersenyum menatap pemandangan hijau itu dengan udara yang sangat sejuk. Begitu banyak orang yang sedang memetik pucuk daun teh hari itu.
"Bu Atun, sama siapa?" tanya salah satu pekerja pada pembantu Rendra. Dia terlihat masih sangat muda.
"Ini Nona Zahra." kata Bu Atun.
Zahra tersenyum lalu berkenalan dengan gadis belia itu. "Hai, aku Zahra."
"Nama saya Bella. Non Zahra pacarnya Tuan Rendra?" tanya Bella sambil tersenyum riang.
Zahra hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Di dalam islam tidak boleh berpacaran."
"Kalau begitu Non Zahra calon istrinya Tuan Rendra?"
Zahra semakin tersenyum lalu dia mulai berjalan pelan menyusuri jalanan setapak di antara tanaman teh itu. "Bukan."
Bella masih saja mengikuti Zahra. "Lalu Non Zahra siapa? Saudara Tuan Rendra?" Bella masih sangat penasaran dengan Zahra karena Rendra memang tidak pernah kedatangan tamu perempuan.
"Bukan. Hanya teman saja."
"Yah, padahal saya berharap Tuan Rendra segera menikah."
"Kalau sudah menemukan jodohnya pasti akan segera menikah." Zahra masih berjalan pelan sambil menikmati pemandangan yang indah itu. "Kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Zahra.
"Baru beberapa bulan. Saya hanya lulusan SMP." jawab Bella. Dia kini kembali memetik pucuk-pucuk daun teh itu.
"Kenapa tidak melanjutkan bersekolah?" tanya Zahra.
Bella menggelengkan kepalanya. "Saya tidak punya biaya untuk melanjutkan sekolah. Sebenarnya Tuan Rendra ingin membiayai saya sekolah, tapi waktu itu Tuan Rendra kena masalah jadi saya akan mulai sekolah tahun depan."
"Bagus, nanti sekolah yang rajin ya biar jadi orang hebat."
"Iya, amin. Saya akan terus berusaha."
Zahra kini berdiri di dekat Bella dan membantunya memetik daun teh sesuai petunjuk Bella.
"Non Zahra gak mau naik motor atv ke pabrik yang ada di ujung sana. Kalau jalan pasti capek. Soalnya luas perkebunan ini sampai 3 hektar."
"Iya, sebentar lagi. Sini aku bantu petik dulu ya." Baru saja sehari tinggal di rumah Rendra, Zahra sudah mendapat banyak pengalaman.
"Ayo Non Zahra, saya ajarkan naik motor ATV." ajak Bella.
"Memang kamu bisa?"
"Bisa." Bella menarik tangan Zahra menuju tempat parkir motor atv. Ada tiga motor di sana. "Non Zahra di depan ya, saya di belakang. Saya sekalian setor hasil panen."
"Aku gak bisa." kata Zahra. Dia hanya bisa motor matic bukan atv.
"Bisa Non, coba saja. Mudah kok."
Meski ragu tapi Zahra kini mulai menaiki motor atv yanga beroda empat itu. Dia mengikuti petunjuk dari Bella cara mengemudikannya dan beberapa saat kemudian, Zahra telah berhasil menjalankan motor atv itu. Dia tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya. Hidupnya terasa tidak ada beban. Dia sesekali berteriak saat motor atv nya melewati jalanan yang tidak rata dan terpental kesana kemari.
"Bella, ini seru banget." teriak Zahra. Dia tak hentinya tertawa.
"Iya memang seru banget. Non Zahra lurus aja nanti langsung sampai di gerbang samping pabrik teh."
"Iya."
Beberapa saat kemudian Zahra menghentikan motor atv itu di dekat gerbang yang setengah terbuka.
"Bella, sudah setor aja. Cepat banget."
"Iya, dibantuin sama Nona cantik."
Zahra hanya tersenyum menyapa karyawan yang sedang menimbang hasil panen Bella.
"Sepertinya ini yang dititipin sama bos. Ayo, aku antar berkeliling pabrik kalau kamu mau." ajak salah satu karyawati yang berhijab itu. "Nama aku Cici." dia mengajak Zahra berkenalan.
"Zahra."
"Cantik. Bos memang gak salah pilih. Mari aku antar berkeliling."
Zahra hanya menganggukkan kepalanya lalu dia berkeliling ke pabrik yang sangat luas itu. Kini satu pengalamannya bertambah lagi. Dia bisa melihat secara langsung bagaimana proses pembuatan teh itu dari mulai pemetikan, pelayuan, pememaran, lalu melalui proses oksidasi kemudian pengeringan sampai siap konsumsi.
"Panjang juga ya prosesnya." kata Zahra yang kini berjalan di area packing.
"Iya. Tapi setiap hari produksi terus meningkat. Alhamdulillah berkah untuk semua orang."
Setelah puas melihat cara pembuatan teh, Zahra berjalan menuju pintu gerbang.
"Makasih ya, sudah ajak aku keliling."
"Iya, sama-sama Mbak Zahra."
Zahra akan melangkahkan kakinya tapi terhenti saat melihat seseorang yang kini memasuki gerbang.
"Assalamu'alaikum Zahra..."
Zahra terpaku menatap kedatangannya. "Ustaz Ilham..."
💞💞💞
.
Like dan komen ya..
jgn lama2
critanya bnyk bngt cobaan nya