Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21 Merawat Penuh Ketulusan.
"Apa tuan Kavindra mengkhawatirkan istrinya?" tanya salah satu pelayan yang tampak penasaran.
"Itu istrinya dan jelas saja dia mengkhawatirkanya," jawab yang satunya.
"Shuttt. Kalian jangan bergosip dan ingat sudah pernah mendapatkan teguran. Nanti kalian akan kenak sasaran lagi," tegur Bibi yang langsung membuat mereka terdiam yang memang tidak ada kapoknya yang terlalu menceritai atasannya.
Krekkk.
Suara pintu kamar yang terbuka membuat Anindya mengangkat kepala melihat siapa yang masuk.
"Saya memang tidak bisa turun untuk makan malam. Jadi ini bukan alasan," ucapnya yang kembali memposisikan kepalanya.
"Aku bahkan tidak mengatakan apapun," sahut Kavindra.
Anindya tidak merespon yang mungkin dia merasa bahwa Kavindra ingin memastikan kondisinya dan berpikir bahwa dia pura-pura sakit karena malas saja untuk turun.
"Kamu sakit perut?" tanya Kavindra memasuki kamar dan menutup pintu kamar. Anindya menganggukkan kepala dan Kavindra yang berjalan menghampiri sang istri.
"Apa yang membuat kamu sakit? Dan kenapa terlihat begitu parah?" tanya Kavindra memperhatikan sang istri.
"Ini namanya nyeri pada haid dan ini memang terasa begitu sangat sakit," jawabnya.
Kavindra mengerutkan dahi yang masih memperhatikan istrinya seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan istrinya.
"Kamu perlu ke rumah sakit?" tanya Kavindra.
Anindya menggelengkan kepala.
"Lalu kamu butuh apa?" tanya Kavindra.
"Tidak butuh apa-apa," jawab Anindya dengan lemas.
Kavindra menghela nafas, "kalau begitu sekarang kamu sebaiknya istirahat saja," ucap Kavindra yang menarik selimut sampai dada Anindya.
Kavindra juga memegang dahi Anindya menggunakan punggung tangannya dan terasa begitu hangat yang membuat Kavindra melihat ke arah Anindya yang memang terlihat sangat lemas dan bahkan pucat.
"Kamu bahkan kurang sehat. Yakin tidak ingin ke rumah sakit?" tanya Kavindra sekali lagi yang tampak khawatir.
"Tidak! Saya baik-baik saja! Ini hal yang biasa dan semua wanita juga mengalami hal seperti ini. Masa haid memiliki rasa nyeri yang berbeda-beda ada pada hari pertama hari kedua dan kapanpun itu dan ada juga yang tidak terasa sakit. Jadi aku akan baik-baik saja," ucap Anindya.
"Jadi tidak akan mati hanya karena menahan sakit seperti itu?" tanya Kavindra.
"Saya bukan Tuhan dan tidak tahu," jawabnya.
"Baiklah, aku sudah sangat berbaik hati mengajak kamu ke rumah sakit dan jika memang kamu tidak menginginkannya, aku tidak bisa memaksanya. Jadi lakukan saja yang menurutmu bisa meredakan rasa sakitnya," ucap Kavindra. Anindya menganggukkan kepalanya.
Kavindra yang tidak mengatakan apa-apa langsung keluar dari kamar Anindya, walau terlihat cuek dan sangat dingin tetapi tidak bisa bohong jika sepertinya dia begitu khawatir kepada istri dan ini juga pertama kali Kavindra melihat wanita yang mengalami sakit sampai seperti itu.
Ternyata baru beberapa menit Kavindra yang keluar dari kamar itu dan kembali memasuki kamar Anindya yang melihat Anindya tampak kesulitan mengambil air hangat yang berada di atas meja. Kavindra dengan cepat menghampiri Anindya dan langsung gercep membantu sang istri.
Kavindra yang bahkan duduk di samping Anindya dan membantu istrinya untuk duduk dengan benar dan juga membantu meminumkan air tersebut dengan memegang gelas.
Anindya yang semakin terlihat pucat dan bahkan dahinya berkeringat yang membuat Kavindra terus saja mengkhawatirkan istrinya itu. Kavindra meletakkan gelas tersebut di atas nakas dan mengambil tisu yang melap keringat tersebut dan bahkan menyelipkan anak rambut Anindya yang membuat Anindya mungkin sedikit gerah.
"Kamu benar-benar tidak ingin ke rumah sakit?" tanyanya lagi. Anindya tetap menggelengkan kepala. Kavindra sampai menghela nafas yang mungkin sedikit geram melihat sang istri yang tidak mau berobat.
"Kamu kembalilah istirahat!" ucap Kavindra yang membuat Anindya menganggukkan kepalanya dan Kavindra kembali membaringkan tubuh itu dengan sangat hati-hati, menyelimuti kembali dan istrinya itu perlahan memejamkan mata.
Kavindra yang ternyata tidak meninggalkan Anindya dia memilih untuk duduk di sofa dan kerap kali memperhatikan Anindya yang terus saja lemas dan tidak bisa tidur tenang, sebentar akan bangun dan terdengar lirihan kesakitan dan kemudian tidur kembali.
Rasa sakit itu seperti menyiksa sang istri yang membuat Kavindra dia yang sangat tidak peduli dengan apapun dan terus saja terlihat khawatir.
Dia bahkan bolak-balik berdiri dari tempat duduknya yang membantu Anindya jika ingin kembali minum. Anindya yang juga ke kamar mandi dituntun berjalan oleh Kavindra. Kavindra benar-benar menghabiskan waktunya di kamar sang istri dengan merawat istrinya dengan sepenuh hati.
Untuk menghindari kebosanan Kavindra membuka ponselnya dan ternyata sekarang sedang membuka artikel mengenai tentang wanita haid. Dahinya mengkerut ketika merasa ngeri-ngeri juga tentang artikel yang dia baca.
"Apa sakit seperti ini bagi mereka? Apa tidak terlalu berlebihan sampai ada yang pingsan, adaa yang dirawat di rumah sakit," ucapnya.
"Jika seperti itu kenapa tidak memilih untuk berobat dan malam menahan rasa sakit itu sendirian," ucapnya dengan geleng-geleng kepala.
Kavindra bahkan sangat rajin mencoba untuk mencari obatnya, dia melihat beberapa jenis obat alami yang terbuat dari beberapa bahan-bahan dedaunan. Entah apa yang dipikirkan Kavindra, dia melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan di dalam hidupnya dan mungkin saja tidak pernah dia bayangkan akan bisa berada dalam posisi seperti itu.
**
Malam berlalu yang pagi-pagi Anindya yang baru saja keluar dari kamar mandi yang terlihat lemas dan bahkan melangkah pun seperti menyeret kaki.
"Kamu minum ini dulu," ucap Kavindra yang sudah ada di kamarnya dan tadi saat Anindya bangun suaminya itu tidak ada yang memang tadi malam dia menyadari bahwa Kavindra berada di kamarnya.
"Apa ini?" tanya Anindya yang melihat di dalam gelas dengan minuman yang berwarna sedikit pekat.
"Ini jamu dan katanya ini bisa pelancar haid. Kamu bisa merasa nyeri pada perut kamu itu lantaran karena haid kamu tidak lancar. Jadi minum ini agar sakitnya hilang," jawab Kavindra.
Pencariannya kemarin malam ternyata tidak sia-sia dan dia mencari obat untuk istrinya.
"Tuan dapat dari mana ini?" tanya Anindya tampak begitu ragu.
"Sudahlah! kamu bisa tidak jika aku memberikan sesuatu atau menyuruh kamu sesuatu tidak usah banyak tanya? Apa kamu pikir aku akan meracuni kamu hah! Aku kita tidak mungkin memberikan obat yang salah tanpa ada ahli yang sudah memastikan apa yang aku berikan kepada kamu tidak akan mengganggu kesehatan kamu!" tegas Kavindra.
"Ayo minum dan jangan protes!" tegas Kavindra yang membuat Anindya menganggukkan kepala dan Anindya yang mengambil gelas tersebut dengan perlahan meminumnya.
Eksperesi wajahnya terlihat kusut sekali yang sangat jelas bahwa obat tersebut terasa begitu pahit.
"Jangan minum sedikit dan habiskan!" tegas Kavindra yang seperti melayani anak kecil. Anindya bahkan menggelengkan kepala dan sudah tidak sanggup meminum obat tersebut
"Kamu mau sembuh apa tidak, ini hanya sedikit saja. Ayo cepat habiskan dan jangan sampai aku memaksamu," ucapnya dengan begitu galak.
Anindya sangat terpaksa menghabiskan satu gelas itu dengan menahan rasa pahit yang wajahnya tampak mengkerut. Kavindra tidak membiarkan istrinya seperti itu yang mengambil air putih dan memberikan untuk Anindya.
"Mulut kamu kalau ceramah begitu lancar sekali, banyak bertanya dan ada saja jawaban, tetapi disuruh minum obat saja tidak sanggup!" oceh Kavindra dengan sindiran.
"Apa hubungannya," ucap Anindya.
"Sudah-sudah. Sekarang kamu tunggu di sini. Aku akan menyuruh pelayan untuk mengambilkan kamu makanan," ucap Kavindra yang membuat Anindya menganggukkan kepala.
Kavindra yang keluar dari kamar dan terlihat senyum di ujung bibir Anindya. Dia sepertinya terlihat senang melihat suaminya yang memberikan perhatian kepadanya dan siapa sangka pernikahannya akan semanis ini dan memang sejak awal dia selalu diperlakukan dengan baik
Bersambung......